Kisah Mengerikan Terbakarnya Washington DC, Amerika
https://www.naviri.org/2018/09/terbakarnya-washington-dc.html
Naviri Magazine - Apakah Amerika pernah dijajah negara lain? Jawabannya ya, dan negara yang pernah menjajah Amerika adalah Inggris. Mungkin tidak tepat jika disebut penjajahan, namun yang jelas Inggris pernah menyerang Amerika habis-habisan, bahkan penyerangan itu kelak menorehkan sejarah yang selalu dikenang rakyat Amerika hingga di masa depan. Salah satu sejarah penting terkait hal itu adalah kisah pembakaran Washington DC.
Pembakaran Washington adalah bagian dari invasi Inggris ke Washington DC, ibu kota Amerika Serikat, selama Perang Amerika-Inggris pada 1812.
Pada tanggal 24 Agustus 1814, setelah mengalahkan prajurit Amerika pada Pertempuran Bladensburg, pasukan Inggris yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Robert Ross menduduki Washington dan membakar banyak bangunan umum, termasuk Gedung Putih (Istana Kepresidenan), Capitol building, serta fasilitas pemerintah AS.
Serangan tersebut merupakan pembalasan atas penghancuran Port Dover di Kanada beberapa waktu sebelumnya. Sepanjang sejarah Amerika Serikat, Inggris adalah satu-satunya negara yang pernah merebut ibukota Amerika, Washington DC, serta melakukan pembakaran terhadap gedung putih.
Presiden James Madison beserta pejabat militer, dan perangkat pemerintahannya sudah melarikan diri terlebih dulu dari Washington setelah kemenangan Inggris dalam Pertempuran Bladensburg. Mereka berlindung untuk sementara waktu di Brookeville, sebuah kota kecil di Montgomery County, Maryland, yang sekarang dikenal sebagai "ibukota Amerika Serikat selama sehari."
Presiden Madison mengungsi semalaman di rumah Caleb Bentley, seorang penganut Quaker, yang tinggal dan bekerja di Brookeville. Rumah Bentley, yang kini dikenal sebagai Rumah Madison, sampai sekarang masih berdiri di Brookeville.
Kurang dari satu hari setelah serangan dimulai, terjadi badai tornado yang memadamkan api di washington. Tornado ini menyusuri Constitution Avenue dan mengangkat dua meriam, dan mementalkan meriam tersebut beberapa meter jauhnya, membunuh tentara Inggris dan warga sipil Amerika.
Setelah badai, pasukan Inggris kembali ke kapal mereka. Banyak kapal yang rusak parah. Pendudukan Washington hanya berlangsung sekitar 26 jam, pendudukan itu berakhir setelah tentara Inggris dihantam badai yang kini dikenal sebagai "badai penyelamat Washington".
Sebenarnya, Kerajaan Inggris di saat bersamaan sedang berperang dengan Napoleon dari Prancis. Karena itu, Inggris hanya bisa mengadopsi strategi defensif untuk melawan Amerika Serikat. Seluruh tentara Inggris ditarik kembali ke Kanada dan dibuat pula milisi lokal yang berisi sekutu rakyat sipil dan masyarakat asli untuk memperkuat Angkatan Darat Inggris di Kanada.
Namun, setelah kekalahan dan pengasingan Napoleon Bonaparte pada bulan April 1814, Inggris akhirnya bisa melaksanakan perang yang lebih ofensif. Inggris kemudian mengerahkan armada angkatan lautnya untuk memerangi Amerika Serikat.
Selain bala bantuan yang sebelumnya sudah dikirim ke Kanada, Earl of Bathurst, mentri sekretaris negara yang mengurusi perang dan juga wilayah koloni, mengirimkan pula armada besar angkatan laut tambahan ke wilayah Bermuda, untuk melakukan blokade terhadap pantai pesisir AS, dan bahkan melakukan pendudukan terhadap beberapa pulau pesisir yang telah diawasi oleh Inggris selama beberapa waktu sebelumnya.
Hal ini dilakukan agar Amerika menarik kembali tentaranya dari Kanada untuk melakukan perlawanan kepada angkatan laut Inggris. Dalam tugasnya, para komandan Inggris ditugaskan dengan tegas untuk tidak melakukan penyerangan yang terlalu dalam ke wilayah Amerika Serikat.
Pada awal 1814, wakil laksamana Sir Alexander Cochane ditunjuk sebagai panglima angkatan laut pos Hindia barat Inggris. Ia memimpin armada angkatan laut yang berada di bermuda dan Halifax untuk memblokade Amerika serikat dari laut, namun tujuan utamanya ialah mendobrak langsung ke dalam negara bagian Virginia.
Sebelumnya, laksamana muda George Cockburn juga telah memerintahkan pengepungan di teluk Chesapeake sejak setahun sebelumnya. Pada 25 Juni, dia menulis surat kepada Cochrane yang menekankan bahwa pertahanan di sana lebih lemah, dan dia merasa beberapa kota besar mudah untuk diserang. Cochrane menyarankan untuk menyerang Baltimore, Washington, dan Philadelphia.
