Waduh, Ternyata Internet Malah Bikin Kita Jadi Bodoh
https://www.naviri.org/2018/12/ternyata-internet-malah-bikin-bodoh.html
Naviri Magazine - Dulu, sebelum adanya internet, orang biasa menikmati bacaan lewat buku, majalah, koran, atau media cetak lainnya. Dalam media-media itu, tulisan diproduksi secara utuh, dan umumnya cukup panjang. Untuk buku, tentu saja sangat panjang karena isinya hanya tulisan, dan pembaca akan menikmatinya dari halaman awal sampai halaman akhir.
Ketika internet mulai lahir, terjadi pergeseran cara membaca. Jika sebelumnya membaca buku, kini membaca tulisan di internet. Jika sebelumnya menikmati berita atau artikel di koran dan majalah, kini membacanya lewat situs berita. Sekilas, aktivitas itu sama saja, karena sama-sama membaca. Namun, diam-diam, terjadi hal yang tak terduga.
Psikolog perkembangan di Tufts University, Maryanne Wolf, khawatir gaya membaca yang dipromosikan/dilahirkan oleh internet memperlemah kapasitas manusia untuk memamah bacaan yang dalam.
"Kita tidak hanya apa yang kita baca. Kita adalah bagaimana cara kita membaca," ujar psikolog yang juga menulis buku Proust and the Squid: The Story and Science of the Reading Brain. Proust adalah pengaran Perancis yang masyhur, terutama karena novel yang luar biasa tebal dan kompleks, In Search of Lost Time (Remembrance of Things Past), yang ketebalannya mencapai lebih dari 4 ribu halaman.
Menurut Wolf, ketika seseorang membaca secara online, dia cenderung hanya menjadi "dekoder informasi". Akhirnya, kemampuan untuk menafsirkan teks, serta membuat koneksi mental yang terbentuk saat membaca secara mendalam, perlahan-lahan menyusut.
Kepada The Guardian, Wolf mengatakan manusia pada dasarnya tidak terlahir untuk membaca. Saat melakukan kegiatan membaca, otak menata kembali area yang mengatur penglihatan, bahasa, dan kognisi. Bagian sirkuit mana yang digunakan bergantung pada faktor seperti sistem penulisan, formasi, dan medium.
Contohnya, ketika sedang membaca tulisan dalam bahasa Mandarin, otak akan lebih aktif di bagian korteks ingatan visual. Hal ini tidak terjadi ketika otak sedang membaca tulisan dalam bahasa Inggris.
Namun, tidak semua pakar setuju jika internet dianggap sebagai biang keladi menurunnya kemampuan berpikir. Pew Internet & American Life melansir sebanyak 81% dari 370 pakar internet setuju dengan proposisi "penggunaan internet telah meningkatkan kecerdasan manusia".
Pentingnya literasi digital
Jelas, membaca melalui media cetak dan internet berbeda. Di atas kertas, teks memiliki bagian awal, tengah, dan akhir yang telah ditentukan sebelumnya. Melalui medium cetak, pembaca diajak mengikuti alur yang disusun oleh penulis. Sedangkan di internet, pembaca meluncur sesuka hati. Mereka sendiri yang menyusun bagian awal, tengah, dan akhir apa yang mereka yang baca.
Selain itu, pembaca web juga semakin melemah dalam menilai informasi yang dapat dipercaya. Dalam sebuah penelitian, Donald J. Leu dari University of Connecticut meminta 48 siswa mengunjungi situs abal-abal zapatopi.net. Situs itu memuat spesies yang menjadi mitos yang dikenal sebagai gurita pohon pasifik barat laut.
“Hasilnya, hampir 90 persen di antaranya menangkap mentah-mentah lelucon tersebut, dan menganggap situs tersebut sebagai sumber terpercaya,” ujar Leu, seperti dilansir dari New York Times.
Baca juga: Google Plus Akan Segera Ditutup Akibat Temuan Bug Berbahaya