Nero, Kaisar Romawi Paling Kejam Sepanjang Masa (Bagian 1)
https://www.naviri.org/2019/01/nero-part-1.html
Naviri Magazine - Pada tahun 64 masehi, karena wataknya yang penuh curiga dan berprasangka, Nero, kaisar imperialis Roma yang lalim (37-68 M), mengadakan penindasan terhadap penganut agama Nasrani pengikut Yesus.
Menurut catatan sejarawan Roma, Tacitus (56-120 M), agar dapat mendirikan sebuah kota Roma yang baru, Nero dengan sengaja membakar kota Roma. Setelah kebakaran besar terjadi, penduduk Roma umumnya percaya bahwa biang keladi kebakaran itu adalah Nero, namun Nero mengkambinghitamkan pengikut Nasrani sebagai penyebab kebakaran, dan menggunakan cara jahat untuk menghukum mereka.
Dalam sebuah arena perlombaan, sebagian pengikut Nasrani ditutupi dengan kulit hewan, lalu melepas serombongan anjing pemburu untuk menggigit dan mencabik-cabik mereka hingga mati.
Bagi pengikut Nasrani yang tersisa, Nero memerintahkan anak buahnya supaya mengikat mereka bersama jerami kering untuk dijadikan obor, dan disusun di dalam sebuah taman, lalu dibakar pada tengah malam, menjadi hiburan bagi Nero yang lalim. Dalam sejarah kekaisaran Roma, Nero diakui sebagai orang yang paling kejam.
Menuju tangga kekuasaan
Pada tahun 37 M, Nero lahir di sebuah kota pesisir yang ramai di sekitar Roma, bernama Anchio. Ayahnya seorang pejabat administrasi yang mempunyai reputasi jelek dan berperilaku buruk, dia pernah membunuh banyak rakyat yang tak berdosa dengan sewenang-wenang.
Ibu Nero bernama Aklibina, adik Kaisar Kaligula, cantik bagai bidadari tapi jahatnya seperti ular berbisa, seorang yang penuh tipu muslihat dan licik, gemar kekuasaan, dan serakah terhadap kedudukan. Suka melakukan pembunuhan massal, dan menyiksa orang lain untuk meraih kesenangan.
Dia menikah lagi dengan seorang bangsawan kaya, sehingga berkesempatan menyediakan pendidikan kelas satu bagi Nero. Kemudian, ketika istri ketiga kaisar imperialis Roma, Klautikse, meninggal dunia, dengan mengandalkan hubungan famili berdalih bahwa kaisar yang juga pamannya hendak menikahinya, dia memanfaatkan kecantikannya untuk memikat kaisar tua itu.
Akhirnya, pada tahun 49 M, dia berhasil menjadi permaisuri. Tahun berikutnya, dia berusaha membuat kaisar menerima Nero sebagai anak angkat, serta mengupayakan agar putri kaisar menikah dengan Nero, dan menghapus kedudukan Bunitanix yang tadinya putra mahkota, dan mengangkat Nero sebagai penggantinya.
Ketika kaisar tua merasa menyesal atas pengangkatan Nero sebagai pewaris takhta, dia melancarkan intrik pembunuhan keji dengan seporsi hidangan jamur beracun untuk meracuni kaisar tua, dan menggunakan uang dalam jumlah besar untuk membeli pasukan pengawal istana.
Ia kemudian memproklamirkan Nero, yang baru berusia 17 tahun, sebagai kaisar baru Roma. Setelah Nero naik takhta, sudah tergenggam tampuk kekuasaan besar.
Disebabkan oleh pengaruh dan didikan sang ibu dalam jangka panjang, sejak kecil Nero sudah terdidik dengan sifat bengis, serakah, dan sewenang-wenang, serta haus kekuasaan.
Membunuh ibu, istri dan adiknya
Begitu Nero yang masih belia itu naik tahta, dia sudah menganggap Bunitanix sang adik sebagai musuh bebuyutan. Pada kesempatan di sebuah pesta kerajaan, dia meracuni Bunitanix yang masih berusia 14 tahun, dengan arak beracun.
Ketika pesta sedang berlangsung, saat adiknya sekarat, Nero tetap asyik menikmati hidangan, sambil menjelaskan dengan tenang seakan-akan tidak terjadi apa-apa. "Ini (adiknya yang sekarat) hanyalah penyakit ayan yang sedang kumat saja," katanya, yang membuat para tamu di pesta itu ketakutan.
Aklibina, sang ibu, yang juga gila kekuasaan, sering mengatasnamakan Nero untuk melakukan tindakan kekerasan, dan acap kali tampil dengan kedudukannya bagai seorang ratu. Ini membuat Nero sangat marah. Disebabkan takut suatu hari kekuasaan di tangannya akan direbut sang ibu, maka dia berniat menghabisinya.
