Fakta-fakta Sejarah Majapahit yang Masih Jarang Diketahui
https://www.naviri.org/2019/06/fakta-fakta-sejarah-majapahit-yang.html
Naviri Magazine - Sejarah merupakan versi pembuatnya. Versi tergantung niat atau motivasi. Barangkali ini pula yang terjadi dengan Majapahit, sebuah kerajaan besar masa lampau yang pernah ada di negara yang kini disebut Indonesia. Benarkah Majapahit sesungguhnya kerajaan Islam dan bukan Hindu?
Beragam bukti arkeologis, sosiologis, dan antropologis, yang berkaitan dengan Majapahit mengungkapkan fakta yang mengejutkan sekaligus mematahkan pemahaman yang sudah berkembang selama ini dalam khazanah sejarah masyarakat Nusantara.
‘Kegelisahan’ semacam inilah yang mungkin memotivasi Tim Kajian Kesultanan Majapahit dari Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pengurus Daerah Muhammadiyah Yogyakarta, untuk melakukan kajian ulang terhadap sejarah Majapahit. Setelah sekian lama berkutat dengan beragam fakta-data arkeologis, sosiologis dan antropolis, tim kemudian menerbitkannya dalam sebuah buku berjudul ‘Kesultanan Majapahit, Fakta Sejarah Yang Tersembunyi’.
Sejarah Majapahit yang dikenal selama ini di kalangan masyarakat adalah sejarah yang disesuaikan untuk kepentingan penjajah (Belanda) yang ingin terus bercokol di kepulauan Nusantara.
Akibatnya, sejarah masa lampau yang berkaitan dengan kawasan ini dibuat untuk kepentingan tersebut.
Dalam konteks Majapahit, Belanda berkepentingan menguasai Nusantara yang mayoritas penduduknya muslim. Untuk itu, diciptakanlah pemahaman bahwa Majapahit yang menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia adalah kerajaan Hindu, dan Islam masuk ke Nusantara belakangan dengan mendobrak tatanan yang sudah berkembang dan ada dalam masyarakat.
Apa yang diungkapkan oleh buku ini tentu memiliki bukti berupa fakta dan data yang selama ini tersembunyi, atau sengaja disembunyikan. Beberapa fakta dan data yang menguatkan keyakinan bahwa kerajaan Majpahit sesungguhnya kerajaan Islam atau Kesultanan Majapahit adalah sebagai berikut:
Ditemukan atau adanya koin-koin emas Majapahit yang bertulis kata-kata ‘La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah’. Koin semacam ini dapat ditemukan dalam Museum Majapahit di kawasan Trowulan Mojokerto, Jawa Timur.
Koin adalah alat pembayaran resmi yang berlaku di sebuah wilayah kerajaan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sangat tidak mungkin sebuah kerajaan Hindu memiliki alat pembayaran resmi berupa koin emas bertulis kata-kata Tauhid.
Pada batu nisan Syeikh Maulana Malik Ibrahim, yang selama ini dikenal sebagai wali pertama dalam sistem Wali Songo yang menyebarkan Islam di tanah Jawa, terdapat tulisan yang menyatakan bahwa beliau adalah Qadhi atau hakim agama Islam kerajaan Majapahit.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Agama Islam adalah agama resmi yang dianut oleh Majapahit, karena memiliki Qadhi yang dalam sebuah kerajaan berperan sebagai hakim agama dan penasehat bidang agama bagi sebuah kesultanan atau kerajaan Islam.
Pada lambang Majapahit, yang berupa delapan sinar matahari, terdapat beberapa tulisan Arab, yaitu shifat, asma, ma’rifat, Adam, Muhammad, Allah, tauhid, dan dzat. Kata-kata yang beraksara Arab ini terdapat di antara sinar-sinar matahari yang ada pada lambang Majapahit.
Untuk lebih mendekatkan pemahaman mengenai lambang Majapahit ini, dapat dilihat pada logo Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, atau dapat pula dilihat pada logo yang digunakan Muhammadiyah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Majapahit sesungguhnya kerajaan Islam atau kesultanan Islam, karena menggunakan logo resmi yang memakai simbol-simbol Islam.
Pendiri Majapahit, Raden Wijaya, adalah seorang muslim. Hal ini karena Raden Wijaya merupakan cucu Raja Sunda, Prabu Guru Dharmasiksa, yang sekaligus juga ulama Islam Pasundan yang mengajarkan hidup prihatin layaknya ajaran sufi. Sedangkan neneknya adalah seorang muslimah, keturunan penguasa Sriwijaya.
Meskipun bergelar Kertarajasa Jayawardhana, yang sangat bernuasa Hindu karena menggunakan bahasa Sanskerta, tetapi bukan lantas menjadi justifikasi bahwa beliau seorang penganut Hindu.
Bahasa Sanskerta di masa lalu lazim digunakan untuk memberi penghormatan yang tinggi kepada seseorang, apalagi seorang raja. Gelar seperti ini pun hingga saat ini masih digunakan para raja muslim Jawa, seperti Hamengku Buwono dan Paku Alam Yogyakarta, serta Paku Buwono di Solo.
Di samping itu, Gajah Mada yang menjadi Patih Majapahit, yang sangat terkenal terutama karena Sumpah Palapa, ternyata seorang muslim. Hal ini karena nama aslinya adalah Gaj Ahmada, seorang ulama Islam yang mengabdikan kemampuannya dengan menjadi patih di Kerajaan Majapahit.
Hanya saja, untuk lebih memudahkan penyebutan yang biasa berlaku dalam masyarakat Jawa, maka digunakan sebutan Gajahmada. Dengan demikian, penulisan Gajah Mada yang benar adalah Gajahmada dan bukan ‘Gajah Mada’.
Pada nisan makam Gajahmada di Mojokerto pun terdapat tulisan ‘LaIlaha Illallah Muhammad Rasulullah’, yang menunjukkan bahwa patih yang biasa dikenal masyarakat sebagai Syeikh Mada setelah pengunduran dirinya sebagai Patih Majapahit ini seorang muslim.
Jika fakta-fakta di atas masih berkaitan dengan internal Majapahit, maka fakta-fakta berikut berhubungan dengan sejarah dunia secara global. Sebagaimana diketahui, pada 1253 M tentara Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan menyerbu Baghdad. Akibatnya, Timur Tengah berada dalam situasi yang berkecamuk, dan terjebak dalam konflik yang tidak menentu.
Dampak selanjutnya adalah terjadinya eksodus besar-besaran kaum muslim dari TimurTengah, terutama para keturunan Nabi yang biasa dikenal dengan ‘Allawiyah. Kelompok ini sebagian besar menuju kawasan Nuswantara (Nusantara) yang memang dikenal memiliki tempat-tempat eksotis dan kaya dengan sumberdaya alam, dan kemudian menetap dan beranak pinak di tempat ini.
Dari keturunan pada pendatang inilah sebagian besar penguasa beragam kerajaan Nusantara berasal, tanpa terkecuali Majapahit.
Inilah beberapa bukti dari fakta dan data yang mengungkapkan bahwa sesungguhnya Majapahit adalah kesultanan Islam yang berkuasa di sebagian besar kawasan yang kini dikenal sebagai Asia Tenggara.