Orang-orang dengan Penampilan Menarik Percaya Hidup Ini Adil
https://www.naviri.org/2018/10/orang-orang-dengan-penampilan-menarik.html
Naviri Magazine - Pertanyaan klasik tentang kehidupan, “Apakah hidup ini adil?” Sebagian besar orang menjawab, “Tidak.” Orang-orang yang menjalani kehidupan sulit, berat, dengan berbagai tantangan tanpa henti, sepertinya sulit untuk percaya bahwa hidup ini adil.
Sebaliknya, ada sebagian orang yang menganggap hidup ini memang adil. Berdasarkan penelitian, orang-orang yang memiliki penampilan menarik—atau dengan kata lain, cakep—cenderung percaya bahwa hidup ini memang adil.
Riset yang berjudul The Influence of Physical Attractiveness on Belief in a Just World ini dirilis oleh University of Nevada. Riset ini bertujuan untuk menguji apakah orang-orang dengan penampilan lebih menarik cenderung percaya pada “Hipotesis Dunia Adil,” menurut salah satu peneliti dan mahasiswa PhD, R. Shane Westfall.
Hipotesis ini menyatakan bahwa orang-orang mendapatkan yang sepantasnya, berkat tatanan dunia moral yang memandang bahwa perbuatan baik akan diberi hadiah dan perbuatan buruk akan diberi hukuman. Dengan kata lain, alih-alih memercayai bahwa privilese memengaruhi nasib, hipotesis ini percaya bahwa yang kau tanam adalah yang kau tuai.
“Saya menyadari bahwa orang-orang yang mendukung hipotesis ini cenderung mereka yang disukai masyarakat,” ujar Westfall pada Psypost. “Hal itulah yang mendorong saya untuk menghubungkannya dengan penelitian saya, karena banyak individu menarik menerima perlakuan yang lebih baik selama hidup mereka.”
Dua penelitian, menggabungkan tanggapan-tanggapan dari 395 mahasiswa, menemukan bahwa mereka yang memiliki fisik lebih menarik cenderung setuju dengan pernyataan-pernyataan seperti: “Saya merasa orang-orang mendapatkan apa yang mereka berhak dapatkan”, dan “saya merasa orang-orang tidak beruntung akibat kesalahan mereka sendiri.”
Menurut penelitian tersebut, “Tingkat daya tarik yang dinilai oleh diri sendiri (eksperimen satu) dan tingkat daya tarik yang dinilai oleh orang lain (eksperimen dua) memprediksi kepercayaan atas dunia yang adil. Selain itu, ukuran-ukuran daya tarik memiliki hubungan dengan tingkat kepuasan hidup sang peserta.
“Sebagai manusia, kita seringkali ingin membagi-bagi berbagai aspek diri kita,” ujar Westfall. “Hal ini membantu mengkristalisasi pesan bahwa persepsi kita terhadap dunia dipengaruhi oleh faktor-faktor yang kita anggap tangensial.
“Kepercayaan pribadi dan nilai-nilai kita seringkali merupakan cerminan dari stimuli yang kita alami, alih-alih cerminan posisi yang matang. Dalam kasus ini, konseptualisasi keadilan kita mencerminkan privilese kita juga.”
Seperti analisis demografi tunggal, batasan sentral penelitian ini adalah kurangnya keberagaman peserta. Kemungkinan perbedaan budaya (yaitu di luar AS) tidak bisa dijembatani; begitu pula perbedaan antara kelompok usia yang beragam: orang-orang yang paling sadar akan penampilan, beberapa berargumen, adalah mahasiswa.
Oleh sebab itu, menurut penelitian, “Temuan-temuan ini menyimpulkan bahwa daya tarik fisik secara signifikan memengaruhi pengalaman subjektif kita sebagai manusia dan kepercayaan atas dunia yang adil didorong, setidaknya secara sebagian, oleh pengalaman pribadi dengan ketidaksetaraan.”
Baca juga: Slow Life, Cara Bahagia di Tengah Budaya Serba Cepat