YouTube Panik karena Banyak Video Mendapat Serangan Dislike
https://www.naviri.org/2019/02/youtube-panik.html
Naviri Magazine - Kalau kita menonton video di YouTube, kita akan mendapati fitur Like dan Dislike yang ada di bawah video. Fitur itu memungkinkan penonton untuk memberi penilaian singkat mengenai video yang ditonton, apakah menyukainya atau tidak. Dalam beberapa kasus, sebuah video bisa mendapatkan banyak like, atau justru mendapatkan banyak sekali dislike.
Istilah “dislike mobs” cukup familiar di kancah YouTube, merujuk pada netizen yang terburu-buru memberikan jempol bawah (dislike) tanpa benar-benar menonton sebuah video. Tren ini biasanya dipicu komentar negatif atau jumlah dislike di video tertentu yang terlanjur banyak.
Salah satu contohnya adalah video YouTube Rewind terbaru yang menuai banjir dislike, lantaran dinilai tak mewakili sebagian fenomena kreator pada 2018. Dampaknya terbilang negatif, mulai dari masifnya ujaran kebencian (hate speech) hingga keengganan para kreator untuk berekspresi dan berkarya.
YouTube pun tengah mencari solusi terbaik untuk mengurangi serangan dislike macam ini.
Director of Project Manager YouTube, Tom Leung, membeberkan beberapa alternatif yang hendak ditempuh, dalam sebuah video berdurasi sembilan menit yang ditayangkan di channel YouTube “Creator Insider”.
Alternatif pertama, YouTube bakal menyembunyikan metrik video secara default. Artinya, netizen tak bakal bisa melihat jumlah like dan dislike sebuah video, kecuali kreatornya memilih untuk mengumbar informasi tersebut ke publik.
Mekanisme ini mungkin bisa meredam serangan dislike mobs, tetapi respons positif juga tak bakal dilihat publik. Padahal, respons positif netizen akan sebuah video sangat krusial untuk beberapa keperluan.
Karena itu, Tom Leung pun memberikan alternatif kedua. Konsepnya simpel, yakni memperingatkan netizen ketika hendak memberikan dislike ke video.
“Ketika netizen ingin dislike, barangkali ada kotak yang muncul dan mempertanyakan kenapa video itu di-dislike. Konsep tersebut sekaligus memberikan respons yang lebih intim ke kreator,” kata dia.
Akan tetapi, konsep demikian sulit dikembangkan, apalgi ketika harus mengoleksi semua respons yang masuk untuk kreator.
Alternatif terakhir, yang menurut Tom Leung sangat ekstrem, adalah meniadakan tombol dislike sama sekali. Masalahnya, mekanisme ini cenderung tak demokratis. “Tak semua yang memberikan dislike pada video adalah dislike mobs,” ujarnya.
YouTube masih terus membuka berbagai alternatif untuk mengurangi dislike mobs. Belum jelas cara seperti apa yang dianggap paling efektif dan efisien untuk diimplementasikan. Kita tunggu saja.
Baca juga: Ini 3 YouTuber Indonesia dan Dunia dengan Penghasilan Terbesar