Utang Luar Negeri Pemerintah Menggerus Cadangan Devisa Negara
https://www.naviri.org/2019/02/utang-luar-negeri-pemerintah.html
Naviri Magazine - Bagaimana pun, utang akan menjadi beban yang harus dibayar atau dilunasi, dan untuk itu kita harus menganggarkan dana khusus, meski diambil dari sumber lain. Gambaran semacam itu juga terjadi pada utang yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.
Di tengah arus modal asing yang kembali mengalir ke dalam negeri, cadangan devisa justru harus tergerus hingga setengah miliar dolar AS lebih, selama Januari 2019.
Bank Indonesia mencatat, posisi cadangan devisa Indonesia turun $600 juta AS menjadi $120,1 miliar AS pada Januari 2019, dari $120,7 miliar AS pada akhir Desember 2018. Penurunan ini terutama dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Padahal, sebelumnya, cadangan devisa berangsur membaik mulai September 2018, hingga kembali ke kisaran $120 miliar AS pada akhir Desember 2018. Hal itu terjadi seiring penerbitan surat utang global dan penarikan pinjaman luar negeri oleh pemerintah, penerimaan devisa minyak dan gas (migas), hingga berkurangnya kebutuhan untuk intervensi lantaran nilai tukar rupiah lebih stabil bahkan cenderung menguat.
Meski begitu, BI menyatakan cadangan devisa masih dalam level yang aman. Cadangan devisa cukup untuk membiayai 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor, serta pembayaran utang luar negeri pemerintah. “Di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor,” demikian tertulis dalam siaran pers BI, Kamis (7/2/2019).
BI menilai, cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal, serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Ke depan, BI memandang cadangan devisa akan tetap memadai.
“Cadangan devisa tetap memadai, didukung keyakinan terhadap stabilitas dan prospek perekonomian domestik yang tetap baik, serta kinerja ekspor yang tetap positif," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Agusman, dalam keterangan resmi.
Penggunaan devisa untuk melunasi utang luar negeri (ULN) terus meningkat setiap tahun. Baik pemerintah maupun swasta, sama-sama mencatat pertumbuhan utang, dengan komposisi yang semakin berimbang. Hingga November 2018, jumlahnya masing-masing mencapai $180,5 miliar AS milik pemerintah, dan $189,35 miliar AS oleh swasta.
Secara keseluruhan, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) telah mencapai 30,25 persen. Angka ini telah separuh dari batas yang ditetapkan dalam Undang-Undang Keuangan Negara, yaitu 60 persen PDB.
Selain itu, pembayaran bunga utang pemerintah juga terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Selain karena nominal outstanding utang yang meningkat, kenaikan bunga utang juga akibat tingkat imbal hasil surat utang pemerintah yang terbilang tinggi.
Dua kondisi inilah yang kerap diperdebatkan publik. Isu utang pemerintah juga kerap digunakan pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno untuk mengkritik pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Utang masih aman
Kendati demikian, Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan utang pemerintah Indonesia relatif aman. Tapi bukan berarti pemerintah boleh terlena pada keadaan. "Utang kita masih aman, tapi bukan berarti kita tidak perlu berhati-hati," ungkap Chatib, dalam akun Twitter-nya.
Menurut Chatib, jika pemerintah menjaga keseimbangan primer dan mendorong pertumbuhan, rasio tersebut bisa semakin menurun. Chatib menjelaskan, tantangannya saat ini adalah bagaimana mendorong pertumbuhan ekonomi lebih cepat. Sebab, dalam bayangannya, Indonesia tidak bisa terus menerus tumbuh hanya 5 persen.
"Tahun 2060, Indonesia akan masuk dalam aging population. Jika terus tumbuh hanya 5 persen, maka ada risiko kita tua sebelum kaya," ujar Chatib.
Tantangan berikutnya, kata Chatib, bagaimana defisit keseimbangan primer yang menurun bisa menjadi multiplier efek yang tinggi. "Jawabannya yang paling utama harus diperhatikan adalah kualitas belanja."
Menurutnya, dari setiap rupiah yang dibelanjakan harus diperoleh hasil optimal. Secara intuitif, kata dia, utang tidak bermasalah jika return yang diperoleh dari aktivitas ekonomi yang dibiayai oleh utang lebih besar dari bunga utang yang harus dibayar.