Misteri Kolam Kristal, Tempat untuk Memasuki Dunia Bawah Tanah
https://www.naviri.org/2019/01/misteri-kolam-kristal.html
Naviri Magazine - Semenanjung Yucatan di utara Meksiko bagaikan teras batu kapur yang rata dan rendah. Ia terbentuk saat pergantian zaman batu, tepatnya pada 2 juta tahun silam, dari dasar laut dangkal yang naik. Lubang batuan adalah ciri khas topografi batu kapur yang umum ditemui di semenajung Yucatan. Di barat laut semenanjung tersebut, arkeolog menemukan gugusaan lubang-lubang batuan.
Gugusan lubang tersebut diduga kuat diakibatkan oleh ledakan besar. Kurang lebih pada 65 juta tahun silam, sebuah batu meteor dengan ukuran sebesar sebuah kota menabrak bumi, sehingga membentuk lubang raksasa dengan diameter mencapai 200 km.
Abu yang ditimbulkan akibat tabrakan ini menyelimuti segenap angkasa, sehingga mengubah cuaca, bahkan mengakibatkan banyak makhluk hidup di bumi mati dalam skala besar, termasuk dinosaurus.
Kolam kristal
Di tengah hutan yang lebat di semenajung Yucatan, Meksiko, di luar dugaan tersebar ribuan ‘kolam kristal’ yang misterius. Menurut laporan Reuters, para ilmuwan asal AS telah menemukan ‘kolam kristal’ tersebut, yang sekaligus membuka cadar sesungguhnya dunia air bawah tanah.
Hutan yang lebat itu menyembunyikan banyak ‘kolam kristal’ tersebut, dimana kedalaman salah satu ‘kolam kristal’ dapat mencapai 160 meter lebih dalamnya.
Ribuan ‘kolam kristal’ bawah tanah tersebut telah membentuk sebuah dunia air bawah tanah yang misterius. Bangsa Maya kuno pernah menganggap bahwa di sana merupakan pintu masuk menuju ke alam bawah tanah. Masyarakat setempat pun terus melegendakan, bahwa di dunia air bawah tanah yang misterius itu terdapat setumpuk tulang belulang, dan emas yang membentuk seperti gunung.
Peneliti asal AS dan penjelajah melakukan penyelidikan terhadap sejumlah lubang sambil membawa tabung oksigen, lampu kedap air, dan peralatan bawah air lainnya.
Dari penyelidikan itu diketahui bahwa sesungguhnya ‘kolam kristal’ itu adalah lubang batuan yang terbentuk dari gamping (batu kapur) yang terkikis air hujan permanen. Dan oleh karena air hujan disaring batu kapur sejenis bunga karang, maka air kelihatan sangat jernih dan bening, dan tampak seperti terbuat dari kristal.
Para penyelam petualang merasa seolah-olah melayang di angkasa ketika berenang di dalam air bawah tanah tersebut. Kolam-kolam kristal itu ada yang dangkal, kedalamannya mencapai 1 meter lebih, sedangkan yang dalam tidak berdasar. Mereka pernah menyelami sebuah lubang bawah tanah, hingga di kedalaman 160 meter. Anehnya tetap saja tidak bisa sampai ke dasar.
Wajar saja kalau bangsa Maya pernah menjadikan kolam-kolam kristal tersebut sebagai kolam yang suci, dan mereka pernah memasukkan barang-barang perhiasan ke dalamnya untuk sembahyang leluhur. Dalam kehidupan sehari-hari bangsa Maya kuno, lubang-lubang ini menduduki status yang penting.
Lubang tersebut juga menyediakan sumber air yang cukup bagi bangsa Maya, selain menyediakan tempat pemandian bagi mereka. Hingga sekarang, di sejumlah desa yang jauh terpencil di semenanjung Yucatan, orang-orang masih bergantung pada lubang bawah tanah seperti ini dalam kehidupannya.