Pada tanggal 17 Juli, Cockburn merekomendasikan Washington sebagai sasaran serangan, setelah dilakukan kajian komparatif dengan kota lainnya. Dia menyarankan untuk menyerang ibukota nasional untuk "efek politik yang lebih besar yang mungkin terjadi". Saat penyerangan, Jenderal Ross memimpin pasukan sebanyak 4.500 orang.
Motif lain mengapa Inggris memilih Washington adalah untuk balas dendam atas apa yang Inggris pandang sebagai penghancuran harta benda pribadi di sepanjang pantai utara Danau Erie oleh pasukan Amerika di bawah Kolonel John Campbell pada Mei 1814, yang dikenal sebagai penyerbuan ke Port Dover.
Sebelumnya, pada 2 Juni 1814, Sir George Prévost, Gubernur Jenderal Kanada, menulis surat kepada Cochrane, menyerukan untuk membalaskan dendam terhadap Amerika atas penghancuran aset pribadi Inggris, karena Amerika telah melanggar hukum perang.
Prévost dalam tulisannya berkelakar, “… in consequence of the late disgraceful conduct of the American troops in the wanton destruction of private property on the north shores of Lake Erie, in order that if the war with the United States continues you may, should you judge it advisable, assist in inflicting that measure of retaliation which shall deter the enemy from a repetition of similar outrages.”
Pada 18 Juli, Cochrane menginstruksikan kepada Cockburn untuk menyerang ibukota, agar musuh mendapatkan efek jera atas "kejahatan" yang telah mereka lakukan, dan agar mereka tidak mengulangi lagi "kejahatan" yang sama ke depannya. Cochrane juga menginstruksikan hanya penduduk tidak bersenjata saja yang tidak boleh diserang.
Segera setelah tentara Amerika dikalahkan dalam pertempuran Bladensburg, tentara Inggris menyerang dan menyeruak masuk ke jalanan-jalanan Washington, dan melakukan pembakaran terhadap gedung pemerintahan Amerika Serikat. Presiden AS, James Madison, sudah melarikan diri bersama para perangkat pemerintahan Amerika lainnya.
Setelah tentara Inggris membakar gedung Capitol, mereka segera menuju Gedung Putih, dan membakarnya juga. Di jalanan-jalanan Washington, terjadi penjarahan kecil-kecilan oleh tentara Inggris, walau sudah dilarang oleh jendral Ross. Penjarahan itu lebih disebabkan karena banyak yang sudah kelelahan dan juga kelaparan.
Pendudukan tentara Inggris atas Washington hanya berlangsung selama 26 jam sebelum badai hebat datang mengamuk dan memporak-porandakan seisi kota, dan memaksa Inggris kabur dari Washington DC.
Warga Washington saat itu sudah memprediksi hal tersebut, karena sudah terbiasa dengan datangnya badai, yaitu musim panas ekstrem yang biasanya disertai dengan badai yang sangat kuat.
Tapi pada 25 Agustus 1814, badai yang terjadi lebih kuat dari biasanya. Bertepatan dengan invansi Inggris, cuaca saat itu berubah menjadi sangat panas, hampir mendekati 100 derajat F, dengan sebagian besar bagian kota yang terbakar.
Tentara Inggris terus bergerak, menyalakan api ke mana-mana. Mereka tidak memperhatikan langit yang tiba-tiba berubah gelap dan juga petir kilat yang saling menyambar. Penduduk kota sudah mengetahui bahwa badai yang buruk sedang dalam perjalanan, dan mereka segera berlindung di dalam rumah masing-masing. Namun tidak dengan tentara Inggris; mereka tidak tahu bahaya sedang mengintai mereka.
Awan dan angin tiba-tiba berputar dan membentuk gelombang. Angin tornado terbentuk di pusat kota, dan langsung menuju posisi Inggris di Capitol Hill. Tornado merusak bongkahan bangunan yang dihancurkan tentara Inggris dan pohon-pohon di sekitar. Meriam Inggris terangkat dan terhempas oleh angin. Beberapa tentara Inggris terbunuh oleh puing-puing yang terlempar dan menimpa mereka.
Hujan terus berlanjut selama dua jam, menyirami api yang diciptakan oleh tentara Inggris. Mereka akhirnya memutuskan untuk pergi. Ahli meteorologi setempat menulis dalam bukunya, berjudul Washington Weather:
“Saat tentara Inggris bersiap untuk pergi, sebuah percakapan dicatat antara Admiral Inggris dan seorang wanita warga Washington mengenai badai tersebut. Laksamana itu berseru, ‘Ya Tuhan. Nyonya! Apakah ini jenis badai yang biasa Anda alami di negara yang tidak berperasaan ini?’ Wanita itu menjawab, ‘Tidak, Pak, ini situasi khusus untuk mengusir musuh dari kota kita.’ Laksamana itu menjawab, ‘Bukan begitu Nyonya, ini lebih untuk membantu musuh dalam menghancurkan kota Anda.’”
Presiden Madison kembali ke Washington DC beberapa hari setelahnya, dan kedamaian antara kedua negara ditandatangani setahun kemudian. Meskipun anggota Kongres secara singkat mempertimbangkan untuk meninggalkan Washington dan mencari lokasi di tempat lain, kota ini akhirnya dibangun kembali di masa depan.
Baca juga: Fakta-fakta Tersembunyi di Balik The Fed di Amerika