Melacak Jejak Kematian dan Kutukan Sang Firaun (Bagian 2)
https://www.naviri.org/2019/02/kutukan-firaun-page-2.html
Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Melacak Jejak Kematian dan Kutukan Sang Firaun - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.
Harta karun raja muda ini dipamerkan di banyak museum di seantero dunia. Arthur C Mace dari Metropolitan Museum of Art di New York, dan George Benedite dari Museum Louvre, Paris, ikut meninggal dunia secara misterius, setelah memamerkan harta karun tersebut di museum mereka. Kembali, "Kutukan Tutankhemen" disalahkan atas meninggalnya dua orang tersebut.
Kutukan itu kembali beraksi, dan dipersalahkan atas kematian orang-orang yang sedikit sekali terlibat dengan ekspedisi ini. Contohnya sekertaris pribadi Howard Carter, Robert Bathnell, ikut meninggal dunia secara misterius. Tiga bulan kemudian, ayah Bathell, Lord Westbury, melompat dari lantai 7, dan tewas. Ia meninggalkan pesan, yang isinya menyalahkan kutukan Tutankhemen atas kematian anaknya.
Tidak hanya berakhir di situ. Saat dalam perjalanan ke makam, kereta jenazah Lord Westbury menabrak seorang anak 8 tahun. Anak itu tewas seketika, begitu juga salah seorang pegawai British Museum dalam bidang Egyptology.
Selama tiga dekade, kutukan itu tak menyerang, hingga terakhir kali tempat peristirahatan Tutankhemen diganggu. Hingga saat ini, terhitung kurang lebih 25 orang telah meninggal dunia, yang disangkutpautkan dengan kutukan Tutankhamun. Yang terakhir kalinya menimpa seorang wisatawan, Sheryl Munson, di tahun 1995 silam.
Banyak ilmuwan mulai menelaah kutukan Fir'aun dari sudut pandang ilmiah. James Randi, pemain sulap terkenal, dalam buku Encyclopedia of Claims, Fraunds and Hoaxes of the Occult and Supranatural, menuliskan nama-nama semua orang Eropa yang hadir ketika makam Tutankhamun dibuka, dan kapan mereka meninggal dunia.
Pernah mendengar tabel aktuaria? Tabel ini memberi nilai harapan hidup kita, didasarkan pada di mana tempat tinggal kita, apakah merokok atau tidak, dll. Randi memeriksa tabel aktuaria yang relevan untuk semua orang yang dihubungkan dengan makam Raja Tutankhemen, dan siapa yang meninggal berikutnya.
Ternyata, orang-orang yang hadir dalam pembukaan makam, hidup satu tahun lebih lama dibandingkan ramalan tabel aktuaria. Howard Carter meninggal pada usia wajar, yaitu 66 tahun. Dr. Douglas Derry, yang membedah mumi, meninggal pada usia lebih dari 80 tahun. Dan Alfred Lucas, ahli kimia yang menganalisis jaringan tubuh mumi, meninggal pada usia 79 tahun.
Penelitian lain menunjukkan, tidak ada pengaruh nyata pada harapan hidup orang-orang yang terlibat pada penggalian tersebut. Jadi dapat disimpulkan, kutukan itu sama sekali tidak pernah ada.
Benarkah penelitian ilmiah telah berhasil mengungkap siapa pelaku pembunuhan yang sebenarnya?
Benar. Dan pelaku sebenarnya ternyata ada pada dinding makam. Para korban mungkin tidak meyadari bahwa di dinding-dinding makam yang penuh dengan ornamen-ornamen indah itu ternyata tersembunyi ribuan bahkan lebih pembunuh mematikan yang telah berumur 3.000 tahun lamanya!
Dinding-dinding itu diselimuti oleh jamur cokelat kecil. Bakteri mungkin timbul dari plester atau cat, dan hidup dari kelembapan plester setelah makam ditutup. Dan pembunuh sebenarnya adalah bakteri mematikan bernama aspergillus niger.
Dalam makam yang hangat, bakteri yang menyerang sistem pernapasan ini berkembang. Ia satu-satunya makhluk yang dapat bertahan hidup selama 3.000 tahun di makam itu.