Nero merencanakan sebuah intrik jahat, lalu menciptakan sebuah insiden kapal tenggelam untuk membunuh ibunya. Tapi ibunya berhasil berenang sampai pantai, serta mengutus seseorang untuk mengirim surat.
Ketika Nero menerima surat dan berbicara dengan pengantar surat itu, diam-diam dia menaruh sebilah belati di atas tanah, dan melaporkan pada pengawalnya bahwa ibunya mengirim seseorang untuk membunuhnya. Ini dijadikan alasan untuk membunuh ibunya sesuai fakta yang ada. Aklibina pun menerima balasan yang setimpal untuk perbuatan jahatnya selama ini.
Nero bahkan memukul hingga mati istrinya yang sedang hamil, ketiga istrinya dibunuh satu per satu. Istri keduanya bernama Bobia, dibunuh karena mengeluh Nero pulang kemalaman. Istri ketiganya, Statilia, yang didapatkan dengan membunuh suaminya, tak lama kemudian juga dibunuh oleh Nero.
Nero juga memerintahkan gurunya untuk bunuh diri, sebab Nero berpendapat bahwa sang guru mencoba mendominasi dirinya. Setelah itu, Nero kehilangan kontrol diri dan berbuat sewenang-wenang serta berfoya-foya, tenggelam dalam kemewahan, berpesta pora, serta memboroskan uang dengan seenaknya.
Negara kuat yang lemah
Ketika itu, daerah kekuasaan Nero sangat luas, membentang dari bagian utara Britania selatan hingga ke selatan Maroko, daerah timur Atlantik hingga barat laut Kaspia, hingga sedemikian kuat penampilan luarnya. Roma ada di pusat seluruh negara imperialis itu, dan Nero memegang tampuk kekuasaan secara total, dengan segala kekuasaan negara berada di tangan sang kaisar.
Satuan tentara Roma adalah basis kekuasaannya. Rakyat tak punya hak bicara, lembaga tinggi negara hanya nama saja. Kaisar adalah penguasa tertinggi, hukum dan segala perangkatnya ada dalam genggamannya. Nasib orang di seluruh negeri tergantung pada suka atau tidaknya sang kaisar.
Pada saat Nero mewarisi tahta kerajaan, Roma waktu itu masih sangat makmur, dan termasuk bagian dari kejayaan sejarah Roma. Beberapa tahun sejak kekuasaan diserobot oleh Nero pun masih ada sisa kecemerlangan negara itu.
Akan tetapi, karena sifat Nero yang jahat dan tidak terkendali, dengan cepat kecemerlangan itu layu dan pudar. Dia menghambur-hamburkan uang seenaknya, dan berjudi gila-gilaan. Ketika bepergian dan piknik, dia dikawal oleh 1.000 iring-iringan kereta mewah. Ketika kas negara kosong, dia menyita harta kekayaan pribadi, membunuh puluhan tuan tanah Spanyol dan Afrika Utara, dan merampas harta kekayaan mereka.
Dia pun menghapus pengurangan pajak serta subsidi terhadap fakir miskin dan orang jompo yang diterapkan di masa lalu, menguasai paksa harta kekayaan kuil, dan mendepresiasi nilai mata uang.
Nero bahkan memaksa istri para anggota parlemen, yang mengenakan perhiasan emas dan perak, agar masuk ke gelanggang gulat untuk saling membunuh, sedangkan dia sendiri justru menyaksikan adegan berdarah dan gila-gilaan itu.
Nero merasa dirinya serba bisa, baik melukis, mengukir, bernyanyi, bermain musik, maupun berbahasa Yunani dan Latin, serta berpuisi dan sebagainya. Dia sudah memulai pertunjukan terbuka pada tahun 59 M. Sering mengundang rakyat kecil untuk menyaksikannya bermain musik dan menyanyi di teater terbuka pada taman istana atau di jalanan.
Pada hari raya, dia menyelenggarakan pertunjukan sangat mewah di dalam istana, dan dia sendiri yang ada di atas panggung sebagai penyair, penyanyi, konduktor, bahkan pegulat. Ketika mengadakan pertunjukan teater, pintu teater ditutup rapat olehnya, tidak diizinkan penonton pulang sebelum pertunjukan selesai. Beberapa penonton yang tak tahan terhadap pertunjukan yang jelek itu, satu per satu terpaksa kabur dengan melompat tembok.
Baca lanjutannya: Nero, Kaisar Romawi Paling Kejam Sepanjang Masa (Bagian 2)