Face on Mars, Misteri Wajah Manusia di Planet Mars
https://www.naviri.org/2018/10/face-on-mars.html
Naviri Magazine - Bagi sebagian besar kita, sepertinya tidak ada planet lain yang seeksotis Mars. Itu sebabnya, planet yang kerap dijuluki Planet Merah itu paling kerap mencuatkan spekulasi. Alasannya sederhana, yakni kita ingin tahu banyak, tetapi pengetahuan ke arah itu belum memadai.
Misalnya dengan spekulasi bahwa planet Mars merupakan markas para mahkluk cerdas (alien) yang kerap mengunjungi Bumi dengan kendaraan UFO. Spekulasi semacam itu, paling tidak, berawal dari sifatnya yang memang lain dari yang dimiliki planet lain dalam susunan tata surya kita.
Juga karena Mars memiliki sifat dan lingkungan mendekati Bumi yang dikenal bersahabat dengan kehidupan. Tekanan atmosfernya kurang dari seperseratus yang dimiliki Bumi, namun tak ada planet lain yang melampauinya. Begitu pula dengan komposisi karbondioksida, nitrogen, dan oksigen.
Hanya Mars yang paling bersahabat. Begitu pula dengan ketersediaan air. Walau jika dikondensasikan, total hanya terkumpul seperduaratus mililiter, hanya Mars yang memilikinya. (Rudolf Kippenhahn dalam Bound to the Sun: The Story of Planets, Moons, and Comets, 1990).
Semua unsur penopang kehidupan itu serta-merta mempertebal spekulasi tentang adanya makhluk hidup di sana. Atau, minimal, pernah ada kehidupan. Namun, spekulasi itu tak pernah berdiri sendiri. Karena, segalanya selalu dikaitkan dengan keberadaan makhluk dengan tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dari manusia, mengingat tantangan yang harus dihadapinya.
Semua spekulasi itu wajar adanya, terutama karena kalangan kosmolog kerap mengatakan, bahwa takabur jika manusia meyakini hanya dirinya makhluk hidup berakal-budi di alam semesta.
Alhasil, Mars akhirnya memang menjadi penopang satu-satunya dari segala keingintahuan umat manusia mengenai dunia luarnya. Itu sebabnya sejumlah upaya eksplorasi ruang angkasa selalu diarahkan terlebih dulu ke Mars, sebelum menyentuh tempat-tempat lain yang lebih jauh.
Maka tak heran juga jika berbagai wahana canggih kerap dikirim ke sana untuk sekadar mengenal lebih dekat.
Uniknya, semakin manusia mengenal planet yang warna kemerahannya berasal dari unsur besi ini, semakin banyak misteri yang melingkupi. Di antara temuan wahana antariksa yang paling bikin penasaran adalah bukit berupa wajah manusia (Face on Mars) yang terhampar di wilayah Cydonia. Monumen ini terbidik pertama kali oleh Viking 2 ketika sedang menyisir planet ini pada tahun 1972.
Dari sudut pengambilan, Face on Mars diperkirakan memiliki rentang 500 meter x 700 meter. Sejak itu, para ilmuwan pun diusik dengan berbagai pertanyaan yang tak kunjung terjawab.
Di antara pertanyaan yang kerap muncul adalah, apakah monumen itu suatu kebetulan belaka, atau memang sengaja dibuat oleh sebuah koloni cerdas? Kalau memang sengaja dibuat, apa maksudnya?
Keingintahuan Badan Ruang Angkasa AS (NASA), dan komunitas peminat masalah-masalah ruang angkasa, yang sudah begitu menjamur di sejumlah negara maju, seakan tak terbendung. Bagai prinsip keseimbangan antara ilmu dan kepedulian yang mereka miliki, mereka kerap mengaitkannya dengan berbagai hal.
Yang diulas majalah UFO (edisi Januari 1990) yang berkantor di Sunland, California dan UFO Universe (vol.8/no.6/93) yang berkantor di New York, sudah cukup memberikan gambaran.
Lalu, menyangkut monumen Face on Mars, sudah sampaikah mereka dalam pencariannya? Sayangnya, mengingat tak pernah ada data yang lebih akurat, misterinya tak pernah bisa terkuak.
NASA, sebagai badan ruang angkasa paling kompeten di dunia, hingga sejauh ini belum pernah mengeluarkan pernyataan resmi yang jelas. Tampaknya, kegagalan Mars Observer 1992 telah membuat NASA kian berhati-hati dalam 'berbicara'.