Saat Shryl Munson, korban terakhir yang ikut meninggal setelah berkunjung ke makam, tiba dengan ketahanan tubuh yang rapuh, maka ia adalah rumah utama bagi jamur itu. Spora itu terisap dan menyerang sel yang lemah, menghancurkannya selagi menyebar. Sheryl Munson kekurangan oksigen, dan 10 hari setelah masuk rumah sakit, fungsi paru-parunya berhenti.
Tim dokter berhasil menemukan jamur aspergilllus niger pada saat melakukan biopsi paru-paru Sheryl Munson, dan jamur mematikan ini ditemukan lebih banyak lagi di dalam makam Tutankhamun, terutama di dinding makam.
Sheryl ternyata telah melakukan suatu hal yang sangat fatal bagi hidupnya pada saat mengunjungi makam Tutankhemen. Ia menyentuh dinding makam, dan mengusap-usapkan jemari tangannya ke beberapa lukisan cat, di mana di sana telah menunggu bakteri yang sangat mematikan untuk bermigrasi ke dalam tubuhnya.
Begitu juga dengan orang-orang yang terlibat dalam pembongkaran makam. Bekerja dengan mumi bisa fatal, baik bagi peneliti dan muminya. Tindakan gegabah Howard Carter yang memotong-motong tubuh mumi berakibat sangat fatal bagi mereka yang terlibat.
Karena peneliti bisa mengisap spora dari debu mumi. Sebaliknya, peneliti bisa memberikan bakteri atau kelembapan pada permukaan mumi yang bisa mengakibatkan pembusukan.
Walaupun sudah mati selama ribuan tahun, mumi hidup bersama bakteri. Beberapa tak berbahaya, namun beberapa lagi sangat mematikan. Tidak memakai pelindung saat bekerja dengan mumi, akan sangat rentan terinfeksi oleh spora jamur. Dan itulah yang terjadi pada Carter serta orang-orang di sekelilingnya.
Otopsi gegabah terhadap mumi Tutankhamun ternyata melepas banyak pembunuh mengerikan yang kasatmata. Parahnya, pada saat otopsi itu berlangsung, Carter dan rekan-rekannya tidak memakai pelindung apa pun, mereka hanya memakai pakaian sehari-hari. Jadi mungkin terjadi persilangan kerusakan antara para peneliti dan mumi. Namun banyak orang yang beruntung seperti Carter, yang tidak terinfeksi bakteri ini.
Dari manakah asal mula kutukan itu?
Kutukan dipopulerkan oleh film Hollywood, namun tampaknya berasal dari buku fiksi. Salah satu kemungkinannya adalah cerita pendek berjudul Lost in a Pyramid: The Mummy's Curse, yang ditulis oleh Lousia May Alcott pada tahun 1860.
Kemungkinan lain adalah cerita yang ditulis oleh pelukis Amerika, Joseph Smith (1863-1950). Ia menceritakan kutukan yang menimpa mertua Tutankhamun, Raja Akhenaton. Tahta diberikan kepada anak perempuan ketiga, setelah Raja Akhenaton meninggal.
Ketika Tutankhemen menikah dengan anak perempuan ketiga ini, tahta kerajaan diberikan kepadanya. Raja Akhenaton tidak disenangi para pendeta, karena ia telah mencampuri urusan agama mereka. Ia menyatukan ratusan dewa menjadi satu dewa, Ra, Dewa Matahari.
Setelah Akhenaton meninggal dunia, para pendeta membalas dendam dengan mengutuk "jiwa dan raganya mengembara secara terpisah di ruang angkasa, dan tak pernah bersatu menuju keabadian".
Namun, kutukan ini bukan ditujukan kepada Tutankhemen. Kepala pendeta, Ay, mengambil tahta ketika Tutankemen meninggal. Dan ada spekulasi bahwa dialah yang sebenarnya berada di balik kematian misterius raja muda ini.
Baca juga: Misteri Peta Super Canggih dan Misterius dari Zaman Kuno