Pamer Mesra di Medsos, Tampak Bahagia tapi Sebenarnya Menderita
https://www.naviri.org/2018/11/pamer-mesra-di-medsos-tampak-bahagia.html
Naviri Magazine - Aktivitas pamer kemesraan bersama pasangan lazim dilakukan sebagian orang di media sosial, entah di Facebook, Instagram, atau lainnya. Mereka mengunggah foto-foto mesra, dilengkapi kalimat atau kata-kata mesra, dan biasanya mendapat respons dari netizen lain yang kebetulan menemukan foto mesra mereka.
Aksi pamer kemesraan secara terbuka semacam itu disebut public display of affection (PDA) atau pamer kemesraan di depan publik. Semula, PDA banyak dilakukan di dunia nyata. Seiring berkembangnya internet dan merebaknya penggunaan media sosial, aksi PDA bergeser ke media sosial.
Gwendolyn Seidman, seorang profesor psikologi pada Albright College, yang mempelajari relationship dan cyberpsychology menyatakan bahwa dewasa ini banyak pasangan yang merasa perlu menampilkan hubungan percintaan mereka di media sosial.
Mulai dari profil Facebook yang menyatakan status hubungan mereka, sampai dengan menautkan link ke profil pasangan mereka. Pelbagai unggahan foto yang menampilkan keintiman pasangan, dan terkadang juga mengunggah komentar dengan pesan mesra di halaman Facebook pasangan mereka.
“Berdasarkan survei yang saya lakukan, pasangan-pasangan ‘Facebook official’ tersebut menganggap hubungan relasi mereka lebih bagus dengan menunjukkan keintiman mereka di Facebook, dibanding pasangan yang memilih untuk tidak,” kata Seidman dikutip dari psychologytoday.
Benarkah demikian? Untuk menguji korelasi tersebut, Lydia Emery peneliti psikologi sosial dari department of psychology, Northwestern University, dan rekan-rekan dari beberapa kampus seperti University of Toronto Mississauga, University of Pennsylvania, dan Haverford College, melakukan studi dengan memeriksa profil-profil Facebook 108 pasangan atau 216 responden heteroseksual.
Para responden ini berusia 12-19 tahun, dan telah berkencan selama 2-73 bulan. Selain meneliti halaman Facebook masing-masing pasangan, Emery dan kawan-kawan melemparkan beberapa pertanyaan untuk dijawab bersama pasangan.
Penelitian yang dipublikasikan pada Journal of The International Association for Relationship Research tersebut menunjukkan bahwa secara umum upaya pasangan memamerkan hubungan di Facebook merupakan pilihan mereka untuk menjadi lebih bahagia. Bagi kelompok ini, unggahan foto mesra di Facebook merupakan bentuk pembuktian bahwa hubungan mereka baik-baik saja.
Namun, temuan ini juga menyimpulkan mereka yang tidak berperilaku mesra di media sosial seperti Facebook, bukan berarti hubungan mereka tidak bahagia. Emery juga menjelaskan bahwa setiap pasangan mempunyai caranya tersendiri dalam menggambarkan hubungan mereka secara online atau di media sosial.
Lydia Emery juga melakukan tinjauan psikologis terhadap orang-orang yang menganggap media sosial sangat berdampak untuk kehidupan relasi mereka. Dalam tulisan berjudul Can You Tell That I'm in a Relationship? Attachment and Relationship Visibility on Facebook, yang dipublikasikan dalam Personality and Social Psychology Bulletin, menyoroti bagaimana pasangan menggambarkan diri mereka kepada orang lain.
Ia mengatakan, penampakan hubungan sangat terkait dengan kekuatan hubungan seseorang. Sejumlah pasangan akan mempunyai kecenderungan menutupi ketidaknyamanan mereka soal hubungan yang sebenarnya, dengan mengunggah kemesraan di media sosial. Individu yang cemas memiliki keinginan untuk terus menerus menunjukkan penampakan hubungannya.
Hal tersebut dibuktikan Emery, setelah meneliti 108 pasangan untuk berpartisipasi dalam studinya.
"Setiap hari, ketika orang merasa tidak aman atau merasa insecure dengan pasangan, mereka cenderung membuat hubungan mereka lebih terlihat orang lain," tulis Emery.
Kenyataan sehari-hari juga menjelaskan, ketika seseorang merasa tidak aman dalam hubungan, mereka akan merasakan kecemasan yang berlebihan atas pasangan mereka. Sehingga tidak jarang, sebagai cara untuk penyembuhan kecemasan tersebut adalah dengan mem-posting dan memamerkan kemesraan mereka di media sosial, untuk semacam validasi bahwa hubungan mereka baik-baik saja.
Pasangan dalam studi ini percaya bahwa respons likes dan komentar yang meyakinkan dari teman atau kerabat tentang hubungan mereka, bisa menjadi pengalihan dari rasa tertekan dan kecemasan yang tengah mereka derita.
Nikki Goldstein, seorang ahli seksologi dan relationship dari Australia, bersepakat dengan kecenderungan tersebut. Goldstein mengatakan bahwa pasangan yang paling banyak berbagi di media sosial, sering hanya mencari validasi hubungan mereka dari orang lain.
"Seringkali orang-orang itu hanya mencari validasi atas hubungan mereka di depan teman-teman media sosial. Likes dan komentar dalam media sosial tersebut mereka anggap sebagai bentuk validasi,” tambah Goldstein dikutip dari The Atlantic.
Goldstein juga menyatakan, kebanyakan pasangan yang bersemangat berfoto dan dengan terburu-terburu mengunggah di media sosial biasanya akan kehilangan kebersamaan dengan pasangan.
“Kamu lihat saja, orang-orang terlalu fokus untuk melakukan relfie (a relationship selfie), kemudian memberi filter yang menarik, dan hashtag yang mereka anggap tepat. Saya selalu berpikir, kenapa kamu tidak mengambil foto karena alasan, semacam untuk mengambil kenangan manis untuk diabadikan?” tanya Goldstein.
Mengunggah foto bersamaan dengan caption “my boy” atau “my girl” juga bisa diartikan bahwa pasangan tersebut mempunyai motivasi menciptakan keterikatan satu sama lain, dan dalam titik tertentu cenderung mencerminkan sikap posesif.
"Sepertinya ada pernyataan seperti, lihatlah teman-teman, perempuan atau laki-laki ini punya saya," tambah Goldstein.
Upaya mempertunjukkan kemesraan di media sosial memang berfungsi juga sebagai pengingat atas sebuah momen yang pernah dilewati sebuah pasangan. Namun, yang perlu disadari bersama, media sosial tidak selamanya mencerminkan kehidupan di dunia nyata seseorang. Ini pun bisa juga terjadi dengan pasangan yang rajin mengunggah foto mesra mereka di media sosial.
“Pasangan yang melakukan relfie mungkin akan kelihatan begitu berbahagia, namun kamu tidak akan pernah tahu apa yang terjadi di balik layar komputer mereka,” kata Cari Romm, seorang asisten editor The Atlantic.
Baca juga: Pasangan Bahagia Tidak Suka Pamer Kemesraan di Media Sosial