Misteri Holocaust dan Konspirasi Rezim Zionis Yahudi (Bagian 1)
https://www.naviri.org/2019/01/misteri-holocaust-part-1.html
Naviri Magazine - Perang Dunia II di wilayah Eropa menimbulkan kerugian dan korban jiwa besar. Pada kurun waktu 1939 hingga 1945, puluhan juta orang tewas dan cedera di Eropa, Asia, dan Afrika. Selain itu, banyak fasilitas ekonomi hancur akibat peperangan tersebut.
Berbagai peristiwa yang terjadi dalam perang dunia selalu menjadi topik pembahasan para sejarawan dan analis. Di antara peristiwa yang sangat kontroversial adalah Holocaust, yaitu klaim orang-orang Zionis sebagai aksi pembantaian terhadap enam juta Yahudi oleh pasukan Nazi.
Holocaust berarti pembunuhan massal dengan cara membakar. Masalah ini diangkat kembali setelah Perang Dunia II. Rezim Zionis menggunakan tragedi Holocaust sebagai trik untuk menarik perhatian masyarakat internasional, dan menggelindingkan propaganda luas dalam hal ini. Berbagai film dan karya buku tentang Holocaust diterbitkan.
Saat ini, kamp-kamp penahanan dan penyiksaan orang-orang Yahudi, khususnya kamp Auschwitz, menjadi museum untuk umum. Lebih dari 250 museum didirikan di berbagai negara, guna mengenang korban Holocaust. Bahkan, di sekolah di AS dan Eropa, tragedi itu juga dijadikan pelajaran sejarah.
Propaganda rezim Zionis dalam kaitan Holocaust sedemikian gencar, sehingga seorang sejarawan Yahudi bernama Alfred M Lilienthal menyebut propaganda itu dengan “Holocaust Mania”.
Upaya terbaru rezim Zionis adalah menekan Majelis Umum PBB untuk menetapkan 27 Januari sebagai Hari Holocaust, yang akan diperingati setiap tahun.
Meski propaganda Holocaust gencar dilakukan, banyak sejarawan dan cendikiawan yang meragukan tragedi tersebut. Mereka juga menulis berbagai buku, mencantumkan argumen dan bukti-bukti yang mempertanyakan keotetikan tragedi Holocaust.
Meskipun demikian, para kritikus tidak mengingkari terjadinya pembunuhan terhadap sejumlah orang Yahudi oleh pasukan fasis Hitler, dan hal ini dinilai sebagai sebuah tragedi. Namun, mereka berpendapat bahwa tragedi itu tidak seperti yang digambarkan oleh rezim Zionis.
Kritikan pertama yang dilontarkan oleh para cendikiawan adalah bahwa pada Perang Dunia II, jutaan orang dari berbagai etnis dan agama menjadi korban keganasan Nazi. Namun, mengapa yang diekspos secara meluas hanya dikhususkan kepada para korban Yahudi saja?
Seorang anggota Komite Pendataan Holocaust AS-Polandia, Rana I. Aloy, menyatakan, meski orang-orang Yahudi mengalami penderitaan, hal itu juga menimpa orang-orang selain Yahudi. Korban paling banyak pada PD II adalah orang Rusia.
Korban tewas di pihak Jerman juga tidak sedikit, dengan jumlah mencapai 9 juta orang dan 5,1 juta orang lainnya menjadi tawanan perang. Dengan demikian, pada PD II telah terjadi berbagai pembantaian massal yang dilakukan oleh negara-negara yang mengklaim sebagai negara yang memiliki peradaban tinggi.
Alasan lain yang dikemukakan oleh para pengkritik tragedi Holocaust adalah pada era Perang Dunia II tidak ada laporan mengenai pembunuhan massal orang-orang yahudi. Dalam laporan Palang Merah Internasional dan perundingan sejumlah pejabat negara penentang Nazi, juga tidak disebutkan keterangan soal pembakaran orang-orang Yahudi oleh Nazi.
Sebenarnya, rezim Zionis terlalu membesar-besarkan tragedi pembantaian orang-orang Yahudi. Bukti lainnya, dalam dokumen pemerintahan Nazi, Hitler tidak pernah menginstruksikan pembantaian massal terhadap orang-orang Yahudi Yahudi. Bahkan tidak ada catatan mengenai pengalokasian dana besar untuk program tersebut. Karena, program pembantaian enam juta orang Yahudi tentu menelan dana besar dan rencana yang matang.
Persoalan lain yang menyebabkan tragedi Holocaust sulit diterima adalah, Jerman tidak mempunyai fasilitas untuk melakukan pembantaian massal tersebut. Pihak rezim Zionis mengklaim, para serdadu Jerman membantai orang-orang Yahudi dengan menggunakan gaz beracun Zyclon-B, dan kemudian membakar janazah mereka di kamp konsentrasi.
Bagi negara yang sedang dilanda perang besar, melakukan aksi pembantaian massal di negara jajahannya adalah tindakan yang sangat tidak logis, dan akan menelan biaya sangat besar. Di samping itu, apa perlunya pasukan Nazi meracuni orang-orang Yahudi terlebih dahulu kemudian membakar jenazah mereka.
