Misteri Cakram Phaistos, Sesembahan Manusia di Zaman Kuno
https://www.naviri.org/2018/12/misteri-cakram-phaistos.html
Naviri Magazine - Suatu ketika di tahun 1900-an, seorang arkeolog Italia bernama Luigi Prenier sedang melakukan ekskavasi di sebuah tempat yang waktu itu diduga sebagai Istana Phaistos di kaki Gunung Ida, Pulau Kreta. Di salah satu sudut situs tersebut, arkeolog ini menemukan sebuah benda berbentuk piringan, yang memiliki pola cukup rumit di kedua sisinya, dan terlihat seperti dibuat dengan metode cap.
Tetapi, yang paling mencengangkan adalah benda yang disebut Cakram Phaistos tersebut telah berusia 3500 tahun. Hal ini sangat mencengangkan, karena metode penulisan dengan cap belum pernah ada yang setua itu.
Keheranan para peneliti belum juga selesai, mereka kemudian bertanya-tanya fungsi benda tersebut. Pola-pola yang diatur sesuai dengan alur cakram tersebut menunjukkan adanya perulangan terhadap simbol tertentu, yaitu yang berbentuk perisai dengan 8 lingkaran dan kepala manusia dengan rambut punk.
Simbol tersebut kemudian menjadi perhatian para peneliti, apapun maksud dari Cakram Phaistos ini pasti berkaitan dengan kedua simbol tersebut. Salah satu usaha untuk menerjemahkan maksud simbol-simbol itu adalah dengan menghubungkannya dengan tulisan lain dari bahasa Luwean, yang menunjukan bahwa dua simbol tersebut kemungkinan memiliki bunyi A-Qwe.
Pendukung teori A-Qwe kemudian mencari padanan makna dari A-Qwe, hampir semua yang mempercayai teori ini langsung tertuju pada kata Akko/Aka yang merupakan sebutan untuk Dewi Ibu yang disembah secara luas di kawasan mediterania sebelum era Hellenic.
Orang di daratan italia menyebutnya Acca Larentia, di daerah Libya disebut Ala, beberapa pulau di laut Aegean menyebutnya Aka atau Akore, semakin ke Utara disebut dengan Ukko.
Bahkan, nama ini sampai di Finlandia, dan bertahan melewati masa Hellenic. Bangsa Nordic juga memiliki Dewi Ibu yang nyaris mirip, namanya yaitu Edda. Sedangkan di Rusia, Dewi Ibu dikenal sebagai Ava. Semua sebutan tersebut tertuju pada satu makna, yaitu personifikasi Dewi Ibu.
Jika kita melihat karya patung maupun ukiran prasejarah, terlihat bahwa hampir semua karya berukuran besar memiliki fitur tubuh wanita. Meskipun begitu, masih sulit dibuktikan apakah patung tersebut mewujudkan sesembahan atau tidak.
Karya manusia tertua yang menunjukkan adanya higher beings terdapat di Prancis, yang berupa ukiran di sebuah batu berukuran 50 cm, berbentuk seorang wanita yang membawa tanduk dengan 13 ruas. Patung ini berusia sekitar 20.000 hingga 30.000 tahun yang lalu. Ukiran ini dikenal dengan nama Venus of Laussel.
Patung lain yang menunjukkan adanya higher being berwujud wanita dapat dilihat dalam patung Venus of Willendorf, yang ditemukan di Austria. Figur ini berusia sekitar 20.000 tahun yang lalu. Hal yang unik dari figur ini adalah bentuk kakinya yang kecil, sehingga tidak mungkin bisa berdiri sendiri.
Dengan ukuran kaki yang kecil, para peniliti meyakini bahwa patung ini dulunya digunakan untuk sebuah ritual. Selain itu, di kedua objek tersebut terdapat sisa cairan berwarna merah, yang diyakini sebagai bukti bahwa benda tersebut digunakan sebagai ritual.
Era Earth Mother, sekitar 20.000 tahun yang lalu, manusia mulai melakukan pemujaan terhadap higher being yang hampir semuanya berwujud wanita. Puncak era Earth-Mother adalah pada awal era neo-lithic sekitar 7500 MS hingga awal kemunculan kerajaan Mesir kuno di tahun 3000 SM.