Mahabharata, Karya Sastra India yang Berpengaruh di Indonesia
https://www.naviri.org/2019/04/mahabharata-karya-sastra-india.html
Naviri Magazine - Mahabharata adalah karya sastra kuno yang konon ditulis oleh Begawan Byasa atau Vyasa dari India. Buku ini terdiri dari delapan belas kitab, sehingga dinamakan Astadasaparwa (asta = 8, dasa = 10, parwa = kitab). Namun, ada pula yang meyakini bahwa kisah ini sesungguhnya merupakan kumpulan dari banyak cerita yang semula terpencar-pencar, yang dikumpulkan semenjak abad ke-4 sebelum Masehi.
Secara singkat, Mahabharata menceritakan kisah konflik para Pandawa Lima dengan saudara sepupu mereka, Sang Seratus Kurawa, mengenai sengketa hak pemerintahan tanah negara Astina. Puncaknya adalah perang Bharatayudha di medan Kurusetra, dan pertempuran berlangsung selama delapan belas hari.
Pengaruh dalam budaya
Selain berisi cerita kepahlawanan (wiracarita), Mahabharata juga mengandung nilai-nilai Hindu, mitologi, dan berbagai petunjuk lainnya. Oleh sebab itu, kisah Mahabharata dianggap suci, teristimewa oleh pemeluk agama Hindu. Kisah yang semula ditulis dalam bahasa Sansekerta ini kemudian disalin dalam berbagai bahasa, terutama mengikuti perkembangan peradaban Hindu pada masa lampau di Asia, termasuk di Asia Tenggara.
Di Indonesia, salinan berbagai bagian dari Mahabharata, seperti Adiparwa, Wirataparwa, Bhismaparwa, dan mungkin juga beberapa parwa yang lain, diketahui telah digubah dalam bentuk prosa bahasa Kawi (Jawa Kuno) semenjak akhir abad ke-10 Masehi. Yakni pada masa pemerintahan raja Dharmawangsa Teguh (991-1016 M) dari Kadiri. Karena sifatnya, bentuk prosa ini dikenal juga sebagai sastra parwa.
Yang lebih populer dalam masa-masa kemudian adalah penggubahan cerita dalam bentuk kakawin, yakni puisi lawas dengan metrum India berbahasa Jawa Kuno. Salah satu yang terkenal ialah kakawin Arjunawiwaha (Arjunawiwaha, perkawinan Arjuna) gubahan Mpu Kanwa. Karya yang diduga ditulis antara 1028-1035 M ini (Zoetmulder, 1984) dipersembahkan untuk raja Airlangga dari kerajaan Medang Kamulan, menantu raja Dharmawangsa.
Karya sastra lain yang juga terkenal adalah kakawin Bharatayudha, yang digubah oleh Mpu Sedah, dan belakangan diselesaikan oleh Mpu Panuluh (Panaluh). Kakawin ini dipersembahkan bagi Prabu Jayabhaya (1135-1157 M), ditulis pada sekitar akhir masa pemerintahan raja Daha (Kediri) tersebut.
Di luar itu, Mpu Panuluh juga menulis kakawin Hariwangsa di masa Jayabaya, dan diperkirakan pula menggubah Gatotkacasraya di masa raja Kertajaya (1194-1222 M) dari Kediri.
Beberapa kakawin lain turunan Mahabharata yang juga penting untuk disebut, di antaranya adalah Krisnayana (karya Mpu Triguna) dan Bhomantaka (pengarang tak dikenal), keduanya dari zaman kerajaan Kediri, dan Parthayajña (Mpu Tanakung) di akhir zaman Majapahit. Salinan naskah-naskah kuno yang tertulis dalam lembar-lembar daun lontar tersebut juga diketahui tersimpan di Bali.
Di samping itu, mahakarya sastra tersebut juga berkembang dan memberikan inspirasi bagi berbagai bentuk budaya dan seni pengungkapan, terutama di Jawa dan Bali, mulai dari seni patung dan seni ukir (relief) pada candi-candi, seni tari, seni lukis, hingga seni pertunjukan seperti wayang kulit dan wayang orang.
Di dalam masa yang lebih belakangan, kitab Bharatayudha telah disalin pula oleh pujangga keraton Surakarta, Yasadipura, ke dalam bahasa Jawa modern pada sekitar abad ke-18.
Dalam dunia sastra populer Indonesia, cerita Mahabharata juga disajikan melalui bentuk komik, yang membuat cerita ini dikenal luas di kalangan awam. Salah satu yang terkenal adalah karya R.A. Kosasih.