Poin lain yang disinggung oleh seorang mantan guru besar universitas di Perancis, Profesor Robert Faurisson, adalah; orang-orang Yahudi hanya dijadikan budak di kamp-kamp kosentrasi Nazi. Dan Nazi sama sekali tidak memiliki kepentingan untuk membantai mereka. Karena tindakan tersebut sama halnya dengan membuang tenaga sia-sia.
Prof Faurisson, yang telah melakukan penelitian tentang tragedi Holocaust sejak lama, dalam sebuah artikel yang dimuat oleh majalah Le Monde Diplomatique, menyebutkan poin penting lainnya soal Holocaust. Menurutnya, jika ada satu orang saja dari keluaga korban Holocaust, ia akan menunjukkan dirinya. Namun, sampai saat ini tak satu pun yang mengklaim sebagai anggota keluarga korban Holocaust.
Faurisson dan sejumlah orang yang sepaham dengannya menilai tragedi Holocaust sebagai dongeng karya orang-orang Zionis. Menurut keterangan para pengamat, ruang-ruang gas yang gencar dipublikasikan oleh rezim Zionis itu sebenarnya ruang sterilisasi atau penyemprotan gas antibakteri pada pakaian dan badan jenazah.
Yang sebenarnya terjadi adalah, pada era PD II, khususnya akhir perang tersebut, berbagai penyakit menular seperti wabah dan tipes menjangkiti para tahanan di kamp konsentrasi Nazi.
Oleh karena itu, cara antisipasi dan penanganan wabah tersebut adalah dengan menyemprotkan zat antibakteri, dan membakar pakaian serta jenazah yang telah terkontaminasi virus. Fenomena ini dipandang sebagai peluang besar bagi orang-orang Zionis untuk mengemukakan fiksi Holocaust.
Kritikan lainnya adalah menyangkut jumlah korban di pihak orang-orang Yahudi, yang mencapai enam juta orang. Pihak Zionis mengklaim jumlah tersebut tidak dapat diragukan lagi. Seorang sejarawan asal Inggris, Doktor David Irwing, dalam bukunya mencantumkan berbagai argumen bahwa aksi pembantaian terhadap enam juta orang Yahudi itu tidak lebih dari kebohongan besar.
Karena, jumlah orang-orang Yahudi di seluruh Eropa pada masa itu tidak mencapai enam juta orang. Apalagi pasukan Nazi tidak sepenuhnya menguasai Eropa. Seorang pengamat Iran, Doktor Muhammad Taqi Pour, mengatakan, dari jumlah keseluruhan warga Yahudi Jerman yang mencapai 600 ribu orang, 400 ribu di antaranya atas perintah Hitler telah meninggalkan Jerman sebelum Perang Dunia II dikobarkan.
Hal lain yang perlu kita cermati adalah sejumlah dokumen menunjukkan hubungan baik orang-orang Zionis dengan para pejabat tinggi Nazi. Pada 1933, yaitu tahun Hitler berkuasa, hingga 1941, orang-orang Zionis menjalin hubungan erat dengan Nazi di bidang ekonomi.
Hitler, yang sangat menentang keberadaan orang-orang Yahudi di Jerman, bersama orang-orang Zionis berupaya merelokasi orang-orang Yahudi ke Palestina. Seorang analis Nazi, Alfred Rosenburg, dalam bukunya menulis, Nazi harus mendukung pihak Zionis, sehingga setiap tahun orang-orang Yahudi di Jerman dapat dipindahkan ke Palestina.
Meskipun demikian, Rezim Zionis tetap bersikeras mempertahankan klaim mereka soal Holocaust. Rezim Zionis juga berupaya keras menginfiltrasi negara-negara Eropa, untuk mencegah segala bentuk penelitian terhadap keotentikan peristiwa Holocaust.
***
Fenomena Holocaust begitu penting bagi Zionis, karena bisa menciptakan opini pengorbanan orang-orang Yahudi. Fiksi pembantaian enam juta warga Yahudi oleh Hitler merupakan permainan terpenting Zionis untuk menumbuhkan belas kasih masyarakat dunia kepada orang-orang Yahudi. Oleh karena itu, mereka tidak akan menerima kritik dalam kaitan tragedi tersebut.
Profesor Robert Farison, Direktur Lembaga Kebebasan Beropini di Kanada mengatakan, “Holocaust telah berubah menjadi sebuah keyakinan. Sebuah keyakinan dirancang untuk orang-orang selain Yahudi, dan siapa pun yang mengingkari tragedi itu akan ditindak seperti seorang yang murtad. Hal ini merupakan langkah yang salah dan menipu, menurut akal dan logika.”
Profesor Robert Farison juga menyatakan bahwa Holocaust merupakan bom nuklir Zionis.
Baca lanjutannya: Misteri Holocaust dan Konspirasi Rezim Zionis Yahudi (Bagian 2)