Dalam keyakinan spiritual bangsa Maya, lubang-lubang ini juga merupakan tempat tinggal Dewa Hujan, sama seperti Istana Naga dalam legenda Tiongkok. Bangsa Maya mengandalkan mereka, guna bersujud untuk memohon hujan.
Bangsa Maya beranggapan, hujan di langit adalah hasil kunjungan Dewa Hujan. Dan hanya dengan mempersembahkan ‘hadiah’, dewa hujan baru bisa hadir. Mereka memasukkan barang perhiasan ke dalam lubang, bahkan akan memilih gadis cantik untuk diterjunkan ke dalam air, dengan maksud menyenangkan Dewa Hujan.
Spesies baru
Selain kemisteriusan dunia air bawah tanah, di kawasan tersebut juga ditemukan lebih dari 40 spesies makhluk hidup baru berupa udang-udangan dan ikan. Di bawah lingkungan yang sulit, spesies tersebut bisa bertahan hidup. Makhluk air ini hidup dengan mengandalkan makanan dan oksigen yang terbatas di dalam air.
Ini adalah penemuan pertama kali yang pernah diraih para ilmuwan biologi. Ahli biologi laut dari Universitas Texas, yakni Tom Iriver, menuturkan, “Di sini sepenuhnya merupakan sebuah dunia yang unik. Hal-hal yang kami temukan di sana, termasuk beberapa bentuk hayati, belum pernah ditemukan di tempat lain.”
Iriver mengatakan, yang paling menggembirakan adalah telah menyaksikan beberapa bentuk makhluk hidup dan spons yang hidup di perbatasan air laut dan air tawar. Besar kemungkinan mereka memiliki nilai pengobatan yang terpendam, dapat mengobati sejumlah besar penyakit fatal, termasuk kanker.
“Namun, penelitian ini masih terlalu dini, kami masih perlu melakukan sejumlah besar eksprimen ilmiah,” katanya.
Bahkan para ilmuwan juga menemukan sejumlah besar kerangka binatang prasejarah dan benda budaya kuno di lubang tersebut, termasuk tulang belulang kelinci dan bahkan tulang belulang mamut atau gajah purba yang hidup pada zaman glacial.
Seorang penjelajah bawah air menuturkan, “Saat Anda keluar dari air, dan memberitahu orang-orang bahwa di bawah sana ada gajah besar, maka dipastikan Anda akan dianggap gila, tapi faktanya memang demikian.”
Karena perkembangan penduduk dan eksploitasi pariwisata, susunan ekosistem ‘kolam kristal’ tengah mengalami kerusakan. Selama 30 tahun di masa lalu, daerah yang pernah dihuni bangsa Maya ini, jumlah penduduknya membengkak hingga 10 kali lipat, mencapai 1 juta jiwa, ditambah lagi penduduk asal AS, Eropa, dan sejumlah besar wisatawan dari daerah lain di dunia. Akibatnya, dunia bawah air ini mendapat ancaman serius.
Para ahli lingkungan memperingatkan, usaha pariwisata setempat yang berkembang pesat, dan sejumlah besar sampah yang diciptakan usaha pelayanan, sudah mulai menimbulkan polusi terhadap lingkungan lubang batuan.
Kini, pencemaran yang dihasilkan orang-orang setempat semuanya di buang ke dalam bawah tanah, sistem sungai di lubang dengan kedalaman 1 meter di semenanjung Yucatan telah mengalami pencemaran sampah sebanyak 250 ton setiap harinya.
Setiap hari, ratusan wisatawan menyusup ke lubang-lubang yang dibuka tersebut, dan dengan semena-mena merusak susunan ekosistem di dalamnya. “Kami sekarang membutuhkan rancangan yang matang dan cermat, yang dapat mengembangkan ekonomi setempat sekaligus melindungi dunia bawah air yang tak ternilai itu,” jelas Mahert.
Baca juga: Misteri Penemuan Bangunan Berusia 3.000 Tahun di Bawah Tanah