Sejarah Rumah-rumah Mewah Kalangan Miliuner di New York
https://www.naviri.org/2019/02/rumah-mewah-kalangan-miliuner.html
Naviri Magazine - Hunian-hunian mewah dalam gedung apartemen bersejarah di New York selalu menarik untuk disimak. Namun, para pesohor dan jutawan yang memiliki hunian tersebut tentu tidak membuka pintunya setiap hari.
Karena itu, arsitek Geoffrey Lynch mengabadikan hunian-hunian mewah di Manhattan, New York, Amerika Serikat, dan membaginya dalam buku berjudul Manhattan Classic: New York’s Finest Prewar Apartments. Melalui Princeton Architectural Press, siapa pun bisa menikmati keindahan interior dan eksterior hunian milik "satu persen penduduk Manhattan".
Dalam rangka pembuatan buku tersebut, Lynch mengelilingi 80 hunian yang tidak hanya mewah, namun juga dibangun oleh arsitek terkenal di zaman keemasan arsitektur New York. Tepatnya mulai akhir abad ke-19, hingga paruh pertama abad ke-20. Menurut Lynch, ada hal istimewa di balik bangunan apartemen sebelum Perang Dunia.
Bangunan-bangunan sebelum Perang Dunia dibangun dalam waktu dan tipe yang hampir bersamaan, yaitu sekitar tahun 1870. Menurut Lynch, tipe bangunan serupa terus menjamur hingga 60 tahun setelahnya.
Hal ini sejalan dengan ledakan jumlah penduduk. Pada 1850, penduduk New York yang tercatat hanya sekitar 500.000 orang. Pada 1910, jumlah tersebut membengkak hingga mencapai hampir lima juta orang.
"Setiap lingkungan tampaknya menggandakan hingga tiga kali ketinggian bangunannya. Satu deret townhouse empat lantai dirubuhkan untuk membangun apartemen setinggi 15 lantai," ujar Lynch dalam kata pengantar bukunya.
Lynch tentu tidak lupa menyebutkan pihak-pihak yang berjasa mendesain dan membangun gedung-gedung tersebut. Dia menyebutkan beberapa nama seperti Rosario Candela, Bing & Bing, dan Schwartz & Gross.
Candela gemar mendesain interior dengan area terbuka di tengah-tengah ruangan, Bing & Bing dengan sentuhan Art Deco, serta Schwartz & Gross dengan sentuhan hangat bata ekspos. Merekalah para kreator, penggila detil, yang mewujudkan kehadiran mansion-mansion atau rumah besar di angkasa.
"Seringnya, para arsitek sebelum Perang Dunia belajar secara otodidak, mereka imigran generasi pertama yang tidak mampu mengenyam pendidikan sekolah arsitektur," tulis Lynch.
Dia menambahkan bahwa para desainer belajar langsung di lapangan ketika magang. Selanjutnya, para desainer ini membangun dengan serius berbagai hunian istimewa. Hunian tersebut lengkap dengan lantai kayu, dinding hias, dan kenop kuningan untuk meyakinkan penduduk New York keluar dari rumahnya dan tinggal di apartemen mewah.
Sayangnya, semua ini terhenti ketika masa Depresi Besar tiba di Amerika Serikat. Bank tidak lagi menyediakan pinjaman bagi pengembang, dan pembangunan apartemen dihentikan. Otomatis, usailah sudah masa pembangunan gedung-gedung sebelum Perang Dunia.
Depresi Besar sudah berakhir, kini siapa pun bisa kembali menyaksikan pria-pria berseragam atau doorman di pintu depan apartemen mewah New York. Lobi-lobi berpenerang chandelier dengan pendar temaram yang dipantulkan lantai marmer, serta hunian-hunian luas di angkasa pun hadir kembali.
"Kebanyakan apartemen di buku ini harganya antara dua juta dollar AS hingga 60 juta dollar AS," ujar Lynch. Itu pun, imbuh Lynch, jika mereka ingin menjualnya. Sama seperti keadaan di Kelapa Gading, para jutawan ini enggan melepaskan properti yang dimilikinya di New York.
Baca juga: Kisah Orang-orang yang Ingin Mendirikan Negara Baru dengan Bitcoin