Mengapa Ada Orang yang Percaya Zodiak, Ada Pula yang Tidak?
https://www.naviri.org/2019/02/mengapa-ada-orang-yang-percaya-zodiak.html
Naviri Magazine - Zodiak adalah bagian astrologi yang sangat populer, selain tarot dan semacamnya. Banyak orang menyukai ramalan zodiak. Sebegitu menyukai, mereka sampai intens membaca artikel-artikel seputar zodiak, atau ramalan-ramalan yang didasarkan pada zodiak. Tren ini terjadi di berbagai negara di dunia.
Di Inggris, jumlah pencarian “birth chart” di Google meningkat dua kali lipat antara November 2013 dan 2018. Penelusuran “astrological compatibility” mengalami peningkatan stabil sejak September 2017. Meningkatnya minat terhadap horoskop sangat menguntungkan industri penerbitan. Buku-buku self-help semakin booming. Dan pada 2017, angka penjualan naik 13 persen hanya dalam setahun.
Tren meme di media sosial sudah berubah dari kesehatan mental pada 2016 menjadi meme astrologi sekarang. Di aplikasi kencan online, banyak perempuan yang memasukkan emoji zodiaknya untuk menjelaskan sifat-sifat mereka, apa yang disukai dan tidak. Mereka juga melakukan itu sebagai tanda kecocokan.
Akan tetapi, tidak semua orang keranjingan dengan ramalan bintang. Hasil jajak pendapat Gallup UK pada 2005 menunjukkan bahwa perempuan di Inggris yang percaya astrologi dua kali lebih banyak daripada laki-laki (30 persen berbanding 14 persen dari kumpulan data sebanyak 1.010 orang).
Pew Research Centre menerbitkan penelitian pada 2017, yang menemukan bahwa 20 persen laki-laki dewasa di AS percaya astrologi, jika dibandingkan dengan 37 persen perempuan.
Sebuah penelitian yang hasilnya dipaparkan bulan ini menyimpulkan bahwa perempuan cenderung lebih empatik, sementara laki-laki lebih analitis. Lantas, terdapat bukti-bukti yang menunjukkan bahwa alam pikiran perempuan lebih tahan akan pikiran-pikiran yang menyebabkan stres.
Lelaki, sebaliknya, secara intuitif segera mencari pemecahan akan pikiran-pikiran tersebut. Tapi tunggu dulu, biologi berbasis gender adalah bidang ilmu yang masih sangat diperdebatkan. Tak semua pria dilahirkan sebagai pembangun, seperti tak semua manusia yang memiliki rahim selalu selaras dengan alam.
Dengan atau tanpa “intuisi alamiahnya”, perempuan memang menggerakkan industri self-help dan terapeutik. Malah seringnya, batas antara astologi dan self-help menghilang artinya, astrologi kerap difungsikan sebentuk self-help.
Ghost Of A Podcast, misalnya, membagi tiap siarannya menjadi dua bagian. Yang pertama diisi dengan nasihat-nasihat ala self-help, sedangkan bagian kedua berisi lamaran rasi bintang untuk satu minggu ke depan.
"Astrologi tak segan mengekplor simbol-simbol kelemahan kita dan ‘perasaan yang bikin kita lemah’ seperti duka, trauma, kesedihan, penolakan, mispersepsi, proyeksi, sabotase diri, dan viktimisasi,” kata astrologer Danny Larkin.
"Dan semua ini berlawanan dengan bagaimana lelaki straight dibesarkan. Mereka dididik untuk menghadapi segala masalah sebagai laki-laki, alih-alih membuka diri. Makanya, sering kali perempuan dan kaum queer digambarkan berlawanan dengan para lelaki dalam hal ini. Makanya, perempuan dan kaum queer condong lebih dekat dengan tema-tema yang diangkat astrologi.”
Untuk memahami kepribadian kita atau orang lain, untuk bisa meramalkan masa depan, pada akhirnya bakal terasa seperti berusaha merebut kendali yang tak kita miliki. Perempuan dan kaum queer tertarik pada astrologi, karena astrologi memberikan dua hal yang mereka cari: komunitas dan perlindungan, terutama ketika agama, misalnya, tak lagi menawarkannya.
Dalam sistem patriarki heteroseksual, lelaki bisa dibilang tak memerlukan perlindungan. Astrologi pada dasarnya baru ditengok orang saat mengalami kegamangan atau stres hebat.
Dalam sebuah penelitian pada 1982, psikolog Graham Tyson mengungkap bahwa seseorang baru menemui astrologer jika dilanda stres parah. “Saat dilanda stres tingkat tinggi, seseorang bisa menjadikan astrologi sebagai penawar, meski dalam kondisi stres rendah dia sama sekali tak memercayai astrologi.”
Baca juga: Memahami Perbedaan Konsultasi dengan Psikiater atau Psikolog