Fakta Pahit di Balik Iming-iming Indahnya Pernikahan Dini
Naviri Magazine - Sebagian orang, akhir-akhir ini, mengkampanyekan pernikahan dini atau menikah muda, dengan iming-iming yang terdengar ...
https://www.naviri.org/2018/10/fakta-pahit-di-balik-pernikahan-dini.html
Naviri Magazine - Sebagian orang, akhir-akhir ini, mengkampanyekan pernikahan dini atau menikah muda, dengan iming-iming yang terdengar seperti angin sorga. Dengan segala dalih dan pembenaran, orang-orang itu mengajak para remaja untuk segera menikah, dan menjanjikan bahwa pernikahan dini atau menikah muda akan memberikan kebahagiaan, dan lain-lain.
Sayangnya, realitas berkata lain. Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terus meningkat setiap tahun. Hal yang paling mengkhawatirkan, salah satunya dipicu oleh pernikahan usia dini yang kian marak di masyarakat.
Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) tahun 2015, kasus KDRT yang mendominasi kaum perempuan terjadi di 31 provinsi dengan jumlah mencapai 69%. Kekerasan tersebut umumnya dialami kelompok usia 0-17 tahun dengan persentase sebanyak 30%.
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KPPPA, Vennetia R Danesh, menjelaskan batas usia minimum laki-laki boleh menikah menurut UU Perkawinan ialah 16 tahun, sementara perempuan 18 tahun. Kenyataannya, banyak kasus KDRT terjadi di usia tersebut lantaran tidak adanya kesiapan untuk menikah.
"Banyak faktor sebetulnya, tapi yang pasti fenomena menikah di usia-usia muda ini menjadikan tren KDRT ikut meningkat. Kita harus lakukan pencegahan sejak dini," ujarnya dalam acara Sosialisasi Pencegahan Kekerasan dalam Rumah Tangga Sejak Dini di Jailolo, Halmahera Barat.
Menurut Venne, sosialisasi pencegahan KDRT gencar dilakukan di sejumlah daerah dengan menggaet sasaran komunitas generasi muda. Diharapkan terjadi penurunan angka KDRT, terutama yang menjadikan perempuan dan anak sebagai korban.
Ia menjelaskan, saat ini sudah ada dua daerah percontohan yang dinilai berhasil menekan angka KDRT, yaitu Dumai dan Jailolo. Khusus di Jailolo, setidaknya ada enam kasus per bulan yang dilaporkan ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
"Rata-rata kasusnya penelantaran dan perselingkuhan, tapi semua bisa diatasi secara kekeluargaan. Tidak sampai ke ranah hukum," timpal Kepala Kantor Pemberdayaan Pempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Halmahera Barat, Johanna Lustje Lethulur.
Ketahanan keluarga
Terlepas dari itu, menurut Johanna, ketahanan keluarga menjadi sangat penting untuk menangkal kasus KDRT dalam rumah tangga. Sehingga perlu dibangun pemahaman akan hak dan kewajiban masing-masing anggota keluarga, terutama orang tua.
"KDRT ini masalah yang serius dan harus dicegah. Laki-laki atau dalam hal ini suami harus paham perannya sebagai pemimpin keluarga," cetusnya.
Senada, Wakil Bupati Halmahera Barat, Ahmad Zakir Mando, menekankan fokus pemerintah saat ini sosialisasi kepada calon-calon pemimpin rumah tangga alias generasi muda. Meskipun, tak dipungkiri dewasa ini juga tidak sedikit laki-laki yang menjadi korban KDRT.
"Kekerasan di Halmahera Barat ini fokus kasusnya tidak hanya ibu dan anak yang jadi korban, sosialisasinya juga kita lakukan menyeluruh. Jadi semua harus paham, kalau sudah paham akan aman," tandasnya.
Baca juga: Pernikahan Dini di Indonesia dan Masalah yang Melingkupinya