Mitologi dan Kepercayaan Kuno Atas Terjadinya Gempa Bumi
https://www.naviri.org/2018/10/mitologi-gempa-bumi.html
Naviri Magazine - Sains modern menjelaskan gempa bumi terjadi karena pergerakan, gesekan, dan tumbukan antar-lempeng tektonik yang membuat dataran berguncang. Patahan yang menganga kemudian melahirkan tsunami.
Sains dan teknologi modern juga telah membantu mengantisipasi bencana alam dan memecahkan masalah-masalah yang timbul karenanya. Namun, di masa lalu, sains belum semodern sekarang, dan masyarakat juga belum tercerahkan. Karenanya, di masa lalu, banyak komunitas masyarakat di dunia yang percaya bahwa gempa bumi dan tsunami digerakkan oleh makhluk raksasa penguasa bawah tanah atau lautan.
British Geological Survey mencatat bahwa penyebab gempa bumi menurut mitologi Yunani adalah tancapan trisula Poseidon ke tanah. Nama lain dewa laut itu memang “Pengguncang Bumi”.
Masyarakat di Pasifik Barat Laut meyakini gempa dan tsunami disebabkan oleh pertempuran antara burung besar “Thunderbird” dan ikan paus. Rakyat Jepang punya legenda ikan lele raksasa bernama Namazu yang hidup di bawah tanah. Sementara orang Maori percaya bahwa gempa disebabkan Ruaumoko, sang dewa musim, gunung berapi, dan gempa.
Perubahan cara berpikir dari mistik ke sains sebetulnya sudah terjadi usai gempa yang mengguncang Lisbon, Portugal, pada 1 November 1755. Titik episentum gempa berkekuatan 8,5-9 SR itu terletak di Laut Atlantik, kurang lebih 200 km barat daya Cape St. Vincent. Hampir seluruh bangunan di wilayah Lisbon rontok.
Gempa Lisbon tidak hanya tercatat sebagai salah satu gempa bumi terbesar di dunia, tetapi juga yang paling mematikan. Perkiraan atas jumlah korban tewas khusus di Lisbon saja mencapai 60.000-100.000 jiwa.
Bencana besar tersebut amat mempengaruhi kaum intelektual dari Zaman Pencerahan Eropa, mulai dari Voltaire hingga Immanuel Kant. Dari Lisbon, lahir pula seismologi, ilmu tentang gempa yang kini terus berkembang.
Penyebab gempa mulai ditafsir melalui metode ilmu alam. Sejak itu, mitologi gempa pelan-pelan berkurang daya tawarnya—meski tidak hilang sepenuhnya hingga hari ini.
Baca juga: Penyebab Munculnya Gempa Susulan Setelah Gempa Besar