Konspirasi Illuminati di Balik Peristiwa Holocaust (Bagian 2)
https://www.naviri.org/2019/01/illuminati-holocaust-part-2.html
Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Konspirasi Illuminati di Balik Peristiwa Holocaust - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.
Karena itu, seorang tokoh Yahudi bernama Theodore Hertzl ditugaskan menemui Sultan Abdul Hamid II, yang kala itu menjadi Khalifah Turki Utsmaniyah, agar mau menyerahkan tanah Palestina bagi bangsa Yahudi.
Sultan Abdul Hamid II menolak mentah-mentah permintaan itu, walau Hertzl mengiming-imingi Sultan dengan harta berlimpah. Namun, dengan keteguhannya, Sultan Abdul Hamid II tidak bergeming sedikit pun.
“Selama jantungku masih berdetak dan darahku masih mengalir, aku haramkan tanah Palestina bagi kalian, wahai Yahudi,” demikian jawaban Sultan Abdul Hamid II.
Hertzl dan petinggi Yahudi geram, dan membuat strategi untuk meruntuhkan khilafah dengan memunculkan seorang Turki Muda bernama Mustafa Kemal Attaturk. Dengan kekejian dan kelicikan, Sultan Abdul Hamid II pun tersingkir.
Kekhalifahan Turki Utsmani dibubarkan, dan Mustafa Kemal Attaturk menjadi pemimpin Turki, dan mensekulerkan negeri itu. Satu penghalang telah tumbang. Walau demikian, Yerusalem belum bisa diduduki.
Theodore Hertzl kemudian menyelenggarakan Kongres Internasional Zionisme (1897) yang diselenggarakan di Basel, Swiss. Kongres ini menyepakati bahwa seluruh Yahudi-Diaspora, istilah bagi orang-orang Yahudi yang masih terserak di seluruh dunia, agar secepatnya melakukan imigrasi ke Promise Land, atau yang menurut mereka Kota Suci Yerusalem.
Seruan Kongres Internasional Zionis ini tidak ditanggapi dengan antusias. Banyak keluarga Yahudi yang sudah mapan di Eropa dan Amerika, enggan pindah ke Yerusalem. Meraka menolak seruan itu walau para ketua Zionis memaksa.
Akhirnya tidak ada jalan lain, imigrasi Yahudi ke Palestina harus melalui jalan paksaan. Harus ada satu kondisi yang memaksa orang-orang Yahudi-Diaspora agar mau pindah ke Palestina. Dan tugas tersebut ada pada Karl Haushofer, yang dianggap sangat mengusai keadaan pada masa itu.
Akhirnya, Haushofer berhasil dengan gemilang mendekati Hitler dan kemudian—tanpa disadari—ulah Nazi mengejar-ngejar orang Yahudi mengakibatkan banyak orang Yahudi yang kabur dari negerinya, dan berbondong-bondong ke Palestina.
Namun, ini yang sangat menyesakkan bagi bangsa Yahudi Eropa, bagaimana mungkin Karl Haushofer yang berdarah Yahudi mampu melakukan pembantaian berdarah terhadap kaumnya sendiri, melalui tentara Nazi karena alasan untuk menduduki tanah Palestina?
Seperti yang telah dikemukakan Frederich Toben atau Norman Finkeltstein dalam “The Holocaust Industry”, peristiwa Holocaust sesungguhnya didalangi oleh kaum Zionis-Yahudi guna memaksa orang-orang Yahudi lainnya agar mau pindah ke Palestina, lewat tangan Adolf Hitler.
Bahkan Norman Finkelstein, yang juga berdarah Yahudi, menentang cara-cara kotor Zionis ini. Dalam bukunya, Finkelstein membongkar mitos Holocaust dan menyebutnya sebagai proyek pemerasan yang dilakukan Zionis terhadap negara-negara Eropa dan juga dunia, dengan mengorbankan kaum Yahudi Eropa yang sebenarnya enggan ke Palestina.
Namun, tidak sedikit yang beranggapan kalau Holocaust hanya peristiwa yang diciptakan untuk tujuan tertentu. Pengingkaran Holocaust adalah kepercayaan bahwa Holocaust tidak pernah terjadi, atau jauh lebih sedikit dari 6 juta orang Yahudi yang dibunuh oleh Nazi; dan bahwa tidak pernah ada rencana terpusat untuk memusnahkan bangsa Yahudi; atau bahwa tidak ada pembunuhan masal di kamp-kamp konsentrasi.
Mereka yang percaya hal ini biasanya menuduh bangsa Yahudi atau kaum Zionis mengetahui hal ini, dan mengadakan konspirasi untuk mendukung agenda politik mereka.
Karena Holocaust dianggap sebagai salah satu kejadian yang paling banyak didokumentasikan dalam sejarah, pandangan-pandangan ini tidak dianggap kredibel. Organisasi-organisasi, seperti American Historical Association, mengatakan bahwa pengingkaran Holocaust (Holocaust denial) sebagai "at best, a form of academic fraud."
Ini yang membuat pernyataan Holocaust denial di muka umum merupakan pelanggaran hukum di sepuluh negara Eropa, termasuk Perancis, Polandia, Austria, Swiss, Belgia, Romania, dan Jerman.
Penolak Holocaust lebih suka disebut Holocaust revisionists. Kebanyakan ahli sejarah mengatakan bahwa istilah ini menyesatkan. Historical revisionism adalah bagian dari ilmu sejarah; yaitu penyelidikan ulang dari accepted history (sejarah yang sudah diterima secara umum), dengan tujuan untuk lebih memperjelas peristiwa tersebut.
Sebaliknya, negationist (pendukung Holocaust) dapat secara sengaja menggunakan catatan sejarah yang salah; seperti ditulis Gordon McFee: "Revisionists depart from the conclusion that the Holocaust did not occur and work backwards through the facts to adapt them to that preordained conclusion. Put another way, they reverse the proper methodology ... thus turning the proper historical method of investigation and analysis on its head."
Public Opinion Quarterly juga menyimpulkan: "Tidak ada ahli sejarah terkemuka yang mempertanyakan kenyataan Holocaust, dan mereka yang mendukung Holocaust denial kebanyakan adalah anti-Semit dan/atau neo-Nazi”.
Holocaust denial sangat populer karena memang banyak bukti yang dikeluarkan oleh ilmuwan barat sendiri yang menjelaskan kebohongan holocaust.
Disertasi Doktor Mahmoud Abbas, Presiden Palestina, meragukan bahwa kamar gas digunakan untuk membunuh orang-orang Yahudi, dan mengatakan bahwa jumlah orang Yahudi yang dibunuh dalam Holocaust kurang dari 1 juta jiwa.
Abbas belum pernah menyatakan pandangan ini sejak ditunjuk menjadi Perdana Menteri Palestina pada tahun 2003, dan telah membantah bahwa ia seorang Holocaust denier.
Pada akhir 2005, presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad, menggambarkan Holocaust sebagai "mitos pembantaian orang Yahudi."
Sebenarnya, dari kalangan ilmuwan barat sendiri ada beberapa yang menyangkal adanya Holocaust, di antaranya: pengarang Perancis, Roger Garaudy, Profesor Robert Maurisson, Ernst Zundel, David Irving, dll. Tetapi hampir semuanya dinyatakan bersalah dan dijebloskan ke dalam penjara. Termasuk, pada 15 Feb 2007, Ernst Zundel seorang Holocaust denier, dihukum 5 tahun penjara.
Seorang pengacaranya, Herbert Schaller, mengatakan bahwa semua bukti tentang adanya Holocaust hanya berdasarkan pengakuan korban-korbannya saja, bukan berdasarkan fakta-fakta yang jelas. Ernst Zundel juga pernah ditahan pada tahun 1985 dan 1988 dalam kasus yang sama.
Semua hal di atas sangat kontras dengan slogan negara-negara barat yang menyatakan kebebasan berpendapat, apalagi disertai bukti-bukti ilmiah tentang kebohongan Holocaust. Terutama digunakannya kamar gas oleh Nazi di Polandia. Tetapi, begitu menyinggung masalah yang menggugat hal ini, mereka langsung memberangus penentang-penentangnya, sehingga banyak kalangan menilai adanya lobi Yahudi di belakang mereka.
Baca juga: Tiga Bekas Penjahat Perang Zaman Nazi Ditangkap di Jerman