Terbaru Setelah FWB, Tren Berisiko 'Sleepover Date' Viral di Medsos
https://www.naviri.org/2018/11/posisi-seks-yang-rawan-cederai-penis.html
Kini istilah 'sleepover date' marak beredar di linimasa media sosial. Istilah tersebut mengacu pada aktivitas menginap bersama pacar. Namun istilah tersebut menuai kritik sejumlah warganet yang menilai, istilah tersebut merujuk pada aktivitas seks bebas.
Psikolog klinis dan founder pusat konsultasi Anastasia and Associate, Anastasia Sari Dewi, menegaskan istilah 'sleepover date' merupakan bentuk pengembangan menyusul istilah-istilah yang sudah pernah ada sebelumnya seperti Teman tapi Mesra (TTM) atau Friends with Benefits (FWB).
"Pandangan saya, ini (sleepover date) menjadi fenomena sosial yang dipopulerkan dengan istilah-istilah baru untuk menjelaskan hubungan satu orang dengan orang lainnya dengan lebih mudah," jelas Sari saat dihubungi, Rabu (7/9/2022).
"Mungkin kalau sebelum-sebelumnya, istilah dalam pasangan itu cuman menikah statusnya, atau berpacaran, kemudian berkembang ada yang TTM (Teman tapi Mesra), berkembang lagi menjadi FWB (Friends with Benefits), sekarang berkembang lagi menjadi 'Sleepover Date'. Seolah-olah semakin menjelaskan hubungannya itu seperti apa, tapi dengan kata yang singkat," sambungnya.
Lebih lanjut menurutnya, kemunculan istilah 'sleepover date' benar bisa merujuk pada aktivitas seks bebas. Dengan istilah tersebut, kesan vulgar pada perilaku seks bebas bisa dikaburkan. Ia khawatir, jika istilah tersebut semakin marak digunakan, perilaku seks bebas ikut semakin ternormalisasi. Padahal bagaimana pun, perilaku seks bebas bisa berimbas pada fisik hingga mental.
"Memang dari kata-katanya sendiri pun, ini orang sudah bisa menyimpulkan arahnya ke sana. Tapi yang menjadi saya khawatir kalau dari sudut pandang psikologi, ini seolah-olah nanti istilah yang lebih mudah dikatakan. Semakin mudah dikatakan, menjadi normalisasi seolah-olah ini adalah hal yang normal, hal yang wajar, baik-baik saja," terangnya.
"Padahal, untuk hal yang berisiko ini disayangkan sekali. Untuk hal-hal berisiko, yang sifatnya bisa merugikan baik secara fisik maupun mental, ini seharusnya jangan dinormalisasi," imbuh Sari.
Sari mengingatkan, secara fisik, perilaku seks bebas bisa menjadi memicu infeksi menular seksual hingga kehamilan dini. Seiring itu, kondisi psikis juga bisa terimbas. Misalnya terkait rasa keberhargaan diri, aktualisasi diri, hingga risiko secara sosial.
"Apalagi kalau dia melakukannya hanya sekedar ingin ikut tren atau ada kecenderungan ingin mencoba-coba saja. Ingin nggak ketinggalan, ingin terlihat seolah-olah gaul atau lain sebagainya. Tapi dia mengesampingkan bahwa efeknya itu bisa jangka panjang. Ini yang tentu efek dari tren sleepover date yang akan disayangkan," pungkasnya.