Mengapa Banyak Perempuan yang Bersedia Menjadi PSK?
https://www.naviri.org/2019/04/mengapa-perempuan-yang-bersedia-jadi-psk.html
Naviri Magazine - Prostitusi adalah masalah tertua di dunia, karena telah ada seiring sejarah manusia. Dari dulu sampai sekarang, selalu ada perempuan-perempuan yang bersedia menjadi pekerja seks komersial atau PSK, dan aktif di dunia prostitusi. Tidak hanya perempuan biasa, belakangan bahkan beberapa artis wanita pun disinyalir terlibat dalam masalah ini.
Maraknya kabar soal kasus prostitusi online yang diduga melibatkan artis perempuan, memunculkan sejumlah pertanyaan di benak publik. Salah satunya, kenapa ada perempuan yang sudi jadi pekerja seks komersial?
Apa alasan mereka sehingga memutuskan menjadi PSK? Atau apa yang akhirnya membuat mereka menjadi PSK?
Eunike Sri Tyas Suci, psikolog sekaligus dosen di Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya, pernah melakukan penelitian di lokasi Resosialisasi Wanita Tuna Susila (WTS) di Yogyakarta, yang kini telah berubah menjadi Terminal Penumpang Giwangan Yogyakarta. Karena saat itu letaknya berdekatan dengan Kampung Sanggrahan, Kotagede, tempat resosialisasi ini lebih populer dengan sebutan Resos Sanggrahan.
Di Resos Sanggrahan itu, Eunike mewawancarai sejumlah PSK untuk bahan penelitian tesis S2-nya di Brown University di Amerika Serikat. Dari situ, Eunike mengetahui ada kondisi psikososial tertentu pada diri mereka.
“Seseorang memutuskan menjadi PSK, umumnya atas keputusan sadar dan rasional untuk mendapatkan apa yang dia inginkan,” kata perempuan yang telah lulus S2 dan S3 dari Brown University itu.
Menurut hasil wawancara Eunike dengan beberapa PSK di Resos Sanggrahan pada saat itu, rata-rata dari mereka memiliki tujuan finansial.
“Jadi misalnya ada yang dari Jawa Timur, waktu itu, datang ke situ. Dia sudah punya salon tetapi dia gak punya steamer, sehingga datang ke situ untuk jual diri, cari modal untuk kemudian mengembangkan salonnya. Jadi itu sangat rasional. Kemudian, ada juga yang untuk bangun rumah,” paparnya.
Namun ada juga satu kasus yang pernah mengejutkan Eunike. Ia pernah menemukan PSK yang ternyata setiap hari datang ke lokasi resosialisasi itu dengan diantar oleh suaminya.
“Jadi nggak nginep, nggak tinggal di situ, tapi di-drop oleh suaminya naik sepeda motor, supaya terima customer, dan hamil. Karena dengan suaminya tidak hamil,” bebernya.
Menurut Eunike, kemungkinan si suami merasa tak bisa punya anak bisa jadi aib untuk dirinya sendiri karena kejantanannya dianggap meragukan.
“Karena itu dia lebih baik istrinya hamil dengan laki-laki lain yang tidak perlu diketahui siapa laki-laki itu, yang penting istrinya hamil dan itu menunjukkan kepada publik bahwa dia suami yang normal.”
Eunike, yang kini menjabat sebagai Ketua Asosiasi Psikologi Kesehatan Indonesia, memberi catatan, data yang ia dapat berdasarkan hasil penelitiannya di Resos Sanggrahan saja.
“Itu untuk di Yogya, ya. Untuk kondisi di tempat lain mungkin beda lagi, misalnya di Dolly, Kramat Tunggak, mungkin beda lagi,” tekannya.
Adapun untuk kasus prostitusi online di kota urban yang ramai dibicarakan, Eunike punya pendapat lain. Menurutnya, keinginan untuk mendapatkan uang untuk tampil glamour bisa jadi alasan penting bagi sebagian perempuan muda untuk jadi PSK di kota-kota urban.
“Nah di dalam kota urban, kecenderungan yang diasosiasikan adalah karena glamour kehidupan, di Jakarta khususnya, itu membuat orang-orang dari daerah atau yang secara finansial itu tidak terlalu kuat, tetapi berada dalam lingkungan pergaulan yang memamerkan seluruh glamoritas, dia tidak tahan diri.”
Karena tidak bisa menahan diri di dalam pergaulan glamour itulah, maka sebagian perempuan muda “mencari upaya untuk bisa tampil glamour dengan mencari customer yang punya kantong tebal.”
Eunike meyakini hal ini bisa menjadi penyebab adanya artis yang kemudian menjadi PSK dalam praktik prostitusi online.
“Artis itu secara finansial tidak selalu kencang, tidak selalu kuat. Ada artis yang harus selalu tampil cantik dan itu biayanya besar sekali untuk nyalon, untuk diet, untuk bajunya, untuk makeup-nya, dan segala bulu mata, itu tuh biayanya nggak sedikit. Dan karena dia bukan artis yang laris ya, itu income-nya kan tidak rutin toh, tergantung kalau di-hire ada syuting atau apa segala macam itu,” tutur Eunike yang mengaku tahu kehidupan beberapa artis.
Dengan kondisi finansial terbatas tapi ingin tetap tampil glamour dalam pergaulan, menurut Eunike, maka sangat mungkin ada artis yang akan melakukan banyak hal demi mendapatkan uang, termasuk menjual tubuhnya.
Eunike, yang pernah datang ke tempat hiburan di Sawah Besar, Jakarta, merasa sedih saat melihat banyak perempuan muda yang bekerja sebagai pelayan lelaki hidung belang.
“Saya nggak tahan. Saya nggak bisa melihat anak-anak remaja pakai gincu, kelihatan terpaksa pakai gincu, sementara di sebelahnya om-om gitu,” kata Eunike yang kemudian memutuskan untuk cepat-cepat pulang agar tak melihat pemandangan yang menyayat hatinya tersebut.
Menurut Eunike, remaja-remaja perempuan itu memutuskan bekerja seperti itu karena mereka terjebak dalam gaya pergaulan yang salah. Mereka perlu mengikuti gaya pergaulan teman-temannya, tapi mereka tak punya uang sehingga butuh cari uang terlebih dulu, dan salah satunya dengan cara seperti itu.
“Karena untuk yang remaja, dia itu kan sangat terpengaruh dengan peer-nya (teman sebaya di lingkungan pergaulan). Peer-nya itu adalah lingkungan dekatnya sendiri,” pungkas Eunike.