Memilih Calon Suami, Sebaiknya Pakai Logika atau Hati?
https://www.naviri.org/2019/02/memilih-calon-suami.html
Naviri Magazine - Memilih pasangan, khususnya bagi perempuan, bisa jadi masalah yang cukup pelik, apalagi jika kebetulan memang punya pilihan yang jelas ada di depan mata, sementara keduanya memiliki kelebihan sendiri-sendiri. Tanya jawab berikut ini mungkin bisa mengungkapkannya secara baik.
Tanya:
Saya sedang bingung memilih pria mana yang lebih cocok dijadikan suami. Saya sangat mencintai pacar saya, tapi kami berdua punya sifat dan cara berpikir yang bertolak belakang. Banyak juga sifatnya yang tidak saya suka, terutama sifatnya yang egois dan hidupnya yang semaunya sendiri, tidak tertata. Saya ragu dia bisa jadi pemimpin rumah tangga yang baik.
Sementara ada satu pria lagi yang mengajak saya menikah. Dia orangnya mapan, agamanya baik, pola pikirnya nyambung dengan saya, dewasa, dan bertanggung jawab, tapi saya tidak ada perasaan apa-apa dengan dia. Hanya suka sebatas teman. Yang mana yang harus saya pilih? Haruskah mengikuti hati tapi otak melawan, atau mengikuti logika tapi hati tak merasa?
Jawab:
Memutuskan menikah sebaiknya jangan pada saat jatuh cinta, tapi pada saat sedang cinta. Bedanya ada pada penggunaan logika.
Pada saat jatuh cinta (biasanya dalam 6 bulan pertama pacaran), logika seperti lumpuh, segala sesuatu terlihat indah, bahkan berbagai kekurangan pasangan malah terlihat lucu dan menggemaskan.
Setelah masa itu selesai, cinta yang ada mulai bisa diajak bicara dengan logika, sehingga penilaian akan sebuah hubungan bisa lebih rasional. Barulah niatan untuk memutuskan sebuah pernikahan bisa diambil dengan segala pertimbangan.
Punya pacar yang sifat dan cara berpikirnya bertolak belakang, banyak sifat yang tidak disuka, dan ragu dia bisa jadi pemimpin rumah tangga. Kira-kira apa yang membuatnya bisa bikin jatuh cinta dan ingin menikah dengannya? Pertanyaan ini bisa dijawab dengan logika dalam hati yang tenang penuh cinta. Bukan hanya cinta pada sang pacar, tapi juga cinta pada diri sendiri, keluarga, dan masa depan yang akan dihabiskan bersamanya.
Di sisi lain, ada pria yang mapan, beragama baik, nyambung pikirannya, dewasa, dan bertanggung jawab. Pertanyaannya sama, apa yang membuat tidak ada rasa dengannya? Apa pun jawabannya, pernikahan memang tidak seharusnya dipaksakan.
Karena pernikahan tanpa cinta akan membuat hati tersiksa dalam kebersamaan yang tidak diinginkan.
Siapa pun yang akan dipilih (walau mungkin bukan keduanya), janganlah terburu-buru. Biarkan cinta bicara dengan logika. Tidak seseru saat jatuh cinta, memang. Tapi dalam hidup terkadang tidak seru itu perlu.
Baca juga: Cara Mendekati Pria Idaman secara Elegan dan Tidak Murahan