Pasalnya, sejak itu, segera muncul spekulasi bahwa bungkamnya wahana seharga miliaran dolar itu adalah sesuatu yang disengaja, demi kepentingan internal. Dalam hal ini, NASA dikabarkan sengaja mengubah sinyal Mars Observer agar tidak digunakan pihak-pihak lain untuk kepentingan sepihak.
Pada April 1998, NASA telah kembali berhasil mengirim wahana lainnya, Mars Global Surveyor. Namun, mereka kembali tak pernah memberi informasi yang lebih jelas. MGS hanya dikatakan berhasil mengirim informasi yang tak jauh lebih baik dari yang dihasilkan wahan-wahana sebelumnya.
Apa pun itu, artinya memang hanya sebatas hipotesa yang bisa menjelaskan misteri Wajah Mars. Di antara hipotesa yang mengemuka, yang dikemukakan Alan F. Alford tampaknya bisa menjadi pegangan yang cukup baik.
Menurut penulis terkenal itu, kecil kemungkinan bahwa artefak di Cydonia adalah hasil kreasi makhluk cerdas yang bermukim di sana. Pasalnya, Mars disimak dari sifatnya, tidak tergolong planet yang bersahabat sebagai tempat tinggal makhluk hidup mana pun. Planet itu hanya sekadar memiliki sejumlah faktor pendukung kehidupan yang serba minim. Itu saja.
"Dengan demikian, saya hanya meyakini Face on Mars adalah sebuah perbukitan yang kebetulan bentuknya menyerupai manusia. Masa lalunya yang penuh dinamika alam yang radikal, letupan gunung, hantaman astroid, paling tidak telah mengantarnya menuju pembentukan bukit dengan rupa yang aneh-aneh," ujar Alford.
Kalau pun ingin dikait-kaitkan dengan urun kreasi mahkluk cerdas, Face on Mars paling tidak hanya dibentuk sebagai monumen untuk menarik perhatian makhluk lain di alam semesta. Mereka mungkin tak pernah menjadikan Mars sebagai tempat tinggal.
Planet itu paling hanya sekadar tempat singgah, seperti Bulan yang pernah disinggahi manusia. Toh, ketika itu sejumlah astronot juga pernah meninggalkan beberapa barang yang diharapkan bisa melegitimasi kehadiran mereka.
Dijelaskan lagi, jika memang kenyataannya seperti itu, ada sebuah hipotesa mengapa para makhluk cerdas sampai meninggalkan 'wajah manusia' di sana. Hal itu tampaknya berkaitan dengan posisi dataran tinggi Cydonia yang sepertinya paling strategis sebagai tempat pendaratan wahana para makhluk asing itu.
Jika dugaan bahwa Cydonia masa lalu adalah pesisir sebuah lautan benar adanya, perkiraan tadi bukan sesuatu yang berlebihan.
Akan tetapi, mengapa bentuknya seperti wajah manusia? Secara implisit, Alford mengatakan bahwa tampaknya manusia perlu memahami bahwa wajah dengan komposisi dahi, mata, hidung, dan mulut, belum tentu hanya milik manusia. Siapa tahu, bentuk semacam itu juga dimiliki makhluk lain di alam semesta.
"Namun, sekali lagi saya tegaskan, semua itu tetap hanya sebuah hipotesa. Hipotesa yang dibuat dari berbagai kemungkinan yang paling mendekati kebenaran, dan bukti yang bisa diraih manusia. Bahwa di luar sana masih ada 'kebenaran' yang lain, kemungkinannya selalu terbuka," tegasnya.
Oleh sebab itu, ada benarnya memang kata-kata kreator serial X-Files: "The truth is out there".
Mudah-mudahan, selain bisa menguak asal-usul Face on Mars, para ilmuwan juga bisa menguak misteri-misteri di permukaan Mars yang lain. Seperti retakan landskap yang jika dilihat dari jarak sekitar satu mil mirip gambar dinosaurus, tekstur perbukitan yang menyerupai ikan, dan tentang adanya danau serta air terjun yang diberi nama Thelma Gruss Falls dan Paige Stevens Lake.
Baca juga: Alasan Ilmiah Kenapa Sampai Saat Ini Kita Belum Bertemu Alien