Kasus Pendaratan UFO di Perancis yang Menggemparkan
https://www.naviri.org/2019/06/kasus-pendaratan-ufo-di-perancis.html
Naviri Magazine - Pada sore hari tanggal 8 Januari 1981, sebuah pesawat aneh mendarat di sebuah peternakan di dekat desa Trans-en-Provence, di wilayah Var, di tenggara Perancis. Jejak fisik yang tersisa di tanah dikumpulkan oleh Gendarmerie dalam waktu 24 jam, dan kemudian dianalisis di beberapa laboratorium pemerintah Perancis. Bukti ekstensif dari aktivitas anomali pun terdeteksi.
Kasus ini diselidiki oleh Groupe d’Etudes des Phénomènes Aérospatiaux Non-identifiés (GEPAN), atau Unidentified Aerospace Phenomena Study Group, yang didirikan pada 1977 di dalam National Center for Space Studies (CNES) di Toulouse, mitra NASA di perancis.
(Fungsi GEPAN direorganisasi pada tahun 1988 ke dalam Service d’Expertise des Phénomènes de Rentrées Atmosphériques atau SEPRA).
Penyidik utama kasus ini adalah Jean-Jacques Velasco, pemimpin SEPRA.
Saksi mata, seorang petani bernama Renato Nicolai, berusia 55 tahun, yang lahan miliknya menjadi tempat UFO mendarat, yang kemudian lepas landas dengan segera. Berpikir bahwa itu adalah perangkat eksperimen milik militer, Nicolai memberitahu Gendarmerie setempat pada hari berikutnya.
Gendarmerie mewawancarai Nicolai, dan mengumpulkan sampel tanah dan tanaman dari lokasi pendaratan dalam waktu 24 jam dari kejadian, memberitahu GEPAN pada 12 Januari sebagai bagian dari perjanjian kerja sama untuk penyelidikan UFO antara kedua lembaga.
Pengumpulan sampel lebih lanjut beserta pengukuran lokasi kemudian dilakukan oleh tim GEPAN, dan sampelnya dianalisis oleh beberapa laboratorium milik pemerintah.
Laporan rinci pertama perihal kasus ini diterbitkan oleh GEPAN pada 1983, dalam “Catatan Teknis Nomor 16, penyidikan 81/01, Analisis jejak.”
Kesaksian Nicolai kepada polisi begitu sederhana dan jujur, “Perhatian saya tertarik pada suatu suara kecil, semacam siulan lirih. Saya menoleh ke sekeliling, dan melihat, di udara, sebuah pesawat yang hanya terbang di ketinggian sejajar pohon pinus di pinggir lahan milik saya.
“Pesawat ini tidak berbelok, dan malah turun ke tanah. Saya hanya mendengar suatu siulan lirih. Saya tak melihat adanya nyala pendorong seperti pada pesawat umumnya, tidak di bawah ataupun di sekitar pesawat.
“Sementara pesawat itu terus turun, saya mendekat ke sana, menuju sebuah pondok kecil. Saya bisa melihat dengan jelas dari atap. Dari sana, saya melihat pesawat berdiri di atas tanah.
“Pada saat itu, pesawat mulai memancarkan siulan lain, konstan, konsisten suaranya. Kemudian lepas landas, dan setelah itu di ketinggian sejajar puncak pohon, pesawat itu melesat cepat... ke arah timur laut. Saat pesawat mulai lepas landas, saya melihat di bawahnya empat bukaan yang tidak memancarkan asap ataupun nyala api. Pesawat membawa sedikit debu ketika meninggalkan tanah.
“Saya pada waktu itu berada sekitar 30 meter [100 kaki] dari lokasi pendaratan. Saya kemudian berjalan menuju tempat pesawat itu mendarat, dan di situ saya melihat jejak lingkaran berdiameter sekitar dua meter [7 kaki]. Pada titik-titik tertentu pada kurva lingkaran, di situ ada trek atau jejaknya.
“Pesawat itu berbentuk dua piring terbalik, satu menghadap yang lain. Pasti tingginya sekitar 1,5 meter [5 kaki]. Warnanya mencolok. Pesawat itu memiliki suatu pembatas atau sejenis pengikat di sekeliling bentuknya yang melingkar. Di bawah pengikat, saat pesawat lepas landas, saya melihat dua benda bulat yang bisa saja sejenis landing gear atau kaki. Ada juga dua lingkaran yang tampak seperti lubang masuk. Dua kaki, atau landing gear, panjangnya sekitar 20 sentimeter [8 inci] di bawah bodi seluruh kapal.”
Sampel tanah dan alfalfa liar dikumpulkan dari lokasi pendaratan, serta sampel kontrol dari berbagai jarak dari pusat pendaratan, menjadi sasaran sejumlah analisis, antar lain: analisis fisik-kimia di laboratorium SNEAP, studi difraksi elektronik di Toulouse University, spektrometri massa oleh penembakan ion di Metz University, dan analisis biokimia dari sampel sayuran di National Institute of Agronomy Research (INRA).
Kasus Trans-en-Provence sangat mungkin adalah kasus CE II (Close Encounter dari Jenis Kedua) yang didokumentasikan secara ilmiah paling menyeluruh yang pernah diselidiki.
Beberapa temuan ilmiah atas penyidikan kasus ini:
- Jejak masih kentara 40 hari setelah kejadian.
- Ada tekanan mekanik yang kuat menekan (mungkin hasil dari beban berat) di permukaan tanah.
- Suatu pemanas Thermatic atas tanah, mungkin berturut-turut atau segera setelah tertekan, nilai yang tidak melebihi 600 derajat.
- Pigmen klorofil dalam sampel daun melemah dari 30 sampai 50 persen.
- Tindakan iradiasi nuklir tampaknya tidak menjadi analog dengan sumber energi tersirat dengan fenomena yang diamati, di sisi lain intensifikasi spesifik transformasi klorofil bisa dikaitkan dengan aksi dari sejenis medan energi listrik.
- Pada tingkat biokimia, analisis dilakukan pada keseluruhan faktor fotosintesis, lipid, gula, dan asam amino. Ada banyak perbedaan antara sampel yang dari titik pusat pendaratan dengan yang hanya dekat dengan tempat pendaratan.
Secara kualitatif mungkin menunjukkan terjadinya peristiwa penting yang dibawa dengan deformasi dari medan yang disebabkan oleh massa, mekanik, efek pemanasan, dan transformasi tertentu, dan juga deposito mineral.
Laporan itu menyebutkan, “Kami tidak bisa memberikan interpretasi yang tepat dan unik atas hasil kombinasi yang luar biasa ini. Kita bisa menyatakan bahwa ini kenyataannya. Walau demikian, konfirmasi lain dari suatu peristiwa yang sangat signifikan memang telah terjadi di tempat ini.”