Skandal Holocaust, Antara Fakta Sejarah dan Kebohongan
https://www.naviri.org/2019/01/skandal-holocaust.html
Naviri Magazine - Meski telah dianggap sebagai bagian sejarah, khususnya dalam Perang Dunia II, Holocaust masih menimbulkan kontroversi, setidaknya bagi sebagian orang. Belakangan, muncul buku yang secara terang-terangan menyebut Holocaust adalah skandal kebohongan sejarah, berjudul The Holocaust Industry.
Selain Presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad, belum pernah ada tokoh di dunia yang berani terang-terangan mengatakan Holocaust hanya mitos. Sebab, bagi banyak orang, khususnya di Barat dan Eropa, menolak keyakinan keberadaan Holoucaust bisa dianggap sebagai anti semit, dan itu pelanggaran tidak sepele.
Holocaust, yang diklaim kaum Yahudi sebagai peristiwa pembantaian oleh Nazi Jerman di bawah Adof Hitler di masa Perang Dunia II, dan dianggap menyebabkan lebih dari enam juta kaum Yahudi dibantai di ruang gas di kamp-kamp Auschwitz, tak lain hanyalah kebohongan tergoranisir dan tercanggih di abad ini.
Kecuali orang tak waras, kebanyakan orang normal meyakini lebih dari enam juta kaum Yahudi disiksa dan dibantai adalah sulit dinalar. Bagi yang percaya propaganda ini, membantai jutaan orang—secara matematis membutuhkan 137 orang per jam—adalah omong kosong. Sebab, selama Perang Dunia II, hanya ada segelintir kamp di Jerman. Selain itu, Austchwitz adalah kota kecil. Seharusnya, Jerman menyediakan ratusan kamp di kota kecil itu.
Bahkan selama 6 hari pada Oktober 1999, sebuah tim Australia yang dipimpin oleh Richard Krege, seorang insinyur elektronik terkemuka, melakukan pengujian terhadap tanah pada bekas kamp Treblinka II di Polandia, di mana para sejarawan Holocaust meyakini jutaan orang Yahudi dibunuh di kamar gas kemudian dikubur secara massal, tak mendapatkan bukti apapun, kecuali kebohongan.
Untuk yakin bahwa jumlah Yahudi di Eropa selama 60 tahun lalu melebihi enam juta jiwa (sedangkan saat ini jumlah keseluruhan populasi hanya berkisar 20 juta jiwa), diperkirakan hanya bisa diwakili orang-orang yang tidak sehat dalam berpikir.
Lantas bagaimana lelucon ini bisa menyihir jutaan orang dan negara-negara besar di Barat dan Eropa? Panjang ceritanya. Lagi-lagi, tak jauh dari konspirasi (meski hal-hal seperti ini sering dianggap isapan jempol semata).
Sejak mendirikan negara tahun 1948 dengan merampas tanah Palestina, Israel tidak begitu dianggap penting di dunia. Bahkan ketika Israel ikut bersekutu dengan Perancis dan Inggris menyerang Mesir tahun 1956, yang membuat semenanjung Sinai jatuh, Israel tetap dianggap tak berarti.
Bahkan Amerika Serikat (AS) kala itu lebih memilih negara Arab untuk menjaga hubungannya, karena dianggap lebih menguntungkan secara politis di masa depan.
Yahudi, dalam hal ini Holocaust, tiba-tiba dianggap penting bagi pemerintahan Amerika khususnya, setelah ia berubah menjadi industri politik yang digunakan untuk memeras dolar.
Sampai-sampai banyak warga Amerika yang lebih mengenal Holocaust dibanding sejarah penting mereka sendiri, seperti peristiwa Pearl Harbor, dan sejarah jatuhnya bom atom di Jepang. Bahkan hingga hari ini, tak ada penghargaan lebih tinggi melebihi Holocaust di Amerika Serikat.
Begitu dahsyatnya sihir Holocaust, sampai-sampai bagi yang tak mengakui, termasuk yang menolak dan mengingkarinya, harus berhadapan dengan penjara. Tak kurang dari beberapa ilmuwan penting seperti; Robert Faurisson, Profesor Roger Garaudy (Perancis), David Irving (Inggris), Ernest Zandel (Kanada), Gatsom Amadeus (Swiss), George Ashley (AS), Dr. Joel Heyward (New Zealand), semuanya harus menjalani hukuman atas keberanian mereka menentang kebohongan Holocaust.
The Holocaust Industry merupakan buku laris di Eropa, Timur Tengah, Asia, dan Amerika. Penulisnya adalah Norman G. Finkelstein, yang membuktikan kebenaran skandal Holocaust. Sebuah fakta sejarah yang tiba-tiba berubah menjadi industri politik dan bisa memeras berbagai negara, terutama Amerika Serikat. Termasuk pemerasan bank-bank Swiss.
Sang penulis, yang mengalami sendiri peristiwa itu, karena berdarah Yahudi, membuktikan banyak kebohongan yang kini terus-menerus dipaksakan ke seluruh dunia. Setidaknya, buku ini penting bagi yang silau oleh tipu daya Yahudi.
Sebagaimana kata The Times, buku ini meneriakkan skandal. Ini adalah sebuah polemik yang disuarakan dengan keras.
Baca juga: Misteri Hilangnya Tabut Perjanjian dari Zaman Nabi Musa