Silo, Restoran Pertama di Dunia yang Tanpa Sampah
https://www.naviri.org/2018/09/silo-restoran-tanpa-sampah.html
Naviri Magazine - Restoran menyediakan aneka macam makanan. Dalam hal itu, mereka tentu membutuhkan persiapan berupa bahan-bahan makanan, agar siap sedia ketika ada pengunjung restoran yang memesan. Jika ternyata menu tersebut jarang dipesan, maka bahan-bahan yang disiapkan pun tak berguna. Dalam waktu panjang, bahan-bahan itu tak bisa dipakai lagi, hingga dibuang sebagai sampah.
Kemudian, tamu-tamu restoran kadang tidak menghabiskan makanan mereka. Akibatnya, sisa makanan itu lalu dibuang sebagai sampah. Sisa makanan di satu piring mungkin sedikit. Namun jika dikumpulkan dari banyak piring tentu menjadi banyak. Itu hanya sedikit contoh bagaimana restoran menjadi salah satu pihak yang aktif memproduksi sampah.
Namun, kini ada restoran yang dibangun dengan konsep tanpa sampah, dan bisa jadi akan menjadi tren di masa depan.
Di Brighton, Inggris, ada sebuah restoran bernama Silo. Ia berbeda dari restoran kebanyakan. Piring-piringnya terbuat dari tas plastik yang didaur ulang. Minuman disajikan dalam gelas bekas selai. Air untuk membersihkan jambannya berasal dari limbah mesin kopi. Bukti pembayaran pun tak dicetak di atas kertas, melainkan dikirim lewat surat elektronik.
Sebagai sebuah restoran, Silo tampak berupaya untuk tak berkontribusi memperbesar angka limbah makanan. Ia menjadi restoran pertama di Inggris yang hadir dengan konsep restoran tanpa sampah atau zero waste restaurant.
Si pemilik restoran yang juga seorang juru masak bernama Douglas McMaster dan baru berusia 29 tahun, tak hanya menyiapkan konsep di tataran hilir, tetapi juga hulu. Artinya, ia tak hanya berusaha mengolah limbah yang ada, tetapi juga sebisa mungkin meminimalkan limbah itu.
Ini bisa dilihat dari menu restoran yang bisa dikatakan tak banyak pilihan. Dalam situs resmi restoran, hanya terpampang delapan pilihan menu makanan. Itu pun empat menunya adalah menu vegetarian.
Menurut Douglas, menu yang sedikit berarti sampah yang sedikit. Restoran yang memiliki menu sebanyak 40 atau lebih, katanya, harus menyiapkan bahan makanan untuk seluruh menu. Namun, belum tentu seluruh menu itu dipesan oleh pelanggan. Bahan makanan yang belum tentu terpakai itu adalah potensi sampah.
Selain karena alasan sampah, Douglas juga menyinggung soal penurunan kualitas bahan makanan. Semakin lama bahan makanan disimpan, semakin menurun kualitasnya.
Silo memiliki pabrik tepung sendiri untuk membuat roti. Ia juga memproses minuman keras sendiri, dan mendaur ulang semua limbah makanan. Untuk kebutuhkan listrik, restoran ini juga mengandalkan tenaga surya.
“Silo didirikan dari sebuah keinginan untuk menginovasi industri makanan yang menghormati lingkungan dan menghargai makanan,” tulis Douglas dalam situs resmi Silo. Limbah makanan yang dihasilkan Silo, diolah menjadi kompos dengan mesin pengolah sendiri. Douglas juga mengizinkan tetangganya—baik rumah tangga maupun komersial—untuk menggunakan mesin itu.
Silo menginspirasi banyak restoran di Inggris. Kini ia tak sendiri, beberapa restoran yang mengusung visi serupa hadir. Tiny Leaf di London, salah satunya.
Baca juga: Sejarah dan Asal Usul Ayam Goreng KFC