Siapa yang Lebih Hebat, Sherlock Holmes atau Hercule Poirot?
https://www.naviri.org/2019/03/sherlock-holmes-hercule-poirot.html
Naviri Magazine - Siapakah yang lebih hebat, antara Sherlock Holmes dan Hercule Poirot? Pertanyaan itu bisa jadi menyuguhkan jawaban beragam, dan orang-orang—khususnya penggemar mereka—bisa jadi punya jawaban berbeda. Kenyataannya, Sherlock Holmes atau pun Hercule Poirot sama-sama hebat dan brilian, meski keduanya juga sama-sama hanya hidup di dunia fiksi.
Di dunia novel detektif, ada dua karakter terkenal, yaitu Sherlock Holmes dan Hercule Poirot. Kedua karakter tersebut merupakan ciptaan pengarang Inggris, yaitu Sir Arthur Conan Doyle dan Agatha Christie.
Dikisahkan, Holmes maupun Poirot sangat jenius. Mereka mampu menyelesaikan kasus-kasus yang tak terpecahkan. Ketika semua polisi atau detektif dari Scotland Yard angkat tangan, mereka mampu mengungkapkan teka-teki modus kejahatan dengan brilian.
Ada beberapa kesamaan di antara keduanya:
1. Mereka cemerlang sebagai detektif.
2. Mereka berdua senang mengisap tembakau dengan pipa.
3. Mereka tidak menikah.
4. Sama-sama memiliki teman setia, Sherlock Holmes dengan Dr. Watson sedang Hercule Poirot dengan Arthur Hasting. Dan keduanya beroperasi di Inggris.
Namun, ada beberapa perbedaan di antara mereka berdua. Sherlock Holmes berperawakan normal sebagaimana rata-rata orang Inggris, sedang Hercule Poirot berbadan pendek dengan kumis kebanggaannya yang panjang. Sherlock berasal dari Inggris, sedang Hercule kelahiran Belgia.
Namun, yang paling penting diamati ialah cara mereka berpikir atau metode yang dipilih dalam mengungkap suatu kasus. Ketika memecahkan teka-teki suatu kasus, Sherlock Holmes sangat aktif. Dia tidak puas hanya mengandalkan keterangan dari para saksi maupun korban. Dia harus ke lapangan mengumpulkan fakta dan data bagaimana pun caranya, biasanya dengan cara yang cerdas pula.
Sering sekali, Sherlock Holmes melakukan penyamaran yang canggih, bahkan tidak mengharamkan adu fisik. Dengan hasil kerja kerasnya, Holmes merekonstruksi peristiwa kriminal dengan tepat dan tak disangka-sangka oleh detektif manapun. Itulah sebabnya mengapa sosok Sherlock Holmes sering digambarkan dengan kaca pembesar di tangannya. Dia sangat peduli dengan detail-detail yang orang lain tidak memperhatikannya.
Tidak puas dengan itu semua, dia juga terkadang harus merekayasa suatu jebakan canggih, dan membuat tersangka terperangkap. Sebagai tambahan, di masa mudanya, Sherlock Holmes pernah mengambil mata kuliah kedokteran, dan selama kuliah dia kerap melakukan berbagai eksperimen.
Berbeda dengan Hercule Poirot. Dia seorang perfeksionis, segala sesuatu di sekelilingnya, termasuk pakaian, harus teratur. Dia akan sangat terganggu jika melihat ada lukisan yang terpasang miring di dinding, atau letak barang-barang yang tidak simetris. Semua harus serba rapi, tidak ada penyimpangan kecil yang terlewatkan oleh mata Poirot. Itulah kunci kesuksesannya.
Dia bisa menemukan kejanggalan dari keterangan pelaku, walaupun sangat tersamar, padahal detektif lainnya tidak menemukan apa-apa. Satu hal yang membedakan dengan Sherlock Holmes, Hercule Poirot bukanlah anjing pelacak yang mengendus-endus jalanan untuk mencari jejak. Dia lebih senang duduk di kursi santai, sambil mengisap tembakau untuk mengaktifkan sel abu-abu yang ada di otaknya.
Dia yakin, kunci kecerdasan manusia ada pada sel abu-abu di otak. Sedangkan yang menjadi alat utama dalam pengungkapan suatu kasus adalah psikologi. Hercule sangat terampil membedakan orang yang berbakat menjadi pembunuh dan yang tidak.
Sekarang kita mempunyai dua contoh cara berpikir atau cara menyelesaikan masalah. Setiap manusia memiliki keunikan masing-masing. Begitu pula dalam hal berpikir dan berproses. Namun, mungkin, tidak semua orang cocok dengan metode Hercule Poirot, khususnya bagi orang biasa atau orang kebanyakan.
Barangkali memang ada orang dengan kecerdasan luar biasa seperti Hercule Poirot, sehingga bisa menjawab semua persoalan di kursi malas sambil menghisap cerutu. Akan tetapi, proses berpikir kebanyakan orang tidak bisa hanya duduk santai sambil merenung, karena kadang juga harus bergerak aktif dan melakukan eksperimen untuk membuktikan atau menjawab suatu hal.