Ini Penyebab Banyak Orang Galak dan Kasar di Dunia Maya
https://www.naviri.org/2019/02/penyebab-banyak-orang-galak-di-internet.html
Naviri Magazine - Tidak semua orang berperilaku baik, kadang ada beberapa orang yang menunjukkan perilaku sebaliknya. Hal semacam itu tidak hanya ada di dunia nyata, namun juga di dunia maya. Tidak semua orang yang berinteraksi dengan kita di dunia maya bersikap sopan. Sebagian dari mereka kadang menujukkan sikap kasar atau galak.
Art Markman, seorang profesor psikologi dari University of Texas, menyebut bahwa makin ke sini, kolom komentar cenderung “luar biasa agresif” tanpa bertujuan untuk memecahkan persoalan apapun.
“Pada akhirnya, Anda merasa tiada seorang pun yang mendengarkan. Merasakan pengalaman emosional yang tidak dapat menyelesaikan masalah secara sehat, jelas bukan hal yang bagus,” ujar Markman.
Berdasarkan analisisnya, Markman juga menyebut ada empat faktor mengapa orang bersedia menghabiskan waktu untuk berkelahi di dunia maya:
(1) Orang dapat menyamarkan identitas menjadi anonim di internet, sehingga mereka bisa mengelak dari tanggung jawab akibat kemarahan mereka. (2) Mereka berada jauh dari target yang menjadi sosok kemarahan. (3) Lebih mudah bersikap jahat dalam menulis daripada berbicara. (4) Karena kolom komentar tidak terjadi secara real time, orang bisa bermonolog dalam sudut pandang yang ekstrem.
Pada poin nomor dua, Markman memberi catatan khusus: "Nada suara dan gerak tubuh memiliki pengaruh besar pada kemampuan Anda untuk memahami apa yang dikatakan seseorang. Semakin jauh jarak dialog tatap muka, semakin tidak presisinya waktu dalam berdialog, maka semakin sulit untuk berkomunikasi."
Maria Konnikova, psikolog keturunan Rusia-Amerika, dalam kolomnya di New Yorker yang berjudul ‘The Psychology of Online Comment’, juga turut mengamati perihal kekhawatiran para psikolog klasik terhadap komunikasi non-tatap muka yang dimediasi teknologi lawas, seperti surat dan telepon, hingga yang kekinian, seperti internet dan medsos.
Problem yang muncul adalah menurunnya kemampuan seseorang untuk memahami gestur non-verbal, nada bicara, hingga konteks. Tanpa hal-hal tersebut, kata Konnikova, dengan merujuk pada sejumlah riset, orang akan mudah untuk bersikap impersonal, dan menciptakan komunikasi yang dingin.
Situasi ini, terutama di negara yang menjunjung tinggi kebebasan berbicara, jadi salah satu faktor yang mendorong warganet lebih ekspresif dalam beropini—termasuk dalam mengomentari unggahan warganet lain.
Konnikova juga menyoroti bagaimana anonimitas turut menjadi faktor pemicu agresivitas seseorang dalam berkomentar. Ia menyinggung sejumlah penelitian yang mengungkap bagaimana anonimitas membuat orang melepas beban moral, sehingga ia bisa lebih terbuka sekaligus berani dalam berpendapat.
Konsekuensinya, warganet lain merasa berhak untuk menimpalinya juga dengan agresif. Situasi ini bak lingkaran setan, sebab komentar balasan juga sama-sama atau bahkan lebih agresif. Dunia medsos mengistilahkannya dengan kondisi triggered (terpicu).
Analisis lain mengenai perilaku agresif seseorang di dunia maya juga dikemukakan oleh Edward Wasserman, profesor bidang jurnalisme etika dari Washington dan Lee University.
Wasserman berbicara mengenai faktor eksternal yang mendukung perilaku tersebut: pengaruh buruk yang dihasilkan oleh media melalui produk mereka. Dalam konteks ini, ia juga menyoroti bagaimana acara televisi turut menjadi biang keroknya.
"Media arus utama, sayangnya, turut membuat kesalahkaprahan mengenai cara orang berbicara satu sama lain. Lihatlah Jerry Springer, Crossfire, Bill O'Reilly (sederet acara reality show yang populer di AS). Orang-orang menyimpulkan bahwa kemarahan merupakan percakapan sehari-hari, tentang bagaimana komunikasi publik diterjemahkan. Ini sama sekali salah,” demikian ujarnya, seperti dikutip artikel ‘Why Is Everyone on the Internet So Angry?’ yang tayang di Scientific American.
Baca juga: Ini 5 Orang yang Paling Dibenci di Internet, dan Alasannya