Banyak Lowongan Kerja, tapi Kenapa Masih Banyak Pengangguran?
https://www.naviri.org/2018/10/banyak-lowongan-kerja-tapi-kenapa-masih-banyak-pengangguran.html
Naviri Magazine - Ada yang unik dalam urusan dunia kerja. Di satu sisi, kita melihat banyak lowongan kerja di mana-mana, dari berbagai perusahaan. Di internet saja, ada banyak situs yang khusus berisi lowongan kerja, dan jumlahnya tak terhitung. Artinya, ada ribuan lowongan kerja yang bisa dimasuki, yang bisa menyerap sekian banyak tenaga kerja.
Namun, di sisi lain, kita juga menemukan ada banyak orang yang menganggur, yang mengaku kesulitan mendapat kerja. Bagaimana hal unik atau aneh itu bisa terjadi?
Angkatan kerja merupakan potensi dari sebuah negara. Merekalah yang memberikan kontribusi besar produksi barang dan jasa. Sayangnya, tidak semua angkatan kerja terserap oleh jumlah lapangan kerja yang ada. Situasi inilah yang memunculkan angka pengangguran.
Setiap negara menghadapi masalah pengangguran. Upaya-upaya untuk menekan angka pengangguran terus dilakukan, untuk menghindari beragam risiko. Bagaimana situasinya di Indonesia?
Data Angkatan Kerja Agustus 2017 dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ada sekitar 7 juta lebih orang yang menganggur, dari total keseluruhan 128 juta angkatan kerja. Secara lebih spesifik, per golongan umur, angkatan kerja terbesar di Indonesia adalah mereka yang berusia 35-39 tahun.
Angkatan kerja dari golongan usia ini mencapai 17,6 juta orang. Posisi kedua terbesar diduduki oleh mereka yang berusia 30-34 tahun, dengan jumlah 15,5 juta orang.
Dengan demikian, situasi angkatan kerja di Indonesia, merujuk pada golongan umur, adalah kelompok usia produktif, yang sekaligus berada pada jenjang kelompok pekerja utama. Artinya, angkatan kerja ini sangat potensial menjadi mesin penggerak produksi barang dan jasa. Tentu dalam konteks ukuran produktivitas ataupun mampu berkompetisi dengan angkatan kerja dari negara lain.
Dari data yang sama, terlihat angka pengangguran yang tinggi dari golongan umur 15-19 tahun dan 20-24 tahun. Hal itu dimungkinkan, karena angkatan kerja tersebut umumnya sedang menempuh pendidikan. Kedua golongan umur angkatan kerja itu, belum berada pada lapangan pekerjaan secara langsung.
Jumlah potensial yang besar atas kedua golongan angkatan muda itu juga memberikan sentimen yang positif. Dengan pengandaian siklus angkatan kerja dan iklim lapangan kerja yang kondusif, angkatan kerja yang “muda” sebenarnya tenaga cadangan produktivitas. Pada masanya, angkatan kerja yang “muda” akan melanjutkan estafet produksi barang dan jasa dari angkatan kerja sebelumnya.
Namun, seperti yang sudah disebutkan pada awal tulisan; tidak selalu dari angkatan kerja yang ada akan dapat terserap sempurna ke lapangan pekerjaan. Pada tahun 2016 misalnya, terdapat 1,4 juta lebih pencari kerja yang terdaftar. Sementara, hanya ada 742 ribu tenaga kerja yang tercatat berhasil ditempatkan. Situasi yang tidak jauh berbeda terjadi pada tahun 2013.
Pada tahun itu ada kurang lebih 1 juta pencari kerja yang terdaftar, dan hanya ada sekitar 409 ribu tenaga kerja yang berhasil ditempatkan. Hal ini tentu menyiratkan adanya kelompok pencari kerja “yang terbuang”, sehingga mereka perlu mencari alternatif lain, dalam akses terhadap lapangan kerja.
Catatan data statistik BPS tidak mencakup situasi di luar dari informasi yang ada. Maksudnya, pada kenyataan di lapangan tentu lebih banyak jumlah pencari kerja, dan penempatan tenaga kerja secara riil. Hal itu terjadi karena tidak semua pasar tenaga kerja di Indonesia dapat tercatat dengan baik. Situasi ini belum juga melihat pilihan si pencari kerja untuk membuat usaha/wiraswasta sendiri.
Terlepas dari catatan itu, data BPS antara tahun 2013-2016 tentang perbandingan pencari kerja, lowongan kerja, dan penempatan kerja terdaftar, berguna untuk memperlihatkan “konsistennya” gap laten, meski data ini bukan satu-satunya gambaran riil.
Penempatan tenaga kerja selalu hanya bernilai setengah dari jumlah pencari kerja yang terdaftar. Gap antara jumlah pencari kerja dan penempatan tenaga kerja inilah yang disebut pengangguran. Atau, dengan kata lain, selalu ada angkatan kerja yang tidak dapat terserap secara maksimal di pasar tenaga kerja.
Baca juga: Tingkat Pengangguran di Indonesia Dibanding Negara-negara Lain