Hikayat Si Jagur, Meriam Unik dan Terkenal di Jakarta
https://www.naviri.org/2018/09/si-jagur.html
Naviri Magazine - Si Jagur adalah nama yang diberikan untuk meriam yang ada di Museum Fatahillah, Jakarta. Meriam ini terbuat dari hasil melebur 16 meriam kecil, sebagaimana tulisan Latin pada meriam itu: Ex me Ipsa renata sVm (dari aku sendiri aku dilahirkan kembali).
Meriam ini dibuat Manuel Tavares Bocarro di Makau, Tiongkok. Master pengecor senjata Portugis ini berasal dari Goa, India, tempat dia belajar membuat meriam dari ayahnya, Pedro Tavares Bocarro. Meriam itu dipersembahkan dan ditempatkan di benteng St. Jago de Barra di Makau, sebelum akhirnya dibawa ke Malaka. Nama Si Jagur diduga hasil penyederhanaan dari nama orang suci St. Jago de Barra.
Menurut Joao Guedes, pada 1627 Manuel Bocarro mengecor beberapa meriam besar yang bisa menembakkan proyektil seberat 50 pound. Semua meriam didedikasikan untuk orang-orang suci: St. Alphonse, St. Ursula, St. Peter Martyr, St. Gabriel, St. James, Paus St. Linus dan St. Paul, dan lain-lain.
“Selama bertahun-tahun, mereka menjaga Makau dari posisinya di benteng masing-masing,” tulis Joao Guedes dalam “Weapons of Yesteryear,” dimuat dalam macaomagazine.net.
Setelah VOC menguasai Malaka, meriam Si Jagur dibawa ke Batavia pada 1641, dan ditempatkan di Kasteel Batavia untuk menjaga pelabuhan dan kota.
Menurut Adolf Heuken, SJ dalam Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta, meriam Si Jagur memiliki keistimewaan: tangan mengepal dengan ibu jari tersembul di antara telunjuk dan jari tengah. “Mano in fica ini merupakan simbol sanggama,” tulis Heuken.
Mano in fica merupakan simbol hubungan seksual kuno, yang berasal dari Italia. Ia berasal dari kata Italia: mano (tangan) dan fica (vulva) yang dalam bahasa Inggris diartikan fig (buah ara), idiom untuk organ genital perempuan; buah ara bila dibelah dua seperti kemaluan perempuan.
Bagi orang Roma, buah ara berkaitan dengan kesuburan perempuan dan erotisme; ia sakral bagi Bacchus atau Dionysus (dewa anggur dan kemabukan).
Mano in fica, tulis Jeanette Ellis dalam Forbidden Rites, merupakan jimat yang terbuat dari perunggu, perak, karang, atau plastik merah. Ia menggantikan gambar atau patung Phallus (kelamin laki-laki) bangsa Pagan, yang dilarang oleh Gereja Katolik Roma.
Menurut symboldictionary.net, jimat itu digunakan untuk melawan kekuatan jahat dengan keyakinan bahwa kecabulan berfungsi sebagai pengalih perhatian kejahatan; bahkan setan menolak gagasan seks dan reproduksi, sehingga melarikan diri dari tanda itu.
Mano in fica pada meriam Si Jagur pun pernah dianggap dapat memberikan kesuburan. Banyak perempuan mendatangi meriam berbobot 24 pound atau 3,5 ton itu. Mereka menaburkan bunga di muka meriam setiap hari Kamis. “Mereka mengakhiri ‘upacara’ dengan duduk di atas meriam itu, supaya kelak dapat hamil,” tulis Heuken.
Untuk membuang takhayul itu, meriam dipindahkan ke ruang bawah Museum Wayang; sumber lain menyebut ke Museum Nasional. Museum tetap dikunjungi banyak perempuan yang ingin mendapatkan anak.
Ada kisah lucu: seorang ibu dari Jawa Timur beserta dua anak perempuannya datang ke museum untuk meminta ‘pertolongan’ Si Jagur. Setahun kemudian, dia kembali dengan marah-marah. Sebab, yang hamil malah putrinya yang belum menikah, bukan yang sudah bersuami.
Pada masa Gubernur Jakarta Ali Sadikin, meriam Si Jagur dipindahkan ke halaman utara Museum Fatahillah. Kendati sudah sejak lama tak ada lagi yang meminta kesuburan kepada Si Jagur, yang membekas di ingatan banyak orang adalah simbol sanggama: mano in fica.
Baca juga: Inilah Para Pemilik Mobil Pertama di Indonesia