Rahasia Hidup Tenteram dan Bahagia Menurut Ki Ageng Suryomentaram
https://www.naviri.org/2019/03/rahasia-hidup-tenteram-dan-bahagia.html
Naviri Magazine - Ki Ageng Suryomentaram adalah seorang pangeran yang memilih meninggalkan istana dan menjalani kehidupan sebagai orang biasa. Dalam pengembaraan hidupnya itulah dia banyak mempelajari kehidupan manusia, dan menulis beberapa buku tentang hidup dan kebahagiaan.
Suryomentaram tertarik mempelajari ilmu jiwa atau psikologi. Ia mencurahkan daya dan perhatiannya untuk menyelidiki alam kejiwaan manusia dengan menggunakan dirinya sebagai kelinci percobaan, demikian menurut J.B. Adimassana dalam Ki Ageng Suryomentaram tentang Citra Manusia (1986).
Adimassana menambahkan, pemahaman Suryomentaram tentang manusia seluruhnya bertitik tolak dari pengamatannya terhadap diri sendiri. Ia merasakan, menggagas dan menginginkan sesuatu, menandai adanya gerak kehidupan di dalam batin manusia. Suryomentaram mencoba membuka rahasia kejiwaan manusia yang dilihatnya sebagai sumber yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.
Dari eksperimen tersebut, Suryomentaram menyimpulkan bahwa manusia tidak bisa melepaskan diri dari dunia yang melingkupinya. Manusia selalu bergaul dengan lingkungan di sekitarnya dan selalu terkait dengan itu, yang kemudian menunjukkan perilaku manusia tersebut.
Alasan itulah yang membuat Suryomentaram sungguh-sungguh mantap keluar dari istana, dari lingkungan keraton yang bermewah-mewahan. Ia ingin bersatu dengan alam dan kehidupan manusia yang sebenar-benarnya, sehingga antara dirinya dengan lingkungan yang melingkupinya bisa tercipta keselarasan, baik lahir maupun batin.
Suryomentaram, seperti yang tertulis dalam Puncak Makrifat Jawa: Pengembaraan Batin Ki Ageng Suryomentaram (2012) karya Muhaji Fikriono, sangat yakin bahwa untuk memahami manusia yang universal cukup dengan mengamati dan menyadari rasa yang ada pada diri sendiri.
Apa yang didalami Suryomentaram dikenal dengan istilah kawruh jiwa atau kawruh begja (ilmu bahagia). Menurut Abdul Kholik & Fathul Himam dalam “Konsep Psikoterapi Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram” yang dimuat di Gadjah Mada Journal of Psychology (Mei 2015), ia menjadikan metode itu sebagai perangkat analisis olah rasa untuk mengembangkan kualitas hidup dengan landasan introspeksi diri.
Meskipun mendalami ilmu kebatinan, Suryomentaram menghindari unsur mistik atau klenik, ia berangkat dari hal-hal yang nyata dan ilmiah. Oleh karena itu, Suryomentaram memilih memakai kata kawruh yang lebih rasional, daripada kata ngelmu yang lekat dengan konteks mistis.
Rasa bahagia, bagi Suryomentaram, berasal dari diri manusia itu sendiri. Ada tiga unsur utama yang ada dan kekal dalam diri manusia, yang oleh Suryomentaram disebut sebagai “Zat, Kehendak, dan Aku”. Ketiga unsur ini merupakan asal dari segala sesuatu.
“Zat itu ada, tidak merasa apa-apa, dan tidak merasa ada. Kehendak itu ada, merasa apa-apa, dan tidak merasa ada. Aku ada, tidak merasa apa-apa, dan merasa ada,” demikian rumusan bahagia ala Ki Ageng Suryomentaram, seperti dikutip dari Al-Ikhlash: Bersihkan Iman dengan Surah Kemurnian (2008) karya Achmad Chodjim.
Suryomentaram menebarkan apa yang dipelajarinya dengan memberikan ceramah di berbagai tempat. Bahkan, ia pernah diundang Presiden Sukarno ke Istana Merdeka, Jakarta, pada 1957. Kepada Suryomentaram, yang menghadap dengan pakaian sederhana, Bung Karno meminta nasihat dalam mengelola negara.
Sebelum wafat pada 18 Maret 1962, Suryomentaram telah menghasilkan sejumlah karya yang ditulis dalam bahasa Jawa, seperti Pangawikan Pribadi, Kawruh Pamomong, Piageming Gesang, Ilmu Jiwa, Aku Iki Wong Apa, dan lainnya. Ajaran kebahagiaan Suryomentaram hingga kini terus dipelajari dan diterapkan oleh komunitas budaya yang tersebar di sejumlah tempat di Jawa.