Mengenal Tradisi Rebo Wekasan dan Tolak Bala di Indonesia
https://www.naviri.org/2018/12/tradisi-rebo-wekasan.html
Naviri Magazine - Sebagian masyarakat Indonesia biasa menyelenggarakan tradisi yang disebut Rebo Wekasan. Rebo Wekasan adalah hari Rabu terakhir di bulan Safar, atau bulan kedua dalam kalender Islam/Hijriah, sebelum memasuki bulan Rabbiul Awal atau Maulid/Mulud.
Dalam tradisi Jawa, Rabu terakhir di bulan Safar inilah yang disebut sebagai Rebo Wekasan atau Rebo Pungkasan, adapun dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah Arba Mustamir.
Bakal datangnya hari sial pada Rabu terakhir di bulan Safar menjadi kepercayaan bagi sebagian umat Islam di Nusantara. Untuk mengantisipasi itu, digelar bermacam-macam ragam ritual penolak bala di banyak daerah di Indonesia.
Karel A. Steenbrink, dalam Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia Abad ke-19 (1984), menyebut tradisi ini sudah muncul sejak awal abad ke-17, khususnya di Aceh, Sumatera, dan Jawa, juga di sebagian wilayah Riau, Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, bahkan Maluku.
Sebagian masyarakat Muslim di Aceh Selatan, misalnya, mengenal tradisi “makmegang” yang diadakan pada hari Rabu terakhir di bulan Safar. Ritual tolak bala ini berupa doa bersama di tepi pantai yang dipimpin oleh seorang teungku, dan diikuti oleh para tokoh agama, tokoh masyarakat, dan sebagian warga.
Di Jawa, lebih banyak daerah yang rutin melakukan tradisi ini, terutama masyarakat di tepi pantai. Sulthon Fathoni, dalam artikel “Rebo Wekasan: Tradisi dan Hukumnya dalam Islam”, memaparkan, daerah-daerah yang melakukan tradisi ini kebanyakan adalah daerah pesisir, yang relatif lebih dulu, kuat, dan kosmopolit keislamannya dibanding daerah pedalaman.
Cara masyarakat dalam menyikapi Rebo Wekasan di masing-masing daerah di Jawa berbeda-beda. Sebagai contoh adalah sebagian warga Muslim di Banten dan Tasikmalaya, juga beberapa daerah lainnya di Jawa Barat, yang biasanya menunaikan salat khusus bersama di pagi hari pada Rabu terakhir bulan Safar itu.
Di Bantul, Yogyakarta, tepatnya di Desa Wonokromo, tradisi tolak bala terkait Rebo Wekasan diterapkan dengan pembuatan lemper raksasa, yang nantinya dibagi-bagikan kepada warga atau orang-orang yang hadir dalam acara itu.
Sedangkan di ujung timur Jawa, Banyuwangi, diadakan tradisi petik laut untuk memperingati Rebo Wekasan oleh sebagian masyarakat pesisir di Pantai Waru Doyong. Di desa lain di Banyuwangi, ada pula komunitas warga yang melakukan tradisi tolak bala dengan makan nasi yang dibuat khusus, bersama-sama di tepi jalan.
Sementara sebagian warga Muslim di Kalimantan Selatan menyikapi Arba Mustamir atau Rebo Wekasan dengan beberapa cara, di antaranya adalah dengan salat sunah disertai doa tolak bala, selamatan kampung, tidak bepergian jauh, tidak melanggar pantangan, hingga mandi Safar untuk membuang sial.
Bahtiar L dan kawan-kawan, dalam jurnal penelitian sosial-keagamaan Kontekstualita (Volume 24, Nomor 2, Desember 2008), terbitan IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, menyebut ritual mandi Safar juga diterapkan oleh sebagian masyarakat Muslim di Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, hingga Maluku.
Baca juga: Fosil Berusia 50.000 Tahun Mengungkap Sejarah Mengejutkan