Kisah Nyata di Balik Film Hotel Mumbai yang Mencekam
https://www.naviri.org/2019/04/kisah-nyata-di-balik-film-hotel-mumbai.html
Naviri Magazine - Pada 2008, Kota Mumbai, India, mendapat serangkaian serangan teror oleh kelompok militan Lashkar-e-Taiba. Sepanjang operasi, para militan yang berjumlah sepuluh orang dengan tujuan berjihad ini, berhubungan via telepon dengan atasan mereka yang bermarkas di Pakistan.
Serangan yang berlangsung selama 26-29 November itu menewaskan setidaknya 174 orang, termasuk 9 teroris, dan 300 orang luka-luka. Banyak lokasi menjadi sasaran. Termasuk rumah sakit, restoran, stasiun kereta, pusat komunitas Yahudi, serta Hotel Taj Mahal Palace yang penuh wisatawan asing.
Sesungguhnya, ada satu hotel lagi yang juga jadi lokasi serangan, yakni Trident Oberoi Hotel. Tapi kru memutuskan hanya fokus pada Hotel Taj Mahal Palace. Hotel ini memang bukan lokasi serangan terorisme yang paling memakan korban, namun film ini ingin menceritakan bagaimana para staf yang bekerja di sana sangat melindungi tamunya.
Dengan motto ‘Guest is God’, mereka mempertaruhkan diri melindungi tamu, padahal mereka punya keluarga yang menunggu dengan waswas di rumah.
Di antara staf hotel yang berdedikasi adalah koki terkenal, Hemant Oberoi (Anupam Kher), dan pelayan, Arjun (Dev Patel), yang berupaya habis-habisan melindungi para tamu.
Saat serangan tersebut berlangsung, pasutri yang putus asa, Zahra (Nazanin Boniadi) dan David (Armie Hammer), dipaksa membuat pengorbanan yang tidak terpikirkan; mencari dan melindungi anak laki-laki mereka yang baru lahir bersama pengasuhnya, Sally (Tilda Cobham-Hervey).
Penggambaran kalut, waswas, dan putus asa yang sangat nyata, membuat penonton ikut terbawa arus. Sejak awal hingga akhir film, penonton seakan diajak untuk tidak boleh tenang, dan harus menyiapkan mental setiap waktu.
Setiap gerakan yang dibuat oleh kelompok teroris dan para tamu sungguh membuat hati tidak tenang, takut dengan apa yang akan terjadi beberapa menit ke depan. Terlebih lagi, dialog yang digunakan banyak diambil langsung dari hasil transkrip panggilan telepon antara para teroris. Membuat horor yang ditimbulkan para pelaku terasa semakin nyata.
Menonton film ini rasanya tidak menyenangkan, sebab apa yang orang katakan mengenai ‘terrorism has no religion’ adalah salah besar. Faktanya, pelaku teroris memang memiliki agama. Namun apa yang mereka lakukan, seperti membunuh orang-orang yang tidak bersalah, adalah hasil dari pembelajaran sesat dan tidak benar yang berkedok agama.
Meski demikian, film ini sempat dikritik karena tak secara jelas menyebut peran para teroris Pakistan yang terlibat. Bahkan, teroris Amerika berdarah Pakistan, David Coleman Headley, tidak disebut dalam film. Padahal ia adalah perencana bom Mumbai, dan kini tengah ditahan di AS. Sutradara Anthony Maras beralasan bahwa film ini fokus pada sudut pandang para korban dan staf hotel.
Film hasil produksi bersama Australia-AS ini diputar perdana di Toronto International Film Festival (TIFF) pada 7 September 2018 dan menerima standing ovation. Film ini berhasil meraup lebih dari US$3,1 juta pada akhir pekan kedua setelah membuka 924 teater pada 29 Maret di Amerika Serikat.
‘Hotel Mumbai’ produksi A Hamilton and Electric Pictures Production ini juga sempat ditarik dari bioskop di Selandia Baru, karena tragedi penembakan terorisme di masjid di Kota Christchurch pada 15 Maret 2019 lalu, dan mulai tayang kembali pada 28 Maret.