Ternyata, Orang Bisa Kecanduan Uang Seperti Kecanduan Obat Terlarang
https://www.naviri.org/2018/12/kecanduan-uang.html
Naviri Magazine - Semua orang senang pada uang, itu sudah jadi rahasia umum. Buktinya, setiap hari orang-orang bekerja keras demi uang. Bahkan kadang sampai lupa segalanya kalau sedang mencari uang. Itu sebenarnya lumrah. Yang tidak lumrah, mungkin, orang-orang yang sudah punya banyak uang, tapi masih menghalalkan segala cara untuk bisa mendapat uang.
Misal, ada pejabat yang sudah kaya-raya sebelum jadi pejabat. Ketika jadi pejabat, ia ketahuan korupsi atau menerima suap yang jumlahnya relatif kecil. Bagaimana seseorang yang punya banyak uang bisa melakukan hal semacam itu?
Sebuah penelitian mengungkapkan, orang-orang kaya yang hidupnya sejahtera cenderung lebih mudah untuk berbohong, berbuat curang, dan melanggar hukum demi kepuasan pribadinya, tanpa ada penyesalan. Ketua penelitian ini, Dr. Paul Piff dari University of California, Berkeley, mengatakan, perilaku tak beretika orang-orang dari kelas atas ini adalah bentuk ketamakan yang tujuannya menguntungkan diri sendiri.
Stephane Cote dari University of Toronto Rotman School of Management, yang turut menulis penelitian dengan Piff, menyimpulkan, "Kami menemukan sebuah tren bahwa individu kelas atas yang memiliki uang banyak, pendapatan berlebih, berpendidikan baik, dan punya pekerjaan bergengsi—cenderung lebih sering pula berperilaku tak etis”.
Piff mengatakan kalau penyebab utama dari ketamakan itu adalah uang.
Uang nyatanya memang bak jin dalam botol. Ia bisa berubah jadi apa saja yang kita inginkan. Uang bisa membeli barang-barang, status, dan bahkan orang. Memiliki uang dalam jumlah banyak memberi keuntungan tersendiri.
Dr. Tian Dayton, psikolog dan peneliti, menjelaskan dalam esainya untuk The Huffington Post, keuntungan dan kenikmatan yang diberikan uang pada seorang individu bisa menimbulkan candu.
Dalam artikel berjudul “Kecanduan Duit”, Dayton mengatakan kalau proses candu yang muncul akibat uang persis seperti candu yang timbul akibat konsumsi napza ataupun alkohol. Bila dua hal itu memanipulasi dopamin—zat kimiawi di otak yang dalam dosis tertentu bikin kecanduan—secara biologis, maka uang melakukan hal yang sama secara psikologis.
Dayton menyamakan candu terhadap uang dengan candu yang diciptakan tabiat tak baik lainnya, seperti melihat pornografi, seks berlebihan, dan perjudian. Hal-hal yang dapat menciptakan perasaan senang berlebihan ini, bila dilakukan terus-menerus dalam waktu dekat, juga bisa memanipulasi kadar dopamin di otak. Hingga akhirnya seseorang kecanduan.
Jika orang kecanduan napza akan mengalami penurunan kemampuan mengendalikan hidupnya tanpa obat yang dicanduinya, maka adiksi yang ditimbulkan uang akan membuat seseorang kehilangan kontrol saat berurusan dengan uang itu sendiri.
Dayton menjelaskan ciri-ciri kecanduan uang dalam tiga hal. Pertama, saat seseorang terlalu fokus dengan bagaimana cara mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya. Kedua, terlalu fokus untuk membelanjakannya. Ketiga, di saat bersamaan, selalu mencari cara untuk terus-menerus menimbunnya.
Ciri-ciri kecanduan uang tampaknya cukup kuat jadi alasan seseorang untuk melakukan penyalahgunaan wewenang hingga korupsi. Ia juga menambahkan, orang dengan kecanduan uang pada akhirnya akan mengutamakan relasinya dengan uang, di atas relasi lainnya dengan apa pun.
Hal ini pula yang dituliskan Michael Kraus, peneliti dari University of California dalam jurnal Psychological Science. Temuannya mengungkapkan bahwa orang-orang yang hidup sejahtera cenderung lebih tidak peka dalam membaca emosi orang lain, ketimbang mereka yang hidup tak terlalu sejahtera dan tak sejahtera.
Tentu saja tidak semua orang kaya berperilaku demikian. Banyak orang kaya dunia yang bisa melepaskan diri dari rasa kecanduan, dan bisa mengontrol nafsu mereka terhadap kekayaan. Mereka akhirnya menjadi filantropis dan menggunakan kekayaannya untuk berbagi.
Sebut saja Bill Gates, Mark Zuckerberg, Warren Buffet, ataupun George Soros. Mereka adalah beberapa gelintir contoh orang kaya yang tidak lagi dikontrol oleh uang. Pada akhirnya, semua kembali kepada manusianya, apakah dia yang akan mengendalikan kekayaan, atau dikendalikan kekayaannya.
Baca juga: Panduan dan Persyaratan Membuka Deposito di Bank