Memahami Perbedaan Rendah Hati dan Menghinakan Diri
https://www.naviri.org/2019/02/rendah-hati.html
Naviri Magazine - Kita sering mendengar istilah tawadhu’ (rendah hati) dan menghinakan diri. Keduanya sangat berbeda. Sifat tawadhu’ muncul atas dasar ilmu dan pengetahuannya kepada Allah, dan karena pengagungan dan kecintaan kepada-Nya, serta kesadaran intropeksi terhadap aib pribadi.
Semua hal tersebut melahirkan sifat tawadhu’ dalam dirinya. Hatinya tunduk kepada Allah, patuh dan berserah diri, serta mempunyai sifat kasih sayang kepada manusia. Ia melihat tidak mempunyai keutamaan atas orang lain, dan tidak merasa benar sendiri atas orang lain. Akhlak semacam ini hanyalah pemberian Allah kepada hamba-Nya yang dicintai dan yang dimuliakan, serta dekat kepadaNya.
Adapun menghinakan diri adalah merendahkan dan menghinakan dirinya kepada orang lain, untuk meraih bagian dan kelezatan syahwatnya. Seperti perendahan diri karyawan karena ingin mendapat sesuatu yang diinginkan dari atasannya, kepatuhan orang yang diajak maksiat kepada orang yang mengajaknya, atau kepatuhan orang yang ingin meraih bagian dunia kepada orang yang ia harapkan.
Semua ini adalah bentuk penghinaan diri, dan bukan tawadhu’. Allah hanya mencintai orang-orang yang tawadhu’ dan membenci perendahan dan penghinaan diri.
Imam Ahmad bin Abdurrahman al-Maqdisi rahimahullah mengatakan, “Sikap pertengahan adalah dengan tawadhu’ tanpa merendahkan diri, dan ini adalah terpuji. Sikap tawadhu’ yang terpuji adalah berbuat adil, yaitu memberikan kepada setiap orang yang mempunyai kedudukan haknya.”
Baca juga: Ini 4 Tingkatan Takdir yang Perlu Dipahami Setiap Muslim