Kisah Indah dan Misterius di Balik Legenda Danau Toba
https://www.naviri.org/2019/02/kisah-danau-toba.html
Naviri Magazine - Pada zaman dahulu, hiduplah seorang pemuda tani yatim piatu di bagian utara pulau Sumatra. Daerah tersebut sangat kering. Pemuda itu hidup dari bertani, dan menjala ikan. Suatu hari, meski sudah setengah hari ia melakukan pekerjaan itu namun tak satu pun ikan didapat.
Dia pun bergegas pulang karena hari pun mulai malam. Namun, ketika hendak pulang, ia melihat seekor ikan yang besar dan indah, warnanya kuning emas. Ia pun menangkap ikan itu, dan membawa pulang. Sesampai di rumah, karena sangat lapar, ia hendak memasak ikan itu.
Tetapi karena indahnya ikan itu, dia mengurungkan niatnya. Dia lebih memilih untuk memeliharanya, lalu ia menaruhnya di sebuah wadah yang besar. Keesokan harinya, seperti biasa, ia pergi bertani ke ladang. Tengah hari, ia pun pulang ke rumah, dengan tujuan hendak makan siang. Tetapi, alangkah terkejut dirinya, ketika sampai di rumah.
Di dalam rumahnya telah tersedia masakan yang siap untuk dimakan. Ia terheran-heran. Ia pun teringat pada ikannya, karena takut dicuri orang. Bergegas, ia lari ke belakang, melihat ikan yang dipancingnya semalam. Ternyata ikan tersebut masih berada di tempatnya.
Lama ia berpikir, siapa yang melakukan semua itu. Tetapi karena perutnya sudah lapar, akhirnya ia pun menyantap dengan lahap masakan tersebut.
Kejadian itu terus berulang. Setiap ia pulang untuk makan, masakan telah terhidang di rumahnya. Hingga pemuda tersebut mempunyai siasat untuk mengintip siapa yang melakukan semua itu.
Keesokan harinya, dia pun mulai menjalankan siasatnya, Ia bersembunyi di antara pepohonan dekat rumah. Lama ia menunggu, namun asap di dapur rumahnya belum juga terlihat. Ia pun berniat pulang, karena bosan lama menunggu. Namun, begitu akan keluar dari persembunyian, ia mulai melihat asap di dapur rumahnya. Dengan perlahan, ia berjalan menuju ke belakang rumah untuk melihat siapa yang melakukan semua itu.
Alangkah terkejutnya di,a ketika melihat seorang wanita yang sangat cantik dan berambut panjang. Dengan perlahan, ia memasuki rumahnya, dan menangkap wanita tersebut. Ia berkata, “Siapa kau, dan dari mana asalmu?”
Wanita itu tertunduk diam, dan mulai meneteskan air mata. Lalu pemuda itu pun melihat ikannya tak lagi berada di dalam wadah. Ia pun bertanya pada wanita itu, “Ke mana ikan yang di dalam wadah ini?”
Wanita itu makin menangis tersedu, namun pemuda tersebut terus memaksa, dan akhirnya wanita itu pun berkata, “Aku adalah ikan yang kau tangkap kemarin.”
Pemuda itu terkejut, namun karena merasa telah menyakiti hati wanita itu, ia berkata, “Maukah kau menjadi istriku?”
Wanita tersebut hanya diam dan tertunduk, lalu pemuda tersebut berkata “Mengapa kau diam?”
Lalu wanita tersebut berkata, “Aku mau menjadi istrimu, tetapi dengan satu syarat. Kelak, jika anak kita lahir dan tumbuh, jangan pernah kau katakan bahwa dia anakni dekke (anaknya ikan).”
Pemuda itu pun menyetujui persyaratan tersebut, dan bersumpah tidak akan mengatakannya. Lalu menikahlah mereka.
Hingga mereka kemudian mempunyai anak berusia 6 tahunan. Anak itu sangat nakal dan tak pernah mendengar jika dinasihati.
Suatu hari, sang ibu menyuruh anaknya untuk mengantar nasi ke ladang ke tempat ayahnya. Anak itu pun pergi mengantar nasi kepada ayahnya. Namun, di tengah perjalanan ia terasa lapar. Ia pun membuka makanan yang dibungkus untuk ayahnya, dan memakan makanan itu.
Setelah selesai memakannya, ia membungkusnya kembali dan melanjutkan perjalanan ke tempat sang ayah. Sesampai di tempat sang ayah, ia memberikan bungkusan tersebut. Sang ayah menerimanya, lalu duduk dan segera membuka bungkusan nasi yang dititipkan istrinya. Alangkah terkejutnya ia melihat isi bungkusan tersebut. Yang ada hanya tulang ikan.
Sang ayah pun bertanya kepada anaknya, “Mengapa isi bungkusan ini hanya tulang ikan?”
Anaknya menjawab, “Di perjalanan tadi, perutku terasa lapar, jadi aku memakannya.”
Sang ayah marah. Dan dengan emosi, ia berkata, “Botul maho anakni dekke (Benar-benar anak ikan).”
Sang anak menangis dan berlari pulang ke rumah. Sesampai di rumah, dia bertanya pada ibunya, “Mak, olo do na di dokkon amangi, botul do au anakni dekke? (Ibu, benarkah yang dikatakan ayah, bahwa aku anak ikan?).”
Mendengar perkataan itu, ibunya pun terkejut. Sambil meneteskan air mata, ia berkata di dalam hati, “Suamiku telah melanggar sumpahnya, dan sekarang aku harus kembali ke alamku.”
Maka, langit pun mulai gelap, petir menyambar-nyambar, hujan badai turun dengan deras. Sang anak dan ibu hilang. Dari bekas telapak kaki mereka, muncul mata air yang mengeluarkan air deras, hingga daerah tersebut terbentuk sebuah danau, yang diberi nama Danau Tuba, yang berarti danau tak tahu belas kasih. Tetapi karena orang Batak susah mengatakan Tuba, danau tersebut biasa disebut Danau Toba.