Tuntunan Islam Seputar Khitbah (Meminang) Calon Pasangan
https://www.naviri.org/2019/04/tuntunan-islam-seputar-khitbah-meminang.html
Naviri Magazine - Manusia diciptakan oleh Allah Swt sebagai makhluk yang mulia. Ia bukan sesosok makhluk yang sekadar memiliki jasad/organisme hidup, sehingga kehidupan yang dijalaninya pun bukan sekadar untuk makan, tumbuh, berkembang-biak, lalu mati.
Manusia diciptakan ke alam dunia dengan berbagai potensi kehidupan yang diberikan oleh-Nya. Berbagai potensi kehidupan tersebut harus merupakan sesuatu yang disadari/dipikirkan oleh manusia. Di antara potensi kehidupan tersebut adalah naluri (gharaizh) yang di antaranya pula naluri untuk melestarikan keturunan atau tertarik pada lawan jenis (gharizatu nawu).
Naluri ini merupakan dorongan yang muncul pada diri manusia ketika adanya stimulan dari luar. Sebagai contoh, suatu saat seorang pria merasakan perasaan ‘berbunga-bunga’ ketika bertemu seorang wanita yang menurutnya ‘spesial’. Sehingga, setiap kali berjumpa, ia memikirkannya. Kondisi ini juga dapat terjadi sebaliknya, antara seorang wanita terhadap pria.
Islam memandang hal ini sebagai fitrah (manusiawi), dan bukan hal tabu ataupun terlarang. Oleh karenanya, dalam rangka menempatkan manusia agar tetap pada derajatnya sebagai makhluk mulia, maka Allah Swt menurunkan seperangkat aturan kehidupan yang harus diambil dan dijalankan, termasuk aturan untuk menyelesaikan masalah ini.
Di antaranya adalah pengaturan mengenai khitbah (meminang) sebagai aktivitas syari yang harus dipilih oleh seorang muslim ketika mengidap gejala-gejala terserang ‘virus merah jambu’.
Pengertian khithbah
Dalam merencanakan kehidupan berumah tangga, di antara langkah yang harus ditempuh oleh seorang muslim adalah menetapkan seorang wanita yang diinginkan untuk menjadi calon istrinya. Secara syari, pria tersebut menjalaninya dengan melakukan khithbah (peminangan) kepada wanita yang dikehendaki.
Adapun salah satu tujuan disyariatkannya khithbah agar masing-masing pihak dapat mengetahui calon pendamping hidupnya.
Sedangkan menurut Dr. Wahbah Az-Zuhaily, khithbah adalah menampakkan keinginan menikah terhadap seorang perempuan dengan memberitahu perempuan yang dimaksud atau keluarganya (walinya).
Selain itu, Sayid Sabiq juga menyatakan bahwa mengkhitbah seorang perempuan berarti memintanya untuk berkeluarga, yaitu untuk dinikahi dengan cara-cara (wasilah) yang ma’ruf.
Islam telah menganjurkan kaum muslim untuk melangsungkan pernikahan. Berkaitan dengan anjuran untuk menikah, Allah Swt, berfirman: “Nikahilah oleh kalian perempuan-perempuan yang kalian sukai.” (QS.An-Nisa [4]:3)
Ibnu Mas’ud menuturkan bahwa Rasulullah Saw telah mengingatkan, “Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang telah sanggup memikul beban, hendaklah ia menikah, karena dapat menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan. Sebaliknya, siapa saja yang belum mampu, hendaklah ia shaum, karena hal itu dapat menjadi perisai.”
Di antara peristiwa khithbah yang terjadi pada masa Rasulullah Saw, dilakukan oleh sahabat Abdurrahman Bin ‘Auf yang mengkhithbah Ummu Hakim Binti Qarizh. Hadits riwayat Bukhari menjelaskannya sebagai berikut:
“‘Abdurrahman Bin ‘Auf berkata kepada Ummu Hakim Binti Qarizh, ‘Maukah kamu menyerahkan urusanmu kepadaku?’ Ia menjawab, ‘Baiklah!’, maka ia (Abdurrahman Bin ‘Auf) berkata, ‘Kalau begitu, baiklah kamu saya nikahi’.” (HR.Bukhari)
Abdurrahman Bin ‘Auf dan Ummu Hakim merupakan sahabat Rasulullah Saw. Ketika itu, Ummu Hakim statusnya menjanda karena suaminya telah gugur dalam perang, kemudian Abdurrahman Bin Auf (yang masih sepupunya) datang kepadanya secara langsung untuk mengkhitbah sekaligus menikahinya.
Menurut Muhammad Thalib kejadian ini menunjukkan seorang laki-laki boleh meminang secara langsung calon istrinya tanpa didampingi orang tua atau walinya, dan Rasulullah Saw tidak menegur atau menyalahkan Abdurrahman Bin ‘Auf atas kejadian ini.
Selain itu, seorang wanita juga diperbolehkan untuk meminta seorang laki-laki agar menjadi suaminya. Akan tetapi, ia tidak boleh berkhalwat atau melakukan hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat. Kebolehan hal ini didasarkan pada sebuah riwayat berikut:
“Pernah ada seorang wanita yang datang kepada Rasulullah Saw, seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku datang untuk menyerahkan diriku kepada engkau’. Rasulullah Saw lalu melihatnya dengan menaikkan dan menetapkan pandangannya. Ketika melihat Rasulullah tidak memberikan keputusan, wanita itu pun tertunduk.” (HR. Bukhari)
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa khithbah merupakan jalan untuk mengungkapkan maksud seorang pria/wanita kepada lawan jenisnya terkait dengan tujuan membangun rumah tangga, baik dilakukan secara langsung (kepada calon) ataupun melalui perwakilan pihak lain.