Moammar Gaddafi, Anak Miskin yang Menjadi Penguasa Libya
https://www.naviri.org/2019/01/moammar-gaddafi.html
Naviri Magazine - Selama 42 tahun berkuasa, harta Moammar Gaddafi merangsek ke mana-mana, tak terkecuali ke klub sepak bola Juventus. Sayang, hidupnya berakhir tragis dan mengenaskan.
Publik di luar Libya lamat-lamat masih mengenang Moammar Gaddafi melalui siaran televisi. Di situ ia kerap digambarkan sebagai pria setengah baya yang suka berkemah. Bukan di padang hijau, melainkan di padang pasir.
Tidur di tenda, ia tampil seperti pemimpin yang merakyat. Kebiasaanya tidur di tenda padang pasir mengingatkan pada suku pengembala di Libya, yang hidup nomaden alias berpindah-pindah.
Namun, ironisnya, sepekan setelah meninggalnya Moammar Ghadafi, Los Angeles Times melaporkan aset pemimpin asal Libya yang mencapai US$ 200 miliar atau sekitar Rp 2.400 triliun. Atau lebih besar dari Angaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia tahun 2015, yang hanya Rp 2.039 triliun. Sebuah angka yang mengejukan. Aset tersebut tersebar di rekening bank, investasi real estate, dan investasi saham beberapa perusahaan.
Dengan harta itu, dia masuk urutan ke delapan dari 25 orang terkaya sepanjang sejarah. Dia merupakan satu dari tiga orang muslim yang masuk dalam daftar itu.
Kekayaan Gaddafi diperkirakan mencapai 3 kali lipat dari kekayaan salah satu orang terkaya di dunia, Bill Gates, Andrew Carnegie, dan John D. Rockefeller. Namun, mengapa Gaddafi dengan kekayaan US$ 200 miliar ini tidak masuk dalam radar daftar orang terkaya versi Forbes?
Forbes telah mengeluarkan pernyataan bahwa pihaknya memisahkan kekayaan para penguasa dan diktator dengan kekayaan pribadi atau kekayaan hasil bisnis. Kekayaan penguasa mengaburkan aset milik pribadi dengan milik negara.
Itulah sebabnya, kata pihak Forbes, para penguasa seperti Raja Thailand, Sultan Brunei, dan Sheikh Mohammed Bin Rashid Al Maktoum, tidak masuk dalam daftar jutawan terkaya di dunia. Meski diperkirakan harta para penguasa ini bisa mencapai 11 digit.
Gaddafi sendiri meraih kekuasaan dari nol. Dia bukan anak dari orang tua yang kaya. Dia berasal dari keluarga miskin suku pengembara Bedouin, yang hidup berpindah-pindah.
Ia lahir dan menjalani masa mudanya di Qasr Abu Hadi, sebuah daerah pedesaan di luar kota Sirte, di gurun barat Libya. Ayahnya, Mohammad Abdul Salam, adalah penggembala domba dan unta.
Gaddafi muda memang sudah suka berorganisasi, bahkan membentuk kelompok revolusioner militan. Dia sangat terinspirasi tokoh Mesir anti-Barat, Gamal Abdul Nasser.
Setelah lulus dengan nilai sangat memuaskan di Fakultas Sejarah Universitas Libya, Gaddafi memutuskan masuk akademi militer. Dia berencana membentuk kelompok yang bertujuan menjatuhkan pemerintahan monarki pro-Barat.
Alhasil, setelah melakukan berbagai pelatihan kemiliteran, pria yang lahir di Tripolitania, 7 Juni 1942 ini mampu menjadi pemimpin negara Libya pada tahun 1969.
Pada saat itu, ketika masih berpangkat kolonel, ia melakukan kudeta terhadap pemerintah Raja Idris yang korup dan tidak populer. Melalui jaringan intelijen dan simpatisan yang ia bangun ketika menjadi kadet di akademi militer, tahun itu ia berhasil menggulingkan Raja Idris ketika ia tengah bepergian ke luar negeri.
Sejak saat itu, dia menjadi orang nomor satu di Libya, hingga digulingkan pada tahun 2011.
Lalu dari mana kekayaan Gaddafi? Harian Inggris, The Guardian, sempat melaporkan terdapat "celah" dalam anggaran Libya, yang berupa selisih dari pendapatan minyak dan gas bumi serta pengeluaran negara. Harian tersebut yakin, pendapatan migas yang tidak dibelanjakan oleh negara itu merupakan harta kekayaan keluarga Gaddafi.
Dari sebuah sumber yang dirahasiakan, The Guardian mengutip bahwa keluarga Gaddafi menyimpan uang miliaran dolar AS dalam rekening gelap di Dubai, kemungkinan juga di beberapa negara Teluk yang lain dan di Asia Tenggara.
Financial Times, dalam laporannya yang mengacu pada memo diplomasi yang bocor melalui Wikileaks, menuding Gaddafi membangun "imperium kekayaan" yang diolah oleh anak-anaknya.
Gaddafi tidak membeda-bedakan kekayaan pribadi dengan uang negara, sehingga membuat sulit media untuk mengungkap kekayaannya. Sang pemimpin revolusi dan keluarganya menggunakan uang negara seperti memakai uang sendiri, begitu kata Assanoussi Albseikri, seorang pakar politik di Libya.
"Pejabat tinggi negara langsung ditunjuk oleh Gaddafi. Contohnya saja Farhat Kaddara, Direktur Bank Sentral yang sangat loyal terhadapnya," katanya.
Para pejabat, lanjut Albseikri, berada di bawah pengawasan langsung Gaddafi, dan dilarang menanyakan soal anggaran. Gaddafi mengawasi sumber daya alam, dan menentukan pengeluaran negara secara langsung.
Tahun 2010, Libya memproduksi dua persen kebutuhan minyak dunia, yakni sekitar 2,6 juta barrel minyak bumi per hari. Pemasukan dari sektor migas mencapai sekitar US$ 45 miliar. Menurut informasi National Oil Coorporation (NOC), negara di Afrika Utara itu tahun 2009 masih memproduksi 1,6 juta barrel minyak per hari, dan mendapat pemasukan sekitar 35 miliar dolar AS.
Pengacara asal Libya, Alhadi Shallouf, yang merupakan anggota di Mahkamah Kejahatan Perang di Den Haag, memperkirakan bahwa penerimaan negara dari sektor migas sejak 1969 berjumlah ratusan miliar dolar AS, dan separuhnya mendarat di kantung pribadi keluarga Gaddafi.
"Gaddafi", kata Shallouf, "memiliki rekening tambahan untuk pendapatan dari minyak. Isunya, ia saat ini memiliki US$ 82 miliar, tapi itu jumlah yang muncul pada tahun 90-an, kini jumlahnya pasti lebih tinggi lagi," tukasnya.
Tokoh oposisi Libya, Mohammad Abdul Malik, memperkirakan kekayaan Gaddafi sebesar US$ 80 miliar, dan kekayaan seluruh klan-nya mencapai US$ 150 miliar. "Pemasukan negara langsung mengalir ke kantong keluarga yang berkuasa. Rakyat tidak mendapat sepeser pun," kata Abdul Malik.
Seperti kita ketahui, Gaddafi merupakan raja ladang minyak terbesar di Afrika, dalam 42 tahun masa jabatannya sebagai pemimpin Libya.
Namun, tidak seperti pemimpin Arab Saudi dan pemimpin negara penghasil minyak lainnya, Gaddafi hanya menginvestasikan sedikit uang untuk infrastruktur seperti sekolah dan rumah sakit, serta tidak melakukan pemberdayaan ekonomi rakyat.
Gaddafi justru menghabiskan sebagian besar uangnya untuk membeli dukungan para pemimpin di Afrika. Ghadafi pun memiliki akses untuk menarik uang di bank-bank, karena Bank Sentral Libya dan Otoritas Investasi Libya ada di bawah kekuasaannya.
Pengacara asal Libya, Alhadi Shallouf, meyakini, dengan uang tersebut Gaddafi membangun pasukan serdadu bayaran untuk melindungi rezimnya.
Banyak pihak meyakini, pasukan bayaran yang digunakan Gaddafi untuk memberantas para demonstran di negaranya, berhubungan dengan kelompok pemberontak di Afrika. "Gaddafi banyak membantu kelompok teror, seperti IRA di Irlandia, dan banyak kelompok lain di Italia, dan juga Chad," kata Abdul Malik.
Sebagian besar tokoh oposisi Libya menuntut pemerintahan asing untuk membekukan rekening Gaddafi dan keluarganya, seperti juga dalam kasus Tunisia dan Mesir.
Sementara Libya sendiri tercatat sebagai produsen minyak terbesar ketiga di Afrika. Cadangan minyaknya ditaksir mencapai 45 miliar barrel. Sementara cadangan gas bumi, yang diperkirakan sekitar 1.500 miliar kubik meter, berada di urutan keempat di Afrika.
Tahun 2006, Gaddafi membentuk Libyan Investment Authority (LIA), yang diduga telah menginvestasikan dana sebesar US$ 60 miliar di luar negeri. Di antaranya di sektor perbankan, media, klub olahraga, dan di sektor otomotif.
Menurut Guardian, Libya bahkan menguasai 7,5% sektor perbankan Italia. Selain itu, LIA juga mengakuisisi 2,6% saham FIAT, dan 7,5% di klub Juventus.
Menurut Financial Times, Gaddafi menginvestasikan uang sebesar US$ 21,9 juta di sebuah kompleks hotel di L'Aquila, sebuah kota di Italia yang 2009 lalu terkena bencana gempa bumi.
Namun, setelah Gaddafi 42 tahun berkuasa, musim semi demokratisasi merebak di Arab dan Afrika, atau lebih dikenal sebagai Arab Spring. Gelombang musim semi demokrasi itu menyapu para pemimpin diktaktor. Tak terkecuali Gaddafi.
Pemberontakan pun meletus di Libya. Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) ikut turun tangan melumpuhkan kekuatan militer Libya. Gaddafi pun harus menyingkir dari Istana dan hidup di persembunyian. Tapi itu pun tak lama.
Milisi pemberontak berhasil menangkap dan menyiksa Gaddafi hingga tewas, pada 30 Oktober 2011. Menurut Wikipedia, dalam "Death of Muammar Gaddafi," seorang mata-mata NATO dari Perancis yang mengekusi Gaddafi. Spion NATO itu membonceng di belakang milisi pemberontak Libya.
Setelah kematian itu, barulah kekayaan Gaddafi terkuak. Hartanya konon begitu besar. Menempatkan dia sebagai salah satu orang paling kaya sepanjang sejarah. Pemerintah di Amerika dan Eropa ramai-ramai membekukan hartanya.
Baca juga: Mansa Musa, Pria Paling Kaya-Raya Sepanjang Sejarah