Film-film yang Jadi Tonggak Sejarah Perfilman Indonesia (Bagian 1)
https://www.naviri.org/2019/02/film-tonggak-sejarah-page-1.html
Naviri Magazine - Perjalanan film Indonesia telah melewati masa-masa yang panjang, dari kelahiran hingga kejatuhan, sampai kebangkitan. Dari era film bisu, sampai film-film yang dibuat dengan teknologi sederhana, sampai film-film yang dihasilkan di zaman modern.
Generasi saat ini, yang telah terbiasa dengan film-film Indonesia modern, mungkin tidak pernah menyangka bahwa di masa lalu film Indonesia pernah mengalami masa yang menyedihkan, yaitu era ketika film Indonesia mengalami mati suri. Era itu terjadi sejak 1993 sampai awal 2000-an. Selama masa itu, hanya segelintir film yang bisa dibilang bagus.
Selama masa mati suri pula, FFI (Festival Film Indonesia), yang menjadi acara penting di dunia perfilman, dihentikan. Karena buat apa ada FFI kalau film yang akan dinilai tidak ada?
Kini, masa-masa suram itu telah berlalu, dan film Indonesia telah bangkit kembali dengan film-film bagus, dengan para aktor, aktris, dan para sutradara hebat, yang selalu mampu mengundang banyak penonton ke bioskop.
Uraian berikut ini adalah perjalanan panjang tonggak-tonggak penting sejarah perfilman Indonesia, dari awal lahirnya film sampai era sekarang.
Film Indonesia pertama
Film Indonesia pertama yang dicatat dalam sejarah adalah Darah & Doa atau Long March of Siliwangi, yang disutradarai oleh Usmar Ismail. Film ini dinilai sebagai film lokal pertama yang berciri Indonesia.
Selain itu, film ini juga merupakan film pertama yang benar-benar disutradarai oleh orang Indonesia asli, dan juga diproduksi oleh perusahaan film milik orang Indonesia asli, bernama Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia), dimana Usmar Ismail tercatat juga sebagai pendirinya.
Film ini dirilis pada 30 Maret 1950. Karena itulah, 30 Maret selalu diperingati sebagai Hari Film Nasional.
Film berwarna pertama
“Sembilan” adalah judul film Indonesia berwarna pertama. Film ini diproduksi tahun 1967, dengan disutradarai oleh Wim Umboh, serta dibintangi oleh Gaby Mambo dan W.D. Mochtar.
Film ini menjadi film bersejarah, karena merupakan film berwarna pertama yang seluruhnya dibuat oleh tenaga Indonesia, kecuali proses laboratoriumnya di Tokyo, Jepang.
Film yang paling banyak ditonton anak sekolah
Film "Pengkhianatan G30 S/PKI" mulai tayang pada rentang waktu 1984 hingga 1997. TVRI menjadi stasiun televisi yang rutin menayangkan film yang dijuluki propaganda Orde Baru itu.
Pemerintah Orde Baru memproduksi film G 30 S/PKI sebagai propaganda. Anak sekolah, terutama siswa SD, diwajibkan menonton film ini. Tak bisa dibayangkan berapa banyak anak sekolah yang sudah menonton film ini selama bertahun-tahun.
Film peraih Piala Citra terbanyak
Film Indonesia memiliki Festival Film Indonesia (FFI) yang digelar setahun sekali. Peraih penghargaan film ini berhak mendapatkan Piala Citra.
Sepanjang sejarah film Indonesia, film “Ibunda” mendapat 9 Piala Citra pada FFI 1986. Film yang disutradarai Teguh Karya ini adalah cara penggambaran sosok Ibu. Sosok Ibu justru hadir paling misterius di antara sosok anak-anaknya.
Film yang paling banyak diprotes
Sejarah film Indonesia pernah diwarnai protes dan pengembalian Piala Citra. Hal itu terjadi ketika sekelompok sineas muda secara spontan bergabung dalam Komunitas Masyarakat Perfilman Indonesia (KMPI).
Mereka kecewa dengan keputusan dewan juri yang memenangkan film Ekskul, sebagai Film Terbaik tahun 2006. Kontroversi kemenangan film Ekskul dalam FFI 2006 berlanjut dengan adanya surat somasi ke produser Ekskul, terkait pembajakan musik.
Film pertama paling laris di luar negeri
The Raid: Redemption merupakan film Indonesia pertama yang masuk box office Amerika Serikat (AS), dan pernah bertengger pada urutan 11 sebagai film yang paling banyak ditonton di bioskop AS.
Film yang menonjolkan bela diri asli Indonesia, yakni pencak silat, ini diputar di 875 bioskop di AS. Selain di AS, film ini juga diputar di beberapa negara lain.
Film superhero pertama
Rama Superman Indonesia menjadi film bertema superhero pertama di Indonesia. Film yang rilis pada 1974 ini dibintangi oleh August Melasz (Rama), Yenny Rachman (Lia), dan Boy Shahlani (Boy).
Rama diceritakan sebagai penjaja koran yang tiba-tiba mendapatkan kekuatan seperti Superman. Film garapan Frans Totok Ars ini tak dapat ditayangkan secara internasional, karena pelanggaran hak cipta nama Superman.
Film pertama dengan 4 sutradara
Jika biasanya film disutradarai oleh satu orang, tidak begitu dengan Kuldesak (1998). Film yang pertama kali rilis pada era Reformasi ini ditangani oleh empat sutradara sekaligus, yaitu Riri Riza, Nan Achnas, Mira Lesmana, dan Rizal Mantovani.
Musisi Ahmad Dhani digaet untuk mengisi soundtrack film. Kuldesak dibintangi oleh Oppie Andaresta, Bianca Adinegoro, Wong Aksan, dan Sophia Latjuba. Film ini diputar terbatas di beberapa bioskop karena dinilai kurang komersial.
Film terbanyak yang dibuatkan sekuel
Sosok Boy (Onky Alexander) dan Emon (Didi Petet) sangat fenomenal sejak kemunculan pertama mereka di film Catatan Si Boy (1987). Seperti tradisi perfilman pada umumnya, film yang sukses biasanya dibuatkan sekuel atau sambungannya.
Film yang diangkat dari program radio ini menghasilkan lima film atau lima sekuel lagi di tahun 1988, 1989, 1990, dan 1991, dengan judul Catatan si Boy 2, Catatan si Boy 3, Catatan si Boy 4, dan Catatan si Boy 5.
Baca lanjutannya: Film-film yang Jadi Tonggak Sejarah Perfilman Indonesia (Bagian 2)