Hati-hati, Pamer Kemewahan di Instagram Akan Dipantau Petugas Pajak
https://www.naviri.org/2019/01/pamer-kemewahan-di-instagram.html
Naviri Magazine - Instagram, sebagai media sosial yang kini sedang tren, kerap digunakan para penggunanya untuk beraktualisasi, yang salah satunya pamer hal-hal yang dimiliki. Ada yang pamer pacar, pamer keluarga, pamer mobilnya, pamer kekayaan, dan lain-lain. Mungkin kamu juga termasuk yang suka pamer di Instagram?
Sebaiknya pertimbangkan matang-matang sebelum pamer kekayaan di Instagram. Apalagi kalau kamu rajin pamer jam, sepatu, dan mobil mewah, tapi giliran lapor SPT tahunan pajak ternyata hobimu mangkir.
Direktorat Jendral Pajak Indonesia berencana menggali data pembayar pajak dari akun media sosialnya, mulai tahun ini. Tujuannya untuk melihat apakah gaya hidup mereka sesuai dengan laporan pajaknya.
Iwan Djuniardi, Dirjen Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi (ICT), memberi tahu The Jakarta Post bahwa timnya akan menggunakan Sistem Analisis Jejaring Sosial (SONETA), untuk menganalisis hubungan antara penggunaan media sosial dan kepemilikan saham, jaringan bisnis, dan hubungan keluarga.
Setelah itu, petugas pajak akan memeriksa data ini untuk memperkirakan berapa banyak PPh dan PPN yang harus mereka bayar, dan membandingkannya dengan jumlah pajak yang mereka setor.
Kebanyakan rakyat Indonesia masih enggan bayar pajak. Menurut perkiraan pemerintah, dari 250 juta penduduk, hanya 32 juta orang yang terdaftar sebagai Wajib Pajak oleh Kementerian Keuangan. Laporan dari The Economist pada 2014 bahkan mengungkapkan hanya ada satu juta Wajib Pajak yang membayar pajaknya di tahun-tahun sebelumnya.
Kantor pajak saat ini mencatat bahwa realisasi penerimaan pajak baru sebesar 53 persen dari keseluruhan target tahun ini. Berhubung pemerintahan Presiden Joko Widodo berupaya untuk menyelesaikan proyek infrastrukturnya, yang menghabiskan triliunan rupiah, pemerintah membutuhkan dana untuk membayarnya.
Program amnesti pajak gagal mencapai target Rp1.000 triliun, dan hanya bisa mengumpulkan Rp147 triliun. Akibatnya, kantor pajak berupaya mencari cara lain untuk membuat orang mau membayar pajak, yaitu dengan memantau media sosial mereka.
Percaya atau tidak, cara ini terbilang efektif dan sudah diterapkan di seluruh dunia. Ada sekitar 1 persen orang yang ketahuan menipu jumlah pajaknya dari postingan media sosial mereka, sebagian besar dari Instagram. Foto-foto unggahan pengguna Instagram yang kaya digunakan sebagai bukti dari 75 persen kasus penipuan pajak yang dibawa ke pengadilan, menurut perusahaan cybersecurity.
Sedangkan di Indonesia, petugas pajak sudah bertahun-tahun memantau media sosial. Tahun lalu, akun Twitter resmi Kantor Pajak "menyindir" aktor Raffi Ahmad ketika dia mengunggah foto mobil mewah barunya di Instagram. Twitnya berbunyi, "Tolong bilangin ke Kak Raffi, jika ada penambahan harta di tahun berjalan, jangan lupa laporkan di SPT Tahunan ya kak Raditya." Twit ini ditujukan kepada Raditya Dika yang mengunggah foto mobil Raffi Ahmad di Twitter.
Beberapa orang menganggap kalau tindakan petugas pajak ini melanggar privasi orang.
"Menurut hemat saya, itu kan privasi orang, juga itu kan media sosial (medsos)," kata Sarman Simanjorang, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta.
Memang ada benarnya, tetapi kita juga tidak bisa membiarkan orang-orang yang suka memamerkan kekayaannya di Instagram menghindari kewajiban membayar pajak, terlebih kalau dia memang benar-benar kaya.
Sebenarnya masih ada cara lain untuk membuat orang mau taat bayar pajak. Sebuah penelitian menyimpulkan, penduduk yang tinggal di negara dengan tingkat kasus korupsi yang tinggi cenderung tidak membayar pajak, karena mereka yakin uangnya akan dikorupsi pejabat negara.
Sayangnya, Indonesia bisa kita bilang... masih terlalu korup. Dalam indeks persepsi korupsi global, Indonesia ada di posisi 96 dari 180 negara. Posisi negara ini dalam daftar Transparency International masih di atas Cina, Malaysia, dan Korea Selatan. Dua negara disebut belakangan mengalami pergantian rezim gara-gara rakyat muak melihat praktik korupsi.
Baca juga: Di Masa Depan, Mungkin Tidak Ada Lagi Toko Penjual Pakaian