Siput Mampu Bertahan Hidup Jutaan Tahun Karena Berjalan Pelan
https://www.naviri.org/2018/09/siput-mampu-bertahan-hidup-jutaan-tahun.html
Naviri Magazine - Kita sering menggunakan perumpamaan siput untuk menyebut orang yang lamban atau internet yang lemot. Misalnya, “Duh, ini internetnya lelet kayak siput!” Karena kenyataannya, siput—dan hewan-hewan semacamnya—memang biasa berjalan perlahan bahkan lamban. Namun, siapa yang menyangka justru karena kelambanan itu mereka mampu bertahan hidup jutaan tahun?
Penelitian baru menunjukkan bahwa kelambanan tidak seburuk yang kita kira. Setidaknya bagi moluska, kelambanan ternyata bisa menjadi mekanisme bertahan hidup mereka dari kepunahan.
Luke Strotz, seorang paleontolog dari University of Kansas, bersama timnya, menganalisis hampir 300 spesies moluska, termasuk moluska air, siput, juga keong, yang menghuni Atlantik Barat sejak zaman Pliosen yang dimulai sekitar 5,33 juta tahun yang lalu.
Mereka meneliti tingkat metabolisme spesies atau jumlah energi yang dibutuhkan organisme untuk menjalankan kehidupan setiap hari.
"Kami bertanya-tanya, bisakah kami melihat kepunahan spesies berdasarkan asupan energi organisme," kata Luke Strotz, peneliti di University of Kansas.
"Ternyata, kami menemukan perbedaan untuk spesies moluska yang telah punah selama 5 juta tahun terakhir, dan yang masih hidup sampai sekarang," tambah Strotz, seperti dikutip dari Science Alert.
Menurut dia, mereka yang telah punah cenderung memiliki tingkat metabolisme yang lebih tinggi, daripada mereka yang masih hidup hingga sekarang. Mereka yang memiliki metabolisme rendah atau lamban tampaknya lebih mungkin bertahan hidup.
"Mungkin dalam jangka panjang, strategi evolusi terbaik untuk hewan adalah menjadi lamban. Semakin rendah tingkat metabolisme, semakin mungkin spesies akan bertahan hidup," jelas Bruce Lieberman, ahli biologi evolusi.
Peneliti menilai studi yang mereka lakukan bisa memiliki implikasi penting untuk memperkirakan spesies mana yang kemungkinan besar akan punah dalam waktu dekat, terutama menghadapi perubahan iklim yang akan datang.
"Meski ada banyak faktor yang berperan, namun ada potensi kepunahan karena metabolisme. Dengan metabolisme yang lebih tinggi, spesies lebih mungkin untuk punah. Jadi ini akan meningkatkan pemahaman kita tentang mekanisme yang mendorong kepunahan, dan membantu kita lebih menentukan kemungkinan spesies akan punah," kata Strotz lagi.
Tim juga menemukan bahwa tingkat metabolisme yang tinggi merupakan indikator kepunahan yang lebih baik, terutama ketika spesies terbatas pada habitat yang lebih kecil.
"Ukuran luasan adalah komponen penting dari kemungkinan kepunahan, dan spesies yang distribusinya sempit sekaligus memiliki metabolisme tinggi, tampaknya jauh lebih mungkin untuk punah," tambah Strotz.
Selanjutnya, peneliti akan melakukan penelitian lebih lanjut untuk menetapkan sejauh mana tingkat metabolisme memiliki pengaruh pada tingkat kepunahan hewan lain.
Studi ini dipublikasikan dalam Proceedings of the Royal Society B.
Baca juga: Ternyata, Ada 113 Spesies Kera yang Berbeda di Dunia