Kisah Elizabeth Bathory, Wanita Terkejam Sepanjang Sejarah
https://www.naviri.org/2019/02/kisah-elizabeth-bathory-wanita-terkejam.html
Naviri Magazine - Seorang wanita melakukan pembunuhan berantai atas 650 orang, mungkin sudah terdengar mengerikan. Tapi itu pun belum cukup, karena korban-korban itu ia bunuh dengan cara yang sangat kejam. Mereka diikat di atas bak mandi, lalu urat nadinya dipotong, untuk mengeluarkan darah dari tubuh. Setelah darah di tubuh si korban habis dan maenetes semua ke bak mandi, darah itu ia gunakan untuk mandi.
Inilah kisah Elizabeth Bathory, wanita paling kejam sepanjang sejarah, sekaligus pembunuh berantai dengan korban paling banyak sepanjang masa.
Elizabeth Bathory merupakan pembunuh berantai terbesar dalam sejarah. Tercatat kurang lebih 650 nyawa manusia melayang sia-sia di tangannya. Ini adalah pencapaian rekor kasus pembunuhan berantai yang dilakukan oleh seorang individu dengan memakan korban tertinggi sepanjang sejarah manusia.
Kakek buyut Elizabeth Bathory adalah Prince Stephen Bathory, yang merupakan salah satu ksatria yang memimpin pasukan Vlad Darcul, ketika dia merebut kembali kekuasaan di Walachia, seabad sebelumnya. Orang tua Elizabeth, Georges dan Anna, adalah bangsawan kaya raya dan merupakan salah satu keluarga ningrat paling kaya di Hungaria saat itu.
Keluarga besarnya juga terdiri dari orang-orang terpandang. Salah satu sepupunya adalah perdana menteri di Hungaria, seorang lagi menjabat kardinal. Bahkan pamannya, Stephen, kemudian menjadi Raja Polandia.
Namun, keluarga Bathory memiliki sisi gelap, selain segala kekayaan dan popularitasnya. Disebutkan bahwa salah satu pamannya yang lain adalah seorang satanis dan penganut paganisme, sementara seorang sepupunya yang lain memiliki kelainan jiwa dan gemar melakukan kejahatan seksual.
Pada tahun 1575, di usia 15 tahun, Elizabeth menikah dengan Count Ferencz Nadasdy yang 10 tahun lebih tua darinya. Karena suaminya berasal dari strata ningrat yang lebih rendah, Count Ferencz Nadasdy menggunakan nama Bathory di belakangnya. Dengan demikian, Elizabeth bisa tetap menggunakan nama keluarganya, yaitu Bathory, dan tidak menjadi Nadasdy.
Kedua pasangan tersebut tinggal di Kastil Csejthe, yang merupakan kastil di atas pegunungan, dengan desa Csejhte di lembah di bawahnya. Sang suami jarang mendampingi Elizabeth, karena Count Ferencz lebih sering berada di medan pertempuran melawan Turki Usmani (Ottoman).
Ferencz kemudian terkenal karena keberaniannya di medan pertempuran, bahkan dianggap sebagai pahlawan di Hungaria, dengan julukan 'Black Hero of Hungary'.
Elizabeth yang masih muda tentu kesepian karena selalu ditinggal suami. Disebutkan, dia memiliki kebiasaan mengagumi kecantikannya sendiri, dan memiliki banyak kekasih gelap yang melayaninya selama sang suami tidak berada di tempat.
Elizabeth bahkan pernah melarikan diri bersama kekasih gelapnya, namun kemudian kembali lagi, dan suaminya memaafkannya. Tapi hal tersebut tidak mengurangi ketagihan Elizabeth akan kepuasan seksual. Disebutkan juga, Elizabeth menjadi seorang biseksual, dengan melakukan hubungan lesbian dengan bibinya, Countess Klara Bathory.
Elizabeth kemudian mulai terpengaruh dengan satanisme yang diajarkan oleh seorang pelayan terdekatnya, Dorothea Szentes, yang biasa disebut Dorka. Karena pengaruh Dorka, Bathory mulai menyenangi kepuasan seksual lewat penyiksaan yang dilakukannya terhadap pelayan-pelayan lainnya yang masih muda.
Selain Dorka, Elizabeth dibantu beberapa pelayan terdekatnya, yaitu Iloona Joo, pelayan pria Johaness Ujvari, dan seorang pelayan wanita bernama Anna Darvula, yang merangkap sebagai kekasih Elizabeth.
Bersama kelompok seksnya, Elizabeth mengubah kastil Csejthe menjadi pusat teror dan penyiksaan seksual. Para gadis muda yang jadi pelayannya disiksa dengan berbagai bentuk penyiksaan, seperti diikat, ditelanjangi, lalu dicambuk, dan juga menggunakan berbagai alat untuk menyakiti bagian-bagian tubuh tertentu.
Tahun 1600, suami Elizabeth meninggal, dan era teror sesungguhnya dimulai.
Memasuki usia 40 tahunan, Elizabeth menyadari bahwa kecantikannya mulai memudar. Kulitnya mulai menunjukkan tanda-tanda penuaan dan keriput yang sebenarnya lumrah di usia tersebut. Tapi Elizabeth adalah pemuja kesempurnaan dan kecantikan, dan dia akan melakukan apa saja demi mempertahankan kecantikannya.
Suatu saat, seorang pelayaan wanita yang menyisir rambutnya tidak sengaja menarik rambut Elizabeth terlalu keras. Elizabeth yang marah kemudian menampar gadis tersebut. Darah memancar dari hidung gadis itu, dan mengenai telapak tangan Elizabeth.
Saat itu, Elizabeth disebutkan 'menduga dan percaya' bahwa darah gadis muda memancarkan cahaya kemudaan mereka. Serta merta, dia memerintahkan 2 pelayannya, Johannes Ujvari dan Dorka, menelanjangi gadis tersebut, menarik tangannya ke atas bak mandi, dan memotong urat nadinya.
Ketika si gadis meninggal kehabisan darah, Elizabeth segera masuk ke dalam bak mandi, dan berendam dalam kubangan darah. Dia menemukan apa yang diyakininya sebagai 'rahasia awet muda'. Ketika semua pelayan mudanya sudah mati, Elizabeth mulai merekrut gadis muda di desa sekitarnya, untuk menjadi pelayan di kastilnya.
Akhir nasib mereka semuanya sama, diikat di atas bak mandi, kemudian urat nadi mereka dipotong hingga darah mereka menetes habis ke dalam bak mandi. Elizabeth seringkali berendam di dalam kolam darah sambil menyaksikan gadis yang jadi korbannya sekarat meneteskan darah hingga tewas.
Sesekali, Elizabeth bahkan meminum darah para gadis tersebut untuk mendapatkan ‘inner beauty’.
Lama kelamaan, Elizabeth merasa bahwa darah para gadis desa masih kurang baginya. Demi mendapat darah yang lebih 'berkualitas', Elizabeth kemudian mengincar darah para gadis bangsawan rendahan.
Dia kemudian melakukan banyak penculikan terhadap gadis-gadis bangsawan untuk dijadikan korbannya. Namun hal itu justru menjadi bumerang baginya, karena hilangnya gadis-gadis bangsawan dengan cepat mendapat perhatian di kalangan bangsawan, orang-orang berpengaruh, hingga raja.
Pada 30 Desember 1610, sepasukan tentara, di bawah pimpinan sepupu Elizabeth, menyerbu Kastil Csejthe di malam hari. Mereka semua terkejut melihat pemandangan yang mereka temukan di dalam kastil. Mayat seorang gadis yang pucat kehabisan darah tergeletak di atas meja makan, seorang gadis lagi yang masih hidup namun sekarat ditemukan terikat di tiang dengan kedua urat nadi disayat hingga meneteskan darah.
Di bagian penjara, ditemukan belasan gadis yang sedang ditahan menunggu giliran dibunuh. Kemudian, di ruang basement ditemukan lebih dari 50 mayat yang sebagian besar sudah mulai membusuk.
Selama pengadilan atas Elizabeth Bathory pada tahun 1611, sekurangnya 650 daftar nama korbannya didapat berdasarkan laporan dari berbagai pihak. Mulai dari keluarga petani hingga keluarga bangsawan.
Elizabeth tidak pernah didatangkan ke pengadilan untuk diadili secara langsung. Hanya 4 pelayannya yang diadili, dan kemudian dihukum mati. Namun Elizabeth mendapat hukuman juga. Raja Hungaria memerintahkan Elizabeth dikurung dalam kamarnya di Kastil Csejthe, selama sisa hidupnya.
Para pekerja kemudian dikerahkan untuk menutup semua pintu dan jendela ruang kamar Elizabeth dengan tembok, dengan hanya menyisakan lubang kecil yang digunakan untuk memasukkan makanan dan minuman sehari-hari.
Tahun 1614, atau 4 tahun setelah Elizabeth diisolasi dengan tembok di kamarnya sendiri, seorang penjaga melihat makanan yang disajikan untuk Elizabeth tidak disentuh selama seharian. Penjaga itu kemudian mengintip ke dalam, dan melihat sang Countess tertelungkup dengan wajah di lantai.
Elizabeth Bathory alias 'The Blood Countess' meninggal di usia 54 tahun.
Baca juga: Kisah 9 Pria Paling Kejam dan Mengerikan Sepanjang Sejarah