Bahaya yang Terjadi Jika Bensin Tidak Sesuai Jenis Kendaraan
https://www.naviri.org/2018/12/bahaya-jika-bensin-tidak-sesuai.html
Naviri Magazine - Di pasaran, ada beberapa jenis bensin, di antaranya Premium, Pertalite, dan Pertamax. Masing-masing bensin itu memiliki harga yang berbeda, dengan oktan yang berbeda. Ada banyak orang yang memilih suatu jenis bensin semata-mata karena harganya yang murah, dan tidak memperhatikan nilai oktan yang dikandung di dalamnya.
Padahal, standar mesin mobil keluaran tahun terbaru sangat dipengaruhi oleh BBM dengan oktan di atas 92. Sehingga menurunkan kualitas oktan berpotensi merusak mesin mobil dan kualitasnya, meski pengaruh itu baru terasa dalam waktu lama.
Menurut pakar otomotif Institut Teknologi Bandung (ITB), Tri Yuswidjajanto Zaenuria, sejak tahun 2003 ketika Indonesia menerapkan standar emisi Euro 2, tidak ada mobil yang diproduksi untuk mengonsumsi BBM dengan oktan 88 atau bensin jenis Premium.
“Sejak tahun 2003, ketika kita menerapkan Euro 2, sudah tidak ada kendaraan yang cocok dengan Premium, sama sekali tidak ada yang cocok. Lihat aja spesifikasi bahan bakar Euro 2, tidak ada nilai oktan 88, minimum oktan 91,” ujar dia.
Ia mengungkapkan, jika mobil keluaran produksi tahun 2003 ke atas menggunakan Premium, maka kerja mesin tidak akan optimum, sehingga merusak mesin. Selain itu, penggunaan Premium sudah melanggar ketentuan Euro 2.
“Waktu kasus tahun 2010, banyak mobil rusak karena saluran BBM berkerak, tidak ada pengguna Pertamax yang kena, hanya yang pakai premium. Kemudian ribut, yang disalahin malah Pertamina," terang dia menambahkan.
Selain itu, konsumsi Premium oleh mobil bermesin injeksi akan berdampak pada penurunan tenaga mobil, dalam jangka panjang.
Sebab, BBM Premium lebih cepat meninggalkan kerak hitam pada ruang mesin mobil. Hal inilah yang kemudian membuat turunnya performa atau tenaga. Sementara Pertamax hanya meninggalkan warnanya yang biru pada ruang mesin.
Hal serupa disarankan oleh PT. Toyota Astra Motor (TAM) dan PT. Hyundai Mobil Indonesia (HMI). Keduanya merekomendasikan penggunaan BBM yang lebih berkualitas, dengan oktan di atas 88, seperti jenis Pertalite dan Pertamax.
Menurut manajer Humas TAM, Rouli Sijabat, penggunaan BBM berkualitas diperlukan karena mesin-mesin mobil Toyota, terutama keluaran terbaru, memang harus sesuai dengan konsumsi BBM dengan oktan tinggi.
"Tentu saja karena untuk emisi yang lebih bersih serta efisiensi bahan bakar yang lebih baik, salah satu diperoleh melalui teknologi mesin dengan kompresi yang tinggi, yang memerlukan persyaratan bahan bakar dengan angka oktan tinggi," kata dia.
Presiden Direktur PT. HMI, Mukiat Sutikno, mengatakan mesin-mesin otomotif saat ini memang disesuaikan dengan BBM yang lebih berkualitas.
“Kami merekomendasikan penggunaan Pertamax atau setidaknya Pertalite. Itu ujung-ujungnya kebaikan buat kita semua, kok. Karena pada saat jumlah kendaraan semakin banyak, tentu kalau BBM tidak dijaga akan berdampak buruk pada lingkungan," ujarnya.
Ia menambahkan, hal itu sejalan dengan visi pemerintah yang pada bulan September 2018 menerapkan standar emisi Euro-4.
Menurut Mukiat, dibandingkan dengan negara lain, Indonesia termasuk terlambat. Banyak negara lain yang sudah menerapkan Euro-5. Bahkan Singapura sudah memasuki Euro-6 dengan meninggalkan jenis BBM Premium.
Hal senada diungkap oleh Boediarto, selaku Technical Service & CS Support Department PT. Mitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia.
"Konsumen diharapkan mengikuti standar bahan bakar yang digunakan, sesuai dengan yang direkomendasikan pada owners manual, untuk mendapatkan performa kendaraan yang maksimal dan sesuai dengan spesifikasi yang disampaikan kepada konsumen," ujarnya.