Hati-hati, Penunggak Iuran BPJS Terancam Tak Bisa Bikin SIM
https://www.naviri.org/2018/11/penunggak-iuran-bpjs.html
Naviri Magazine - Masyarakat Indonesia sudah mengenal BPJS sebagai semacam asuransi kalau, sewaktu-waktu mengalami sakit dan harus berobat di rumah sakit. Dengan BPJS, pembiayaan di rumah sakit bisa lebih ringan, atau bahkan gratis. Sebagai konsekuensinya, peserta BPJS juga harus rutin membayar iuran.
Belakangan, BPJS mengalami masalah berupa defisit, yaitu tidak imbangnya pemasukan dan pengeluaran. Defisit ini salah satunya karena ada sebagian peserta BPJS yang menunggak iuran. Defisit itu lalu ditutup oleh suntikan dana dari pemerintah. Seiring dengan itu, pemerintah juga memperketat sanksi buat para penunggak iuran.
Presiden Joko 'Jokowi' Widodo akhir bulan lalu menyatakan, berencana menggencarkan penagihan tunggakan iuran BPJS Kesehatan untuk menekan defisit keuangan BPJS Kesehatan. Penagihan ini khususnya kepada nonpenerima bantuan iuran (PBI) dan nonaparat pemerintah dan hukum. Sebab kelompok itulah yang masih tekor.
"Penagihan ini harusnya digencarkan, di sini ada tagihan-tagihan yang belum tertagih. Ini harusnya digencarkan yang iuran ini," kata Jokowi di Samarinda Convention Hall, Kalimantan Timur, Kamis (25/10/2018).
Menurut data dari Kementerian Keuangan per akhir Oktober 2018, defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp7,95 triliun. Angka ini adalah selisih dari iuran yang terkumpul, yakni Rp60,57 triliun dengan beban Rp68,52 triliun.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, Senin (29/10/2018) lalu menjelaskan, defisit paling besar disumbang dari kelompok peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU/informal). Mereka mengumpulkan iuran Rp6,51 triliun tapi menimbulkan beban sebesar Rp20,34 triliun. Sehingga memiliki selisih Rp13,83 triliun.
Lalu kelompok peserta bukan pekerja. Mereka mengumpulkan iuran Rp1,25 triliun, sementara bebannya Rp 5,65 triliun. Maka, memiliki selisih Rp4,39 triliun.
Pegawai pemerintah daerah juga menyumbang defisit Rp1,44 triliun. Sebab iurannya hanya mencapai Rp4,96 triliun, namun menghasilkan beban Rp6,43 triliun.
Surplus justru datang dari kelompok penerima bantuan iuran (PBI). Iuran PBI mencapai Rp19,1 triliun, tapi bebannya hanya Rp15,89 triliun. Sehingga surplus Rp3,21 triliun.
Kepala Humas BPJS kesehatan, M Iqbal Anas Ma'ruf, menjelaskan, pihaknya mulai gencar menekan defisit. Salah satunya dengan mengetatkan sanksi terhadap peserta yang masih menunggak iuran.
Iqbal mengatakan, perusahaan akan mengetatkan sanksi tersebut terhadap peserta yang termasuk dalam pekerja bukan penerima upah (PBPU/informal). Sebab segmen tersebut merupakan salah satu penyumbang defisit yang dialami BPJS Kesehatan saat ini.
Nah, sanksi apa yang bisa dikenakan?
Salah satunya yakni tidak bisa memproses izin-izin jika belum melunasi tunggakan iuran BPJS Kesehatan. "Soal keterkaitan izin ini sebetulnya sudah tercantum di PP 86 Tahun 2013, memang ini sudah dipersiapkan bahkan sebelum JKN ada," kata Iqbal, Senin (12/11/2018).
Dalam pasal 9 Peraturan Pemerintah nomor 86 tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif, disebutkan soal sanksi buat para penunggak.
Bagi pemberi kerja, yang menunggak iuran tak mendapat layanan perizinan terkait usaha, izin mengikuti tender, izin mempekerjakan tenaga asing, izin penyedia jasa buruh, atau Izin Mendirikan Bangunan.
Sedangkan bagi peserta perorangan nonpekerja, jika menunggak tak dilayani untuk membuat IMB, mengajukan SIM, STNK, Paspor, atau sertifikat tanah.
Iqbal mengatakan, jika sesuai peraturan, maka hal itu harusnya sudah siap diefektifkan per 1 Januari 2019, sesuai amanat Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Apalagi, saat ini sudah ada online single submission (OSS) yang membuat semua perizinan terintegrasi. "Sudah dibicarakan supaya 2019 tidak kelewat lagi kalau orang daftar harus punya kartu (BPJS Kesehatan)," ujar dia.
Baca juga: BJ Habibir Membangun Rumah Sakit, Digratiskan untuk Pasien Miskin