Kisah Penemuan Naskah Laut Mati yang Misterius (Bagian 2)
https://www.naviri.org/2019/02/penemuan-naskah-laut-mati-part-2.html
Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah Penemuan Naskah Laut Mati yang Misterius - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.
Sekte Saduki mempercayai bahwa arwah akan mengalami kematian bersamaan dengan kematian jasad. Sekte Saduki menerapkan ajaran Taurat secara sangat tekstual, dan dalam penafsiran teks-teks Taurat sama sekali terlepas logika akal, seperti halnya analogi.
Berdasarkan konsep teori penafsiran seperti itu, Sekte Saduki tidak mengimani keabadian arwah, tidak pula kebangkitan manusia sesudah mati, atau perhitungan amal perbuatan (hisab). Saduki juga tidak mempercayai adanya wujud malaikat dan jin. Karena, dalam pendirian Saduki, ajaran Taurat berdiri di atas prinsip kemaha-esaan Tuhan.
Oleh karena itu, tidak ada penyembahan berhala dan berikut ilah-ilah lain dalam keyakinan Saduki. Sedangkan kepercayaan pada hari kiamat dan hisab di kehidupan akhirat sesudah mati tidak disebutkan dalam kitabkitab yang dinisbatkan kepada Musa, tetapi tercantum dalam kitab Nabi-nabi, seperti halnya Yesaya.
Sementara sekte Saduki (Kelompok Pendeta) mendasarkan ajaran agama Yahudi hanya pada lima Kitab Taurat, yakni lima kitab pertama pada Perjanjian Lama (Kejadian, Eksodus, Orang-orang Levi, Bilangan, dan Ulangan).
Berdasarkan tulisan-tulisan Philo Judaeus, filsuf Yahudi dari Aleksandria yang hidup pada awal abad Masehi, dan Josephus, sejarawan yang hidup di Palestina dan penulis sejarah Yahudi untuk Romawi pada akhir abad pertama Masehi, kaum Esenes tersebut pernah ada di Palestina, tepatnya di kawasan terdekat dengan wilayah barat-laut pantai Laut Mati.
Dan berdasarkan pada sumber-sumber tulisan kuno, para penganut Sekte Esenes, meskipun mereka pemeluk Yahudi, mempunyai perbedaan yang amat mencolok dengan pemeluk Yahudi umumnya. Sebab mereka percaya pada keabadian arwah, pada perhitungan di hari akhir, dan mereka tidak melakukan ritus pengorbanan hewan sembelihan di kuil. Dan jumlah mereka relatif kecil, tidak lebih dari 4.000 orang pada awal abad pertama Masehi.
Para pengikut sekte Esenes terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, hidup seperti layaknya para rahib dan tidak menikah. Sedang kelompok kedua hidup bersahaja dan menikah.
Meskipun di antara keduanya ada perbedaan, namun semua penganut Esenes mempunyai semangat menjauhkan diri dari dunia materi dan kesenangan hidup. Tidak ada di antara mereka kelompok kaya dan kelompok miskin, karena semuanya menjadi satu dalam hak kepemilikian.
Esenes meyakini bahwa wujud materi, yakni jasad manusia, adalah wujud temporal yang fana. Sedangkan wujud yang hakiki ada di alam kehidupan arwah, dan oleh karena itu mereka tidak takut mati.
Orang-orang Esenes hidup dalam kelompok-kelompok secara sangat bersahaja, mengenakan selendang putih, yang menjadi ciri khas mereka. Rutinitas keseharian mereka dimulai dengan bangun pagi untuk melaksanakan shalat fajar, kemudian pergi ke ladang, karena sebagian besar matapencaharian mereka bercocok tanam.
Mereka mengerjakan shalat yang kedua saat matahari tenggelam, dan sesudah itu berkumpul bersama anggota keluarga untuk makan malam, yang umumnya terdiri dari roti dan satu jenis sayuran.
Bersuci dengan mempergunakan air sebelum melakukan shalat, merupakan tradisi ibadah sangat penting, dan dipegang teguh oleh para pengikut sekte Esenes. Bukan hal yang sederhana bagi siapa pun untuk menjadi anggota sekte Esenes, khususnya wanita, karena sekte Esenes tidak menerima keanggotaan kaum Hawa.
Yang berminat menjadi anggota sekte Esenes terlebih dulu harus lulus ujian panjang, yang berlangsung selama satu tahun. Jika yang bersangkutan lulus, ia baru diperbolehkan mengikuti ritual-ritual khusus selama dua tahun, dan baru benar-benar menjadi anggota pada tahun ketiga.
Orang-orang dari sekte Esenes mempunyai kebiasaan yang sangat unik. Mereka memanfaatkan sebagian besar waktu malam untuk membaca Taurat, juga Kitab Nabi-Nabi.
Perselisihan antara Esenes dan Saduki menjadi sebab bagi lahirnya sekte baru yang memiliki struktur kepercayaan moderat, yang dikenal dengan nama Farisi. Tersebarnya filsafat Plato, yang mempercayai adanya alam spiritual metafisis, berakibat munculnya keyakinan akan keabadian arwah sesudah mati.
Sekte Farisi percaya pada takdir, yang substansinya adalah segala sesuatu yang terjadi sesungguhnya telah ditentukan sebelumnya, dan tidak mungkin dihindari. Akan tetapi, mereka juga meyakini kebebasan manusia untuk berkehendak dan memilih.
Mereka mengatakan bahwa Tuhan akan memberi kemudahan bagi mereka yang berbuat kebajikan. Sedangkan orang yang meniti jalan kejahatan, Tuhan akan membiarkan dirinya dengan pilihannya itu.
Bertolak dari keyakinan itu, mereka mengatakan bahwa arwah orang-orang jahat akan ditempatkan dalam penjara abadi, dan mengalami siksaan sepanjang masa. Adapun arwah orang-orang yang baik, dalam pandangan Farisi, akan hidup kembati dalam jasad lain. Dengan ungkapan lain, mereka percaya pada inkarnasi atau kembalinya arwah ke bumi.
Sebagai usaha memberikan legitimasi atas penafsiran-penafsiran mereka yang sangat bertolak belakang dengan ajaran para pendeta, sekte Farisi mendirikan konsep teori baru yang mengatakan bahwa selain Taurat tertulis, Tuhan juga memberikan kepada Musa "Hukum Lisan" yang sampai kepada mereka melalui jalan periwayatan yang turun temurun, dan selanjutnya mereka mengabadikannya dalam Talmud.
Di samping itu, mereka juga mempergunakan logika akal dalam menafsirkan teks-teks kitab suci. Mereka berpendapat bahwa perubahan zaman akan berarti perubahan tuntutan, sehingga yang penting dalam hal ini adalah penerapan substansi hukum, bukan formalitas hukum.
Sebagai contoh, dalam menerapkan ayat "mata dibalas dengan mata". Mereka mengatakan bahwa pada masa itu, tidak mesti harus dengan membunuh pelaku, sebab hal itu dapat saja diganti dengan memberikan ganti rugi kepada korban.
Tidak diragukan bahwa orang-orang Farisi yang membangun agama Yahudi Rabinik (Rabbinic Judaism) setelah berakhirnya masa kependetaan, menyusul hancurnya Rumah Suci Yerusalem di tangan penguasa Romawi pada tahun 70 SM, dan semua pendeta yang ada di dalamnya tewas terbunuh.
Namun demikian, kita melihat adanya kesamaan pandangan antara sekte Farisi dan Saduki, berkenaan dengan jati diri dan peran Almasih. Kaum Farisi memerangi pengikut-pengikut Isa dan menghalang-halangi misi kaum Esenes. Orang-orang Yahudi, hingga saat ini, masih menantikan kedatangan Mesiah yang lain, selain Isa, yang akan menjadi pemimpin dan raja keabadian.
Baca juga: Misteri Amber Room, Harta Karun dengan Kutukan Mematikan