Di Masa Depan, Mungkin Tidak Ada Lagi Toko Penjual Pakaian
https://www.naviri.org/2019/01/toko-pakaian.html
Naviri Magazine - Ada tren baru di Instagram, yaitu #OOTD alias Outfit of the Day ("Busana Hari Ini"). Tren itu seperti memaksa orang-orang untuk terus berubah penampilan—dengan baju yang juga baru—di setiap unggahan foto. Tren ini tentu mengharuskan orang untuk membeli banyak baju, agar bisa berganti-ganti baju di setiap kesempatan. Lalu bagaimana yang tidak mampu beli banyak pakaian?
Solusinya adalah menyewa. Karenanya, bisa jadi, di masa depan tidak ada lagi toko penjual pakaian, karena tidak ada lagi orang mau membeli. Mereka hanya mau menyewa. Begitu disewa, difoto, diunggah ke media sosial khususnya Instagram, lalu dikembalikan.
Seiring waktu, #OOTD akhirnya berkembang sebagai panduan para pelaku bisnis retail mode raksasa, hingga calon pengusaha fesyen skala kecil dan menengah. Mereka akan berpatokan pada unggahan-unggahan bertagar OOTD yang paling banyak disukai pengguna, untuk menjual beragam pilihan busana yang mampu memenuhi hasrat bergaya pengguna Instagram.
Media sosial Instagram, yang dibanjiri akun blogger fesyen, memang mempermudah sarana promosi barang. Fashionista mencatat kisah Pia Arrobio yang memutuskan membuka bisnis baju dan menjualnya di Instagram. Alasannya sederhana, ia menilai jumlah modal usaha lewat Instagram relatif terjangkau. Banyaknya pengikut Arrobio di Instagram juga membuat pemasaran makin mudah.
Sarah Owen, editor senior WGSN, perusahaan yang bergerak dalam bidang prediksi tren, mengatakan bahwa kalangan Milenial dan Gen Z lebih suka meniru gaya blogger fesyen ketimbang selebritas atau model iklan label busana.
“Zaman sudah berganti. Konsumen lebih suka melihat sosok yang ‘mirip’ dengan mereka ketimbang sesuatu yang terlihat resmi atau dibuat-buat,” tutur Owen kepada Fashionista.
Lini retail daring Asos dan Boohoo nampak tak tanggung-tanggung menghadapi fenomena OOTD, termasuk dalam mengelola risiko pengembalian barang. Fashion United melaporkan, perusahaan tersebut membentuk sistem pengembalian barang, dan melatih para staf agar lebih terampil dalam merawat barang yang dikembalikan pelanggan.
Bagi mereka, swafoto dengan memakai busana yang baru dibeli adalah satu mata rantai dari proses penjualan barang.
“Sekarang masanya perusahaan memberi kesempatan pada pelanggan untuk memesan barang yang nantinya bisa dikembalikan. Keputusan mengembalikan barang biasanya dilihat dari komentar terhadap foto baju yang mereka unggah di Instagram. Ini sebenarnya bisa jadi tantangan bagi perusahaan retail untuk memperoleh keuntungan dari kebijakan pengembalian barang,” kata Andrew Hall, analis retail yang bekerja untuk Conlumino.
Yang dianggap Hall sebagai tantangan itu justru jadi peluang bagi perusahaan sewa menyewa baju seperti Rent The Runway, Glam Corner, Dora’s Dream, Kleiderei, dan Style Theory. Perusahaan-perusahaan ini menyewakan berbagai jenis pakaian, mulai dari produk adibusana (haute couture) karya desainer ternama, hingga baju siap pakai seperti kaus oblong.
Pelanggan bisa menyewa beberapa jenis busana sekaligus dalam hitungan hari hingga bulan. Biaya sewa dibayar per bulan.
Kini, bisnis sewa busana makin diminati investor. Alibaba, misalnya. Mulai tahun ini, mereka menggelontorkan dana untuk perusahaan pelopor sewa busana, Rent The Runway.
Sementara itu, perusahaan retail non-daring seperti Zara, Topshop, dan Urban Outfitters mulai menggenjot jumlah koleksi barang supaya bisa mengikuti jenis busana yang marak beredar di Instagram. Mereka juga membatasi kuantitas produksi barang, agar tema yang dipajang dan dijual bisa lebih beragam.
Baca juga: Kini, Banyak Orang Malu Mengenakan Baju Sama Setiap Hari