Mengapa Orang Bisa Terjebak Dalam Berita-berita Hoax
https://www.naviri.org/2018/12/terjebak-dalam-hoax.html
Naviri Magazine - Ketika orang menemukan suatu berita, entah di situs internet atau di media sosial, ada kalanya langsung mempercayai isi berita itu tanpa upaya memverifikasi kebenaran berita tersebut. Bahkan, tidak sedikit orang yang langsung memberikan aneka komentar yang panjang lebar terkait berita itu, meski berita yang ia komentari belum jelas kebenarannya.
Prof. Shannon Rauch, asisten profesor psikologi di Benedictine University di Mesa, menyebutkan bahwa ada gejala orang di media sosial untuk ikut bicara pada suatu tema agar bisa dianggap mengerti.
Sebuah berita yang menjadi trending topic di media punya kecenderungan disebarkan lebih banyak, tanpa adanya upaya verifikasi terlebih dahulu, agar tidak terlihat ketinggalan. Dengan menyebarkan satu berita yang ramai dibicarakan, orang bisa merasa tahu dan dianggap punya legitimasi sebagai orang yang berpengetahuan luas.
Ia juga mengatakan bahwa orang yang terjebak hoax biasanya mengalami information overload. Banyaknya informasi membuat orang malas dan kerap kali terjebak dengan berita-berita yang tak benar.
Menurut Rauch, anak muda merupakan kelompok yang paling rentan menyebarkan hoax, karena perilaku scrool-share tanpa baca serius. Apalagi dengan ditambahi komentar, lapisan kebenaran menjadi sangat-sangat kabur dan tak lagi jelas.
Salah satu yang menyebabkan beredarnya hoax adalah sikap segan dan tunduk pada otoritas yang lebih tinggi. Misalnya kita punya seseorang yang diidolakan sebagai orang jujur, tak pernah bohong, atau berintegritas, kerap membuat kita tak perlu memeriksa apakah berita yang diberikan itu benar atau hoax.
Hal serupa juga terjadi ketika seseorang membaca satu berita bohong yang berulang-ulang, lantas membuat asumsi bahwa berita itu sebagai kebenaran. Misalnya terjadi pada kasus kematian Mr Bean atau Morgan Freeman yang berkali-kali dikabarkan meninggal, orang dengan mudah mengucapkan belasungkawa atau duka.
David Gibson, profesor sosiologi dari University of Notre Dame, menyebut bahwa kabar bohong dibuat dalam satu jaringan sosial untuk menjaga kepentingan. Kadang secara sadar seseorang menyebarkan kebohongan untuk membantu agenda yang dibuat.
Profesor Gibson menyebut korporasi, lembaga negara, dan militer, kerap membuat propaganda kebohongan agar kepentingan mereka bisa terjaga. Dalam hal ini, hoax dibuat agar orang tak lagi fokus pada masalah sebenarnya, dan terjebak pada hal-hal bombastis yang bukan jadi pokok persoalan.
Baca juga: Mengapa Hoax dan Berita Bohong Sering Muncul di Internet