Tuntunan Islam Dalam Menghadapi Musibah dan Kebahagiaan
https://www.naviri.org/2019/02/tuntunan-islam-dalam-menghadapi-musibah.html
Naviri Magazine - Beriman kepada takdir akan mengantarkan kita kepada hikmah penciptaan yang mendalam, yaitu bahwa segala sesuatu telah ditentukan. Sesuatu tidak akan menimpa kita kecuali telah Allah tentukan kejadiannya, demikian pula sebaliknya.
Apabila kita telah paham dengan hikmah penciptaan ini, kita akan mengetahui dengan keyakinan yang dalam bahwa segala sesuatu yang datang dalam kehidupan kita tidak lain merupakan ketentuan Allah atas diri kita.
Sehingga ketika musibah datang menerpa perjalanan hidup, kita akan lebih bijak dalam memandang dan menyikapinya. Demikian pula ketika kita memperoleh kebahagiaan, kita tidak akan lupa untuk mensyukuri nikmat Allah yang tiada henti.
Manusia memiliki keinginan dan kehendak, tetapi keinginan dan kehendaknya mengikuti keinginan dan kehendak Rabbnya. Golongan Ahlus Sunnah menetapkan dan meyakini bahwa segala yang telah ditentukan, ditetapkan dan diperbuat oleh Allah memiliki hikmah, dan segala usaha yang dilakukan manusia akan membawa hasil atas kehendak Allah.
Tidak setiap hal akan berjalan sesuai dengan yang kita harapkan, maka hendaklah kita menyerahkan semuanya, dan beriman kepada apa yang telah Allah tentukan. Jangan sampai hati kita menjadi goncang karena sedikit ’sentilan’, sehingga muncullah bisikan-bisikan dan pikiran-pikiran yang akan mengurangi nikmat iman kita.
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berusahalah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu, dan mintalah pertolongan Allah, dan janganlah sampai kamu lemah (semangat). Jika sesuatu menimpamu, janganlah engkau berkata ’seandainya aku melakukan ini dan itu, niscaya akan begini dan begitu.’ Akan tetapi katakanlah ‘Qodarullah wa maa-syaa-a fa’ala (Allah telah menakdirkan segalanya dan apa yang dikehendaki-Nya pasti dilakukan-Nya).’ Karena sesungguhnya (kata) ’seandainya’ itu akan mengawali perbuatan setan.” (Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya (no. 2664))
Tidak ada seorang pun yang dapat bertindak untuk mengubah apa yang telah Allah tetapkan untuknya. Maka tidak ada seorang pun juga yang dapat mengurangi sesuatu dari ketentuan-Nya, juga tidak bisa menambahnya, untuk selamanya. Ini adalah perkara yang telah ditetapkan-Nya dan telah selesai penentuannya. Pena telah terangkat dan lembaran telah kering.
Berdalih dengan takdir diperbolehkan ketika mendapati musibah dan cobaan, namun jangan sekali-kali berdalih dengan takdir dalam hal perbuatan dosa dan kesalahan. Setiap manusia tidak boleh memasrahkan diri kepada takdir tanpa melakukan usaha apa pun, karena hal ini akan menyelisihi sunnatullah. Oleh karena itu, berusahalah semampunya, kemudian bertawakkallah.
Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya, “Dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Al-Anfaal: 61)
“Barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupi (keperluan)-nya.” (Qs. Ath-Thalaq: 3)
Dan jika kita mendapatkan musibah atau cobaan, janganlah berputus asa dari rahmat Allah dan janganlah bersungut-sungut, tetapi bersabarlah. Karena sabar adalah perisai seorang mukmin yang dia bersaudara kandung dengan kemenangan.
Ingatlah bahwa musibah atau cobaan yang menimpa kita hanyalah musibah kecil, karena musibah dan cobaan terbesar adalah wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana disebutkan dalam sabdanya, “Jika salah seorang di antara kalian tertimpa musibah, maka ingatlah musibah yang menimpaku, sungguh ia merupakan musibah yang paling besar.” (Shahih li ghairih, riwayat Ibnu Sa’ad dalam Ath-Thabaqat (II/375), Ad-Darimi (I/40))
Apabila hati kita telah yakin dengan setiap ketentuan Allah, maka segala urusan akan menjadi lebih ringan, dan tidak akan ada kegundahan maupun kegelisahan yang muncul dalam diri kita, sehingga kita akan lebih semangat lagi dalam melakukan segala urusan tanpa merasa khawatir mengenai apa yang akan terjadi kemudian.
Karena kita akan menggenggam tawakal sebagai perbekalan ketika menjalani urusan, dan kita akan menghunus kesabaran kala ujian datang menghadang.
Baca juga: Mengenal Macam-macam Tawadhu’ atau Rendah Hati Dalam Ajaran Islam