Jack The Ripper, Pembunuh Misterius yang Tak Terungkap (Bagian 2)
https://www.naviri.org/2019/05/jack-ripper-pembunuh-misterius-page-2.html
Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Jack The Ripper, Pembunuh Misterius yang Tak Terungkap - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.
’Saucy Jack’ Postcard juga diterima pada 1 Oktober 1888, satu hari sesudah ’double event’, saat kematian Elizabeth Stride dan Chaterine Eddowes pada 30 September dini hari di tempat yang berbeda. Surat ini juga mengundang banyak pertanyaan karena menyebutkan ’double event this time’ di dalamnya.
Pihak kepolisian menganggap surat itu palsu. Karena si pembuat diasumsikan sudah mengetahui kejadian pada 30 September. Akan tetapi beberapa orang percaya, surat ini ditulis sebelum 30 September.
Atau, jika ia menulisnya pada saat mengirim surat itu, kejadian double even hanya diketahui oleh segelintir orang. Penyelidikan pada kasus double event baru saja terjadi dan masih bersifat rahasia. Tapi surat ini tetap dikatagorikan surat palsu.
Surat yang lain adalah surat berjudul ’From Hell’ yang merupakan salah satu dari sekian banyak surat, yang besar kemungkinan ditulis oleh Jack The Ripper. Berbeda dengan surat lainnya, surat ini tidak dibubuhi namanya yang sudah terkenal, ’Jack The Ripper’.
Dalam beberapa bagian, si pembuat surat sepertinya sengaja membuat kesalahan pengejaan di mana-mana. Seperti kata ’knife’ ia tulis hanya knif, ’Kidney’ ia tulis ’Kidne’. Surat ini datang bersama boks kecil berisi ginjal manusia yang direndam dalam alkohol. Salah satu korban, Chaterine Eddowes, memang ditemukan dengan salah satu ginjal yang hilang.
Surat-surat tersebut diduga juga merupakan surat palsu yang dibuat oleh wartawan setempat, untuk memperkeruh suasana dan menaikkan oplah koran. Sampai saat ini, surat-surat tersebut tidak diketahui keberadaannya. Begitu juga ginjal yang dikirim bersama surat ’From Hell’.
Pada tahun 1988, surat ’Dear Boss’ tiba-tiba kembali ke Metropolitan Police, tanpa pernah diketahui siapa yang membawanya selama ini.
Beberapa dugaan tentang sosok Jack the Ripper
Jack The Ripper diduga memiliki kebencian sekaligus rasa takut yang mendalam terhadap wanita, dan itu juga menjelaskan kenapa dia "berkata" telah membawa pulang "rahim" wanita untuk disimpan (setengahnya, katanya, dia makan dan setengahnya dia kirim ke polisi lewat surat "The Hell"). Sesuatu yang wanita punya dan laki-laki tidak.
Selain itu, dia juga membuat korbannya netral (tidak berkelamin), dengan memotong bagian-bagian tertentu yang membuat korbannya tidak dikenali lagi sebagai wanita. Juga, dia berkata telah membawa pulang ginjal dan telinga korbannya.
Mengenai korbannya yang selalu WTS, mungkin dia mempunyai semacam dendam pribadi terhadap prostitusi. Mungkin dia pernah disakiti/ditinggalkan orang yang disayanginya untuk bekerja sebagai WTS (95% wanita di East End meninggalkan keluarga dan anak-anaknya untuk bekerja sebagai WTS karena ekonomi yang benar-benar parah di tengah ibu kota Inggris. Mungkin ibunya yang ingin ia bunuh?)
Ada juga dugaan kalau pelaku adalah seorang dokter, atau setidaknya orang yang mempunyai latar belakang pendidikan kedokteran spesialisasi di bidang operasi bedah, karena sayatan-sayatan di tubuh korban sangat rapi yang hanya bisa dilakukan menggunakan alat-alat operasi/bedah kedokteran yang membutuhkan keahlian khusus.
Kemungkinan besar, masa lalunya suram. Dugaan polisi, pelakunya adalah tukang jagal, dokter, atau tukang cukur. Tidak harus dokter, asal punya pengetahuan anatomi tubuh manusia.
Jack The Ripper juga mungkin mengalami masalah sosial dan kurang dapat berinteraksi dengan orang lain. Ada ratusan nama yang sempat diajukan sebagai Jack The Ripper, di antaranya Robert Mann, Lewis Carroll, dan Walter Sickert.
Sesuai gambaran dari FBI, oknum yang paling sesuai adalah Robert Mann, yang bekerja sebagai petugas kamar mayat di Whitechapel. Sebagai petugas kamar mayat, setidaknya ia memiliki pengetahuan tentang anatomi.
Yang menambah kecurigaan, pada saat korban bernama Polly Nichols dibawa ke kamar mayat Whitechapel, Inspektur Polisi telah melarang untuk menyentuh mayat Polly Nichols, tapi Robert Mann bersikeras menelanjangi mayat Polly Nichols. Mungkin Robert Mann ingin mengagumi “hasil karya” yang telah dibuatnya.
Siapa pun Jack The Ripper, dan walaupun aksi pembunuhannya telah lama berlalu, tampaknya sosok sang pembunuh sadis itu telah melekat di benak masyarakat, menjadi abadi dan melegenda.