Kisah Nabi Muhammad (4): Menjadi Nabi dan Memulai Dakwah
https://www.naviri.org/2019/06/kisah-nabi-muhammad-part-4.html
Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah Nabi Muhammad 3: Masa Dewasa dan Pernikahan). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.
Menjelang usianya yang ke-40, Muhammad SAW sering berkhalwat (menyendiri) ke Gua Hira, sekitar 6 km sebelah timur kota Mekah. Ia bisa berhari-hari bertafakur dan beribadah di sana.
Suatu ketika, pada tanggal 17 Ramadhan/6 Agustus 611, ia melihat cahaya terang benderang memenuhi ruangan gua. Tiba-tiba, Malaikat Jibril muncul di hadapannya, sambil berkata, "Iqra' (bacalah)."
Lalu Muhammad SAW menjawab, "Mâ anâ bi qâri' (saya tidak dapat membaca)."
Mendengar jawaban Muhammad SAW, Jibril lalu memeluk tubuh Muhammad SAW dengan sangat erat, lalu melepaskannya, dan kembali menyuruh Muhammad SAW membaca.
Namun, setelah dilakukan sampai 3 kali dan Muhammad SAW tetap memberikan jawaban sama, Malaikat Jibril kemudian menyampaikan wahyu Allah SWT pertama, yang artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Rabb-mu yang Menciptakan. Ia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabb-mu yang Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia, apa yang tidak diketahuinya." (QS. 96: 1-5)
Saat itu Muhammad SAW berusia 40 tahun 6 bulan 8 hari, menurut perhitungan tahun Qamariah (penanggalan berdasarkan bulan), atau 39 tahun 3 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun Syamsiah (penanggalan berdasarkan matahari). Dengan turunnya 5 ayat pertama ini, berarti Muhammad SAW telah dipilih oleh Allah SWT sebagai Rasul.
Setelah pengalaman luar biasa di Gua Hira tersebut, dengan ketakutan dan cemas, Nabi Muhammad SAW pulang ke rumah dan berseru pada Khadijah, "Selimuti aku, selimuti aku."
Sekujur tubuhnya panas dan dingin berganti-ganti. Setelah lebih tenang, barulah ia bercerita kepada istrinya.
Untuk lebih menenangkan hati suaminya, Khadijah mengajak Nabi Muhammad SAW datang pada saudara sepupunya, Waraqah bin Naufal, yang banyak mengetahui kitab-kitab suci Kristen dan Yahudi.
Mendengar cerita yang dialami Nabi Muhammad SAW, Waraqah pun berkata, "Aku telah bersumpah dengan nama Tuhan, yang dalam tangan-Nya terletak hidup Waraqah, Tuhan telah memilihmu menjadi Nabi kaum ini. An-Nâmûs al-Akbar (Malaikat Jibril) telah datang kepadamu. Kaummu akan mengatakan bahwa engkau penipu, mereka akan memusuhimu, dan mereka akan melawanmu. Sungguh, sekiranya aku dapat hidup pada hari itu, aku akan berjuang membelamu."
Dakwah Nabi Muhammad SAW
Wahyu berikutnya adalah surat Al-Muddatsir: 1-7, yang artinya: “Hai orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Rabb-mu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Rabb-mu, bersabarlah.” (QS. 74: 1-7)
Dengan turunnya surat Al-Muddatsir, mulailah Rasulullah SAW berdakwah. Mula-mula ia melakukannya secara sembunyi-sembunyi di lingkungan keluarga dan rekan-rekannya.
Orang pertama yang menyambut dakwahnya adalah Khadijah, istrinya. Dialah yang pertama kali masuk Islam. Menyusul setelah itu adalah Ali bin Abi Thalib, saudara sepupunya, yang kala itu baru berumur 10 tahun, sehingga Ali menjadi lelaki pertama yang masuk Islam. Kemudian Abu Bakar, sahabat karibnya sejak masa kanak-kanak.
Lalu diikuti oleh Zaid bin Haritsah, bekas budak yang telah menjadi anak angkatnya, dan Ummu Aiman, pengasuh Nabi SAW sejak ibunya masih hidup. Abu Bakar kemudian berhasil mengislamkan beberapa orang teman dekatnya, seperti Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa'd bin Abi Waqqas, dan Talhah bin Ubaidillah.
Dari dakwah yang masih rahasia ini, belasan orang telah masuk Islam. Setelah beberapa lama Nabi SAW menjalankan dakwah secara diam-diam, turunlah perintah agar Nabi SAW menjalankan dakwah secara terang-terangan.
Mula-mula, ia mengundang kerabat karibnya dalam sebuah jamuan. Pada kesempatan itu, ia menyampaikan ajarannya. Namun ternyata hanya sedikit yang menerima. Sebagian menolak dengan halus, sebagian menolak dengan kasar, salah satunya adalah Abu Lahab.
Langkah dakwah seterusnya diambil Nabi Muhammad SAW dalam pertemuan yang lebih besar. Ia pergi ke Bukit Shafa, sambil berdiri di sana ia berteriak memanggil orang banyak. Karena Muhammad SAW adalah orang yang terpercaya, penduduk yakin pastilah terjadi sesuatu yang sangat penting, sehingga mereka pun berkumpul di sekitar Nabi SAW.
Untuk menarik perhatian, mula-mula Nabi SAW berkata, "Saudara-saudaraku. Jika aku berkata di belakang bukit ini ada pasukan musuh yang siap menyerang kalian, percayakah kalian?"
Dengan serentak, mereka menjawab, "Percaya. Kami tahu engkau belum pernah berbohong. Kejujuranmu tidak ada duanya. Engkau yang mendapat gelar al-Amin."
Kemudian, Nabi SAW meneruskan, "Kalau demikian, dengarkanlah. Aku adalah seorang nazir (pemberi peringatan). Allah telah memerintahkanku, agar aku memperingatkan kalian. Hendaknya kalian hanya menyembah Allah. Tidak ada Tuhan selain Allah."
Khutbah itu ternyata membuat orang-orang yang berkumpul jadi marah, bahkan sebagian dari mereka ada yang mengejeknya gila. Pada saat itu, Abu Lahab berteriak, "Celakalah engkau, hai Muhammad. Untuk inikah engkau mengumpulkan kami?"
Sebagai balasan terhadap ucapan Abu Lahab, turunlah ayat Al-Qur'an yang artinya: “Binasalah kedua tangan Abu Lahab, dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta benda dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar, yang di lehernya ada tali dari sabut.” (QS. 111: 1-5)
Baca lanjutannya: Kisah Nabi Muhammad (5): Penentangan Kaum Quraisy Mekah