Sejarah Manusia Pertama yang Hidup di Australia
https://www.naviri.org/2018/10/manusia-pertama-yang-hidup-di-australia.html
Naviri Magazine - Ada banyak hal di masa lalu yang sampai sekarang masih menjadi tanda tanya, khususnya terkait sejarah manusia. Bagaimana pun, manusia yang hidup di masa kini ingin tahu bagaimana kisah perjalanan hidup manusia di zaman dulu.
Salah satu topik panas terkait hal ini adalah mengenai kapan tepatnya manusia mulai menghuni Benua Australia. Topik itu sempat menjadi perdebatan di kalangan ilmuwan.
Kini, hasil penemuan terbaru yang diterbitkan jurnal Nature tampaknya bisa memberikan jawaban yang lebih pasti.
Tim peneliti yang dipimpin Chris Clarkson, ahli arkeologi dari University of Queensland, menemukan bukti bahwa nenek moyang suku Aborigin telah mendarat di bagian utara benua tersebut setidaknya sejak 65.000 tahun lalu.
Sebelumnya para ahli memperkirakan manusia menghuni Australia sejak 47.000 hingga 60.000 tahun lalu.
"Kami berhasil menetapkan usia baru awal okupasi di Australia, dan membuatnya mundur sekitar 18.000 tahun. Sebelumnya (kedatangan manusia di Australia) diperkirakan terjadi 47.000 tahun lalu," jelas Clarkson.
"Hal ini memberi dampak besar untuk segalanya, mulai dari kisah kepergian manusia dari Afrika, hingga punahnya megafauna (hewan-hewan berukuran raksasa) dan pengetahuan bangsa Aborigin tentang telah berapa lama mereka menghuni negara ini."
Penemuan itu juga mengindikasikan bahwa manusia pertama di Australia hidup pada masa yang sama dan dalam satu lingkungan dengan wombat dan walabi bertubuh besar, sebelum fauna kolosal itu punah dari Bumi.
"Ini adalah data yang paling bisa diandalkan untuk mengetahui okupasi manusia di Australia," kata Peter Hiscock, arkeolog University of Sydney yang tidak terlibat dalam penelitian itu, kepada The New York Times. "Ini adalah langkah yang amat bagus dalam eksplorasi kami mengenai masa lalu manusia di Australia."
Penelitian tersebut dilakukan di Madjedbebe, yang secara tradisional ditempati oleh klan Mirarr. Walau terdapat di tengah-tengah Taman Nasional Kakadu, daerah ini tidak masuk dalam situs Warisan Dunia karena perjanjian penyewaan lahan untuk penambangan uranium yang disetujui pada 1982.
Pemegang hak sewa adalah produsen uranium, Energy Resource of Australia, yang bekerja sama dengan Gundjeihmi Aboriginal Corporation—lembaga yang memperjuangkan hak dan kepentingan suku Mirarr—memberikan akses kepada para peneliti ke kawasan tersebut.
Sejak 1970, tim arkeolog telah empat kali melakukan penggalian di Madjedbebe untuk mencari peninggalan kehidupan purba. Tim yang dipimpin Clarkson melakukan dua kali penggalian pada 2012 dan 2015.
Mereka berhasil menemukan perkakas batu yang digunakan manusia purba, seperti batu gerinda, oker tanah (bahan pewarna dinding yang dibuat dari barang tambang), serta kepala kapak bulat yang terbuat dari batu dan tanah. Juga ditemukan bekas-bekas perkemahan, mortar kuno, dan alu.
Total ada lebih dari 11.000 artefak yang ditemukan oleh Clarkson dan rekan-rekannya.
"Kami menemukan kapak zaman batu dengan lekuk pada salah satu ujungnya, sementara pegangannya disambungkan dengan resin," kata Clarkson.
Kapak batu tersebut 20.000 tahun lebih tua dari kapak serupa yang pernah ditemukan sebelumnya.
Temuan oker tanah yang dibungkus mika dan lempeng batu yang dilapisi oker merah dicampur mika, menurut Clarkson, menunjukkan bahwa manusia purba tersebut telah melakukan aktivitas artistik.
Untuk menentukan usia artefak-artefak tersebut, tim peneliti mesti menentukan usia lapisan sedimen tempat barang-barang itu terkubur. Mereka melakukan penanggalan radiokarbon, mulai dari permukaan hingga sampai pada lapisan berusia sekitar 37.000 tahun.
Setelah itu, mereka beralih menggunakan teknik penanggalan optically stimulated luminescence pada lapisan yang lebih dalam. Teknik itu bisa menentukan kapan terakhir kali pasir di batu terpapar sinar matahari.
Zenobia Jacobs, anggota tim peneliti dan ahli geokronologi dari University of Wollongong, menyatakan pasir tersebut relatif tidak terganggu selama puluhan ribu tahun, sehingga penanggalan tersebut bisa disebut akurat.
CEO Gundjeihmi Aboriginal Corporation, Justin O'Brien, menyatakan hasil studi itu membuktikan kecanggihan perangkat suku Aborigin Australia, serta menggarisbawahi pentingnya area tersebut.
"Penemuan ini menekankan pentingnya konservasi dan perlindungan tingkat tinggi pada situs ini," pungkas O'Brien.
Baca juga: Penemuan Gerbang Menuju Akhirat di Kuil Suku